Hari-hari si Bebek (nama panggilan sayang) bertahan hidup di luar Liberté. Tinggal di klinik sudah tak mungkin lagi karena dia sudah sembuh dari luka-lukanya. Perut lapar, uang tak ada, sedangkan tagihan pengobatan masih belum sepenuhnya tertutupi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tidak-tidak-tidak-tidak-tidak ...!!!"
Merepet seorang gadis, sepertinya sekitar usia pertengahan belasan tahun, sambil berlari zig-zag secepat yang dia mampu. Tak jauh di belakangnya seekor kadal gurun besar, mengejar.
"Lompat ke batu itu, Mili!" seru lelaki berjanggut kelabu gelap.
"KALAU BISA SUDAH KULAKUKAN DARI TADIII!"
"Putar! Putar! Ke kanan, Mili! Bukan! Jangan ke situ ... Di belakangmuuu!"
Lengkingan jeritan Mili terdengar berkali-kali selagi gadis itu terus berlari. Sesekali isak tangisnya terdengar di antara jeritan panik dan putus asa. Beberapa kali mulut mungilnya meneriakkan sumpah serapah, setengahnya ditujukan pada lelaki yang terus menyemangati dari jarak aman. Pada akhirnya, setelah memutari banyak batu ukuran sedang dan memanjat undakan alami dari kumpulan bebatuan, gadis itu berhasil mencapai cadas tinggi di mana Ducky dan lelaki berjanggut kelabu gelap bertengger.
"Kukira ... Aku akan menyusul Ayahkuuu," keluh Mili, gabungan antara lega dan lelah. Masih terengah-engah, dia menjatuhkan diri dan berbaring telentang di dekat kaki dua orang yang lain.
"Sekarang aku bisa bunuh kadalnya?" celetuk Ducky, sebelum lelaki berjanggut kelabu gelap sempat mengatakan sesuatu untuk menanggapi Mili.
"Bukan waktu yang pas?"
Lelaki berjanggut gelap itu menepuk wajah, menggaruk belakang kepala sendiri, lalu akhirnya mengangkat kedua tangan, putus asa.
"Terserah kamu saja. Kau yang lebih pro soal begini," akhirnya dia menjawab. Terdengar berat hati, tetapi tak memiliki pilihan lain.
Ducky meraih crossbow, bayaran di muka yang didapatnya untuk menemani kedua orang itu bermalam di Direland. Butuh waktu untuk memasang anak panah pada tempatnya, tetapi begitu berhasil terpasang, Ducky bisa menjatuhkan seekor kadal gurun sebesar itu dalam sekali tembak saja.
"Perlu kau ketahui, Mili. Dia bisa melakukan itu karena sudah terlatih. Beda dengan aku, apalagi kau." Lelaki berjanggut kelabu gelap itu menjelaskan selagi Ducky sibuk menggantung kadal gurun untuk ditiriskan dan dibersihkan dari darah dan kotoran.
Mili tidak menanggapi, masih terlalu sibuk mengatur napasnya sendiri.
"Butuh tiga hingga empat kali tembakan bagiku dan bila jarak kami kurang jauh, seseorang harus mengalihkan perhatian kadal gurun selagi aku membidiknya."
"Seperti yang kulakukan tadi, Paman?" tanya Mili.
Ekspresi cerah di wajah gadis itu membuat pamannya menggerung panjang. Merasa kata-katanya gagal tersampaikan.
"Bakar atau tumis?" tanya Ducky menginterupsi.
"Maaf. Apa...?" ulang pamannya Mili.
"Daging kadal. Dibakar atau ditumis?" ulang Ducky, sembari mengacungkan sebuah kaki kadal yang baru saja selesai dikuliti.