19. Terlalu Beda untuk Bersama

23.8K 1.7K 1
                                    

Happy reading, vote yagesyaa🤗

___

Semburat kuning keemasan memudar berganti pekat. Bulan memang belum nampak, bintang-bintang juga tidak terlihat bertabur, tapi siapapun tahu jika lampu kota sudah terang benderang, maka tandanya malam sudah menyapa.

Makin kelimpungan, khawatir tiada menipis, Lio belum ketemu. Sudah kucari ke segala penjuru lokasi yang mungkin Lio kunjungi namun nihil, tak lupa menanyakan pada setiap orang baik orang yang kenal Lio maupun orang asing, hasilnya tetap nihil.

Pihak resort hanya membantu berspekulasi bahwa mungkin Lio keluar dari resort lewat parkiran samping, sebab hanya kamera cctv sana saja yang rusak tak tertangkap aktivitas.

Tapi petunjuk itupun tak juga membuahkan hasil. Aku dan Cakra sudah mengitari sekitar resort lewat pintu samping yang disebutkan tersebut. Kami menelusuri terus menerus tanpa lelah.

"Kita lapor polisi aja deh Cak." Putus asaku berjalan gontai.

"Aturannya harus nunggu 24 jam dulu, Na." Jawab Cakra sama lelahnya. "Kamu baiknya balik resort aja. Capek dari pagi udah putar-puter terus."

Aku menyorotnya tak paham. "Gimana bisa sih Cak aku enak-enakan ke resort, tidur, selonjoran, santai-santai sementara Lio di luar sana gak tahu keadaannya gimana."

"Kalo Lio diculik gimana coba, Cak? Dia mungkin sekarang lagi nangis ketakutan. Atau yang paling ngeri alih-alih ketemu penculik gimana kalo Lio ketemu psikopat? Ngeri Cak, gak segan dipot ...,"

Ah, aku menggeleng keras coba buang pikiran negatif. Cakra lalu merangkul, ia tenangkan kegundahanku lewat elus tangannya yang lembut.

Karena hening terlalu lama, aku mendongak menatapnya. Tahu Cakra sedang apa? Bibirnya melengkung tersenyum seolah pantas saja ia bersikap begitu. Waras tidak sih dia? Bapak kandungnya bukan? Alih-alih khawatir malah senang begitu.

"Aku lagi seneng aja liat kamu setulus ini sama Lio. Padahal belum genap sebulan kamu kenal Lio dan Lio kan anak Marissa, wanita yang udah rebut aku dari kamu, tapi kamu terima Lio dengan senang hati tanpa ada kebencian."

Cakra menatapku penuh binar. "Aku makin yakin buat mempersunting kamu jadi istriku, jadi ibu dari anak-anakku."

"Cakra!" Seruku tak habis pikir. "Anakmu kabur gara-gara salah paham sama hubungan kita loh. Masih aja kamu mikiron nikah, nikah gitu!"

Kuhempas keras tangannya dari pundakku. Selagi masih mau melangkah tanpa terkalahkan putus asa, Tuhan pasti beri jalan. Tak lelahnya kutunjukan foto Lio di hpku pada setiap yang kutemui di jalan seraya memohon maaf menanyakan barangkali ada yang pernah melihatnya.

Sayangnya seusai sepuluh menit menyusuri jalan, berpuluh-puluh orang kutanya hasilnya tetap nol besar. Kami memutuskan istirahat sebentar. Tak apa istirahat bukan berarti menyerah.

Selagi menunggu Cakra membeli minum dan makanan pengganjal perut, aku duduk termangu di bangku minimarket yang kebetulan tersedia.

Aku pernah ada di posisi yang mana betul-betul membutuhkan pertolongan Tuhan sampai setiap embus napasku selalu terlantun doa dalam hati. Katanya jangan lelah menengadahkan kedua tangan sembari memohon dengan sangat. Pertolongan pasti ada, secercah harapan mungkin menyala-nyala.

Maka tak ada salahnya sekarang melakukan kembali dengan khusyu. Mataku terpejam memanjat agar Lio kembali dengan selamat. Kebersamaan kami memang terbilang baru sebentar tapi entah mengapa Lio terlalu istimewa di hatiku.

Ia berhasil mendekatkan diri begitu cepatnya. Satu yang kuyakini mengapa dalam waktu singkat aku bisa menyayanginya, karena Lio mampu menggenapiku. Ia menabrak kekakuan dalam diriku, pembawaannya selalu ceria, intim, dan tanpa ragu. Aku dapat merasakan cinta tulus, kasih dan sayang yang ia libatkan dalam proses bondingnya kepadaku.

Ketika Berhenti di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang