14. Makan siang keluarga bahagia

29.1K 2.2K 7
                                    

Fyi, judul setiap babnya aku random aja ya. Jadi kalo kurang oke, mon dimaafkan 🙏

Selamat membaca🤗

____

Lio baru mendapat nilai 100 dari hasil mewarnainya. Katanya ia perlu bertemu papah tanpa bisa ditunda, ingin memamerkan ilmu yang diajarkan Cakra telah diadopsinya dengan baik. Ia mewarnai objek gambar hanya searah ke kanan saja atau ke bawah saja, ia juga memperhatikan garis, fokus agar tak melewati batas. Alhasil hasil mewarnainya rapi.

Dan karena supir yang sering antar jemput Lio mendadak cuti- istrinya melahirkan, akulah yang membawa penuh mobil saat ini. Kaum umbi-umbian sepertiku mana bisa beli mobil, saat itu pencapaianku cukup sampai dapat merasakan kemewahan apartemen sewaan.

Meski begitu aku difasilitasi kantor les mengemudi, aku sering mengurus masalah keuangan dan pajak yang kebetulan bersinggungan dengan pihak eksternal menggunakan mobil perusahaan.

"Lio udah ditunggu om Rio tuh, kamu turun duluan aja. Tante mau parkir dulu terus mau ke toilet sebentar. Nanti Tante nyusul aja." Kataku berhenti tepat di samping asisten Cakra.

"Tapi Lio juga pengan ke toilet, kebelet pipis, Tan. Kita barengan aja." Ajunya belum mau turun meski Rio sudah mengetuk kaca mobil.

"Justru karena udah kebelet kamu duluan aja, minta anter om Rio. Nunggu Tante lama lagi entar."

Harusnya aku mengikuti saran Lio jika sepuluh menit ke depan akan membuatku menyesal seperti ini. Aku termangu di depan pintu kerja Cakra dengan perasaan ragu.

Entah di dalam sana Lio ada atau tidak, yang jelas kutangkap hanya suara perempuan tengah beradu argumen tak mau kalah bersama Cakra. Ruangan Cakra tidak diatur dalam mode kedap suara, terlebih posisiku tak terlalu jauh sehingga bahasan mereka bisa kutangkap.

Andai namaku tidak diseret-seret mungkin aku sudah mengangkat kaki dari keterpakuan ini.

"Ya gak harus bawa Ina ke rumah juga dong Cakra! Kalau kamu mau bantu dia ya bantu aja, mama gak akan larang kok." Terang tante Iren jelas terdengar. "Kalo Inara kehilangan tempat tinggal kamu bisa sewain dia apartemen, kamu bisa kasih pinjem uang buat dia nyari kos-kosan. Pun kalo Inara kehilangan pekerjaannya, kamu bisa bantu cariin pekerjaan yang sesuai background pendidikannya."

"Mama sendiri yang nyabotase tempat Ina seharusnya berada!" Lengking Cakra kesal. "Dulu dan sekarang!"

"Maksudnya?" Tanya tante Iren yang jadi pertanyaanku juga.

"Dulu mama nyingkirin Ina dari sisi Cakra dengan trik murahan. Kalo ingat lagi ke sana Cakra suka gak habis pikir kok mama bisa setega itu sama Ina sama Cakra, padahal mama udal labelin Ina sebagai mantu idaman, mama sayang banget sama Ina dibanding Cakra anak sen ...,"

"Kita udah janji gak bahas itu lagi!" Potong mamanya cepat. "Terus sekarang apa maksud kamu? Mama nyabotase apa dari Ina? Berhubungan juga gak pernah kok!"

"Mama nyingkirin CV Ina yang udah masuk dapur HR padahal HR-nya udah cocok sama Ina, mereka melihat Ina paling unggul dari kandidat lain. Tapi eh mama datang tiba-tiba katanya Nita aja yang ngisi posisi, dia anak temen arisan mama."

"Mama gak tahu itu CV Ina."

"Bohong! Cakra udah liat dari cctv, mama liat CV Ina saat nemuin pihak HR buat nitipin Nita."

Pikiranku melanglang buana ke masa seleksi diadakan. Kandidatnya lima, dari yang kutahu semuanya kompeten dan memenuhi kualifikasi. Namun ada satu moment ketika salah satu pelamar mendengus meremehkan lawannya yang kemungkinan diterimanya rendah. Si pelamar yang diremehkan tersebut sebatas pernah magang satu bulan sementara di lowongan tertera dengan jelas minimal pengalaman dua tahun.

Ketika Berhenti di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang