01 - Sirine

47 11 9
                                        


Pagi ini, aku dibangunkan oleh raungan sirine panjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini, aku dibangunkan oleh raungan sirine panjang.

Adalah yang ditorehkan oleh Ducky di paragraf pertama jurnalnya. Beberapa saat setelah situasi di sekeliling mulai tenang, malam itu.

Matahari masih belum menumpahkan sedikit cahayanya. Langit masih biru gelap dan tenang tanpa sepercik awan pun. Kebekuan hari yang masih dini dipecahkan oleh dengung yang segera berubah menjadi lolongan panjang yang memekakkan telinga.

Penghuni lain penginapan itu yang baru kali pertama mengalami, tampak kebingungan. Beberapa melongok keluar untuk melihat situasi. Kebanyakan segera kembali ke kasur masing-masing dan meneruskan tidur. Namun tidak demikian halnya dengan Ducky.

Orang bisa melihatnya terdiam di salah satu kursi kantin penginapan. Piringnya kosong, menyisakan beberapa potong daging—salah satu di antaranya terlihat sempat digigit dan dikunyah, tetapi tak selesai. Berpakaian lengkap dan terlihat terlalu rapi untuk tempat itu.

"Kau baik-baik saja, Bung?" sapa pegawai kantin, menawarkan segelas air. "Dagingnya memang agak alot, kunyah saja pelan-pelan. Tak usah dipaksakan untuk menelan."

Sulit bagi Ducky untuk mencerna, baik daging liat di piring maupun perkataan pegawai kantin itu. Dipaksa bangun lebih awal oleh sirine yang berbunyi persis sama dengan masa-masa dinasnya dulu sukses menyisakan pengar. Sepertinya macam-macam trauma dan kebiasaan yang tertanam pada saat itu terbuka kembali.

Dia dulu setengah mati melatih diri supaya terbangun sebelum sirine dimulai sehingga bisa bersiap sebelum para sersan mendobrak pintu dan meneriakkan berbagai celaan pada prajurit yang belum selesai berpakaian. Setelahnya mereka masih harus menyelesaikan sarapan dalam waktu yang terbatas sebelum melanjutkan dengan latihan rutin atau diberangkatkan untuk misi.

Satu helaan napas lolos setelah Ducky berhasil menelan sepotong daging yang seliat ikat pinggang. Terbawa ingatan lama, Ducky jadi terlalu cepat menyelesaikan makan, termasuk mengunyah protein hewani yang tak biasa dikonsumsinya. Tegukan air setelah itu jadi terasa sangat nikmat.

Makannya telah usai, tetapi inderanya masih terlalu awas. Setiap gerakan dan suara-suara yang ditimbulkan orang lain di sekelilingnya masuk dalam perhatian Ducky. Bersiaga saat menerima pekerjaan sebagai Pemburu maupun Scavenger adalah satu hal, dipaksa bersiaga di hari-hari seharusnya dia istirahat adalah masalah.

"Pasti karena sirine tadi," tebak koki yang baru saja menuangkan kaldu encer di potongan gluten berperasa sebagai sup. "Konon koloni ini dulu pusat fasilitas penting, tapi sejak lama ditinggalkan para elit, banyak yang sudah rusak. Sirine itu juga kadang-kadang berbunyi sendiri—mungkin konslet."

"Benar! Benar! Waktunya juga random. Kadang pagi, kadang malam. Kadang—kalau kita beruntung, seminggu tak berbunyi sama sekali." Pegawai kantin menimpali sambil memindahkan mangkok-mangkok sup ke nampan.

"Kami sudah sering protes pada Walikota—Wali Koloni kiTa, tetapi percuma. Hanya bisa pasrah karena tak ada yang tahu bagaimana cara kerjanya dan tak ada yang berani mendekati bangunan fasilitas yang katanya pernah penting itu," pegawai itu menambahkan.

Ducky's Today MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang