Hari-hari si Bebek (nama panggilan sayang) bertahan hidup di luar Liberté. Tinggal di klinik sudah tak mungkin lagi karena dia sudah sembuh dari luka-lukanya. Perut lapar, uang tak ada, sedangkan tagihan pengobatan masih belum sepenuhnya tertutupi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ini ...?"
"ATV-mu."
"Aku tahu itu ... Trims!" Ducky menanggapi jawaban—yang tidak dibutuhkan, dari Nova dengan sedikit dongkol. "Tapi, kenapa ada komponen itu?" dia meneruskan sembari menunjuk pada sepasang pedal kayuh yang mencuat di dekat pangkal stang.
"Teknisi menambah fitur itu supaya kendaraanmu tetap bisa digunakan tanpa mesin. Hebat, bukan?" Lelaki berambut ikal kemerahan menjelaskan sembari menggunakan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menaikkan barang-barang Ducky ke atas ATV.
Beberapa kali tas-tas itu malah menggelinding kembali, karena dia tidak cukup tinggi untuk meletakkan dengan posisi yang stabil.
Nova, mengambil alih satu tas yang terlihat paling berat, lalu mengatur posisinya sedemikian rupa, sehingga lelaki yang lebih pendek darinya bisa meletakkan tas kedua.
"Dan ... aku harus membayar berapa?" tanya Ducky, penuh rasa curiga. Koin-koinnya yang sempat disita memang sudah kembali, tetapi siapa tahu mereka punya ide lain.
"Tak ada. Aku yang bayar, tapi kau harus bawa aku ke koloni berikutnya!" si Ikal Kemerahan itu menjawab dengan riang.
Ducky belum menjawab, tetapi ekspresi enggan terlihat sangat jelas di wajahnya hingga Nova, perempuan jangkung yang selama dia dikurung bertugas sebagai pengawasnya, turun tangan. Hanya butuh beberapa kalimat dan tepukan di bahu, Ducky pun menyetujui untuk mendapat seorang teman seperjalanan.
Ibu Kantin, Benita, Em, lalu Nova. Mengapa perempuan-perempuan dewasa selalu terlihat menakutkan di matanya, Ducky tak mengerti.
"Tapi kita mengayuh bergantian. Aku tak mau jadi pengganti mesin sekaligus bodyguard," Ducky mencoba menambah persyaratan.
Nova hampir menambah ancamannya, tetapi dihalangi oleh antusiasme kawannya yang sudah menaiki ATV dan mencoba mengayuh pedal. Lambat memang, tetapi setidaknya tunggangan mereka itu bisa berjalan beberapa meter tanpa masalah.
"Deal!" seru si Ikal Kemerahan di tengah napas terengah-engah karena harus mengayuh balik, sambil menawarkan salaman untuk mengukuhkan transaksi mereka.
Masih agak enggan, Ducky membalas salamnya juga. Dia sudah tak mau berada di tempat itu lebih lama lagi. Apalagi di bawah pelototan Nova.
"Aku Alfred, panggil saja Al." Si Ikal Kemerahan menambahkan dengan riang. Kontras dengan gumaman nyaris terdengar seperti gerutuan Ducky ketika menyebut namanya sendiri.
Mereka menambah beberapa perbekalan dan bawaan dari si Ikal Kemerahan. Nova ikut membantu menumpangkan satu tong berisi air. Cukup berat hingga membuat sambungan rangka ATV yang sudah aus berderit.
"Hei, Brrrooo!" pemilik toko sekaligus mekanik yang menambah fitur pedal pengayuh muncul dengan sebotol pelumas dan satu set obeng. "Nggak nyangka aku beneran bakal nambah bosehan sepeda ontel ke ATV-mu. Piye ... Apik, toh?"