"Suster, ada yang bisa kubantu?"
Tanya pasien yang tak sengaja ditemukan oleh Dokter Jonas Auer dan Suster Tilia Branch—saat mengumpulkan spesimen beberapa minggu lalu. Saat dia melongokkan kepala di ambang pintu ruangan, para perawat lain buru-buru menyingkir atau menjauh. Mereka masih takut pada orang yang dirumorkan sempat mengamuk hingga membuat beberapa perawat laki-laki dan petugas keamanan cedera.
"Lagi-lagi kamu, Tuan Bebek ... Kembalilah ke kamar, jangan menambah kerjaan kami!" Suster Tilia menghadang sebelum lelaki yang masih mengenakan piyama pasien melangkah lebih jauh.
"Ta-tapi ... Tapi aku sudah sembuh. Setidaknya, biarkan aku melakukan sesuatu, kerja fisik juga boleh."
Pasien itu cukup jangkung. Nyaris sama jangkungnya dengan Dokter Auer. Namun begitu berhadapan dengan Suster Tilia langsung menciut, sama sekali tak berani bertemu pandang dengan perempuan yang sejengkal lebih pendek darinya.
"Tidak ada tapi-tapi-an," ucap Tilia, iris cokelatnya yang jernih menatap tajam dari balik bulu mata yang lentik. "Kalau kakimu bengkak lagi karena terlalu banyak jalan, aku juga yang repot."
"Ta- ..." kata itu ditelan lagi karena mata cokelat Tilia kini menyipit berbahaya.
"Tuan Bebek, aku tahu kamu khawatir akan biaya pengobatan," Suster Tilia memulai. "Tapi, masalah itu sudah kami perhitungkan. Saat kami sudah memastikan kamu cukup sehat untuk melakukan suatu kegiatan, maka kami tidak akan ragu untuk mempekerjakan kamu sebagai ganti biaya pengobatan, hingga batas terakhir kemampuan fisik yang memungkinkan tanpa membuat cedera lamamu kambuh kembali."
Orang lain bila mendengar itu mungkin akan ketakutan karena jelas-jelas yang dimaksud oleh Tilia adalah pasiennya akan diminta kerja tanpa dibayar, hingga senilai ongkos pengobatannya. Namun lelaki yang dipanggil dengan sebutan Bebek malah tampak sumringah.
"Suster akan memanggil kalau aku sudah cukup sehat untuk boleh membantu?" ulang pasien.
"Tentu saja, Tuan Bebek. Kami PASTI akan memanggil dan memberikan sederet tugas yang harus kau kerjakan," jawab Tilia dengan senyum merekah yang seketika membuat rona jambon di wajah si Bebek.
"Siap!" serunya ceria dengan mata berbinar. "Panggil aku kapan saja!" pasien itu tanpa sadar memberi gestur menghormat dengan tegap sebelum kemudian buru-buru menggantinya dengan acungan jempol, lalu terpincang-pincang meninggalkan tempat itu.
"Dasar!" keluh Tilia sambil kembali ke mejanya sendiri. "Sedikit-sedikit mampir, menawarkan ini-itu ... merepotkan saja."
"Apakah pasien tadi selalu begitu?" tanya rekannya di seberang meja.
"Tuan Bebek? Selalu! Aku bahkan tidak bisa mengambil sampel darah dan melakukan pengecekan rutin pagi tanpa direcoki tawaran untuk mengambilkan kursi, menyediakan meja tambahan, atau mengambilkan peralatan yang ketinggalan ... Lukanya pernah terbuka lagi karena dia ngotot 'menolong' menggeserkan ranjang," omel Tilia, menggunakan sepasang jari telunjuk dan jari tengah untuk membuat tanda kutip di kata MENOLONG.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ducky's Today Menu
AventuraHari-hari si Bebek (nama panggilan sayang) bertahan hidup di luar Liberté. Tinggal di klinik sudah tak mungkin lagi karena dia sudah sembuh dari luka-lukanya. Perut lapar, uang tak ada, sedangkan tagihan pengobatan masih belum sepenuhnya tertutupi...