20 - Trust

14 1 1
                                        

"Ayo! Nanti kehabisan," seru seorang bocah belasan tahun sambil melambaikan tangan pada teman-temannya yang masih berusaha menghindar dari kerumunan orang dewasa di salah satu sudut jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo! Nanti kehabisan," seru seorang bocah belasan tahun sambil melambaikan tangan pada teman-temannya yang masih berusaha menghindar dari kerumunan orang dewasa di salah satu sudut jalan.

"Tunggu aku!!!" panggil yang paling kecil di antara mereka.

Di ujung jalan lain ada kendaraan parkir, membuka salah tutup karoserinya ditambah kain tenda. Penjual makanan yang baru saja tiba. Anak-anak itu berkerumun dan mengumpulkan uang yang mereka miliki. Membahas akan membeli makanan yang mana untuk dimakan bersama.

"Aku hanya ada sekeping perunggu ini," keluh salah seorang dari mereka. "Apa tetap boleh ikut gabung?"

Anak-anak lain saling berpandangan.

Ducky melintas ketika mereka tampak membicarakan soal itu. Sedikit tertarik pada dagangan yang dipajang, sebelum teringat ada janji yang harus dipenuhi. Bertemu dengan Ronald. Enggan membuat kakinya terasa berat, tetapi dia terpaksa melanjutkan langkah.

Tidak seperti sebelumnya, di mana Ronald sendiri yang datang ke penginapan Ducky untuk menawarkan pekerjaan. Kali ini dia yang dipanggil untuk menghadap, mungkin untuk memberikan laporan mengenai tugas yang belum lama ini diselesaikan.

Sejujurnya, dia tak tahu. Kesadarannya keburu hilang sebelum pusat kontrol menyatakan sirine yang sesekali berbunyi secara random itu sudah betul-betul dimatikan. Untuk membuat masalah makin pelik, kartu logam yang memberinya akses masuk ke bangunan fasilitas itu, hilang.

Namun Ducky tak mungkin pergi begitu saja tanpa menyampaikan laporan kerja pada klien. Selain tak bagus untuk reputasinya sebagai orang bayaran, juga karena ongkos hidupnya habis.

Selain koin-koin perak hasil sitaan dari pasangan bodoh yang mencoba merampoknya, dia yakin masih menyimpan beberapa koin emas dan cukup kredit. Akan tetapi ketika memeriksa bawaannya di pagi hari pertama di penginapan, dia menemukan kreditnya kosong dan koin emasnya tinggal sekeping. Untungnya masih lebih dari cukup untuk membayar ongkos penginapan dan jatah makan—setidaknya, 3 hari. Bisa sampai 5 hari bila tak makan siang.

Tempat pertemuan mereka sebuah kedai minuman. Ducky bermaksud mencari tempat duduk yang paling dekat jendela atau pintu, tetapi tempat-tempat itu sudah didahului orang lain. Tak ingin menarik perhatian bila duduk di meja tengah, terpaksa dia mengambil tempat di salah satu meja bundar, paling pojok—satu-satunya yang terdekat dari meja itu adalah lorong menuju toilet umum.

Kebetulan. Ducky merasa perlu buang air kecil dulu sebelum memesan minuman dan kembali ke mejanya.

Hari masih terang, hanya beberapa jam lewat dari waktu makan siang, tetapi di dekat pintu sudah ada dua orang bertubuh kekar dan berwajah garang—Bouncer. Sementara di belakang meja bar tiga orang sudah sibuk membuat minuman walau belum banyak pelanggan mengisi kursi dan meja.

Ah, perasaanku tak enak, tulis Ducky di jurnalnya nanti.

Pada kenyataanya dia merasa tak berminat meneguk minuman sama sekali dan membiarkan embun gelasnya membasahi meja hingga Ronald tiba. Sama seperti ketika menawarkan pekerjaan dulu, lelaki itu datang dengan penampilan yang bersih dan terlalu rapi. Ducky bukan orang yang mahir membaca ekspresi dan senyum Ronald setelah duduk di hadapannya adalah salah satu yang tersulit untuk ditebak.

Ducky's Today MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang