Hari-hari si Bebek (nama panggilan sayang) bertahan hidup di luar Liberté. Tinggal di klinik sudah tak mungkin lagi karena dia sudah sembuh dari luka-lukanya. Perut lapar, uang tak ada, sedangkan tagihan pengobatan masih belum sepenuhnya tertutupi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pintu dibukakan oleh penjaga bertubuh besar yang pernah menghadang Ducky beberapa hari lalu. Di dalam kamar termahal di penginapan itu dia bisa melihat beberapa benda baru. Rupanya pekerjaan mereka kemarin cukup memberikan keuntungan bagi Agen.
Ducky bisa melihat lampu meja di atas nakas, sangat simpel tetapi kelihatannya masih berfungsi dengan baik. Sedangkan di kaki ranjang kini tergelar kain kanvas. Mungkin maksudnya sebagai karpet atau keset, entah yang mana. Lalu yang paling mencolok di ruangan itu adalah adanya tirai lipat di ambang jendela yang sebelumnya hanya ditutupi papan.
"Heeei, Daaakiii ... My boy!" Agen berdiri dengan kedua tangan terbuka. Sumringah begitu melihat siapa yang muncul. "Sudah kutunggu-tunggu dari tadi."
"Namaku Ducky, Pak."
"Iya ... Iya, duduk dulu di sini, Daki. Tinggal kamu yang belum dapat bayaran, kan?"
Agen mendorong kursi kaleng murah yang biasa ada di depan mejanya, mengganti dengan yang sedikit lebih baik bahan pelapisnya. Kursi baru itu tidak banyak berderit ketika diduduki.
"Ducky, Pak."
"Ya ... ya. Aku sudah dengar laporan dari rekan-rekanmu yang lain, Daki. Kerjamu bagus." Agen melambaikan tangan seperti menepis serangga yang tak ada, lalu memutari mejanya sendiri untuk mengambil hasil kerja Ducky saat ditugasi ke reruntuhan tempohari. "Tidak hanya catatan yang rapi ini, detil yang kau tambahkan juga sangat membantu pekerjaanku selanjutnya ...."
Ducky terdiam. Agen memindahkan pandangan dari lembaran di tangannya pada Ducky. Senyumnya mengembang. Agak seram, sebetulnya bila melihat salah satu gigi Agen ada yang diganti dengan gigi palsu dari logam.
"Apa ... Aku bisa minta bayaranku?"
Akhirnya Ducky bertanya karena merasa tak nyaman dipandangi seperti itu.
"Oooh, ya. Tentu saja. Kau dapat segini!"
Beberapa keping perunggu ditumpuk rapi. "Ini untuk mencatat barang temuan."
Beberapa keping perunggu lagi ditumpuk di sebelahnya. "Ini untuk menuliskan kondisi barang saat ditemukan."
Beberapa keping perunggu lagi kembali ditumpuk di sebelahnya. "Yang ini, untuk menuliskan kondisi reruntuhan dan efeknya pada barang-barang yang kalian temukan."
Ducky menelan ludah. Dia tak menyangka bisa mendapat sebanyak itu hanya karena berhasil menyampaikan laporan yang—menurut dirinya sendiri, terlalu singkat dan subyektif.
"Lalu ...," Agen kembali merogoh ke dalam laci kemudian meletakkan sekeping koin perak di atas meja. "Ini, untuk informasi senjata yang digunakan lawan kalian ... Eh, maksudku, lawan kita."
Saat itu Ducky merasa melihat kilau yang selama ini belum pernah dilihatnya dari pandangan Agen. Refleknya menyuruh dia untuk mundur, tetapi sepasang tangan yang kuat menahan pundaknya. Memaksa untuk kembali duduk.
"Sabar. Duduk dulu, aku belum selesai."
Agen mendorong tumpukan koin perunggu lebih dekat ke arah Ducky. Lalu melambaikan buku
"Kontrak tempohari, hanya untuk buku catatan ini, bukan?"
"A-aku ... Aku yakin koin-koin ini juga termasuk!" Ducky buru-buru meraup tumpukan logam pipih itu, begitu tangan yang menahan pundaknya terlepas.
Agen memberi sinyal pada penjaga di belakang lelaki itu untuk membiarkan lelaki itu memasukkan semua koin di atas meja, termasuk yang perak.
"Oh, tentu saja. Koin-koin ini jelas milikmu. Tapi ... Apa kau tak ingin membuat kontrak baru yang lebih jelas dan lebih menguntungkan kedua belah pihak?"
"...Maksudnya?"
"Kau ... bukan hanya seseorang yang bisa baca-tulis, bukan ... Ducky?"
Sesuatu yang lebih sulit ditelan dari ludah serasa menyumbat kerongkongannya kali ini.
"Mengetahui jenis senjata hanya dari suara, jarak tembak, dan bekas peluru yang ada. Lalu memperkirakan waktu untuk mengambil barang paling berharga di daftar yang kuberikan. Terakhir, memprediksi juga persediaan peluru, hingga rombongan bisa menutup pelindung roda dan menjalankan shuttle lapis baja lagi. Kau pasti ... anak dari orang Koloni besar, kan?"
"...Huh?"
"Sudaaah, mengaku saja. Waktu kau bilang orang tuamu asal Rogue, aku merasa ada yang janggal. Pasti koloni yang lebih besar dari itu. Lalu mereka dikeluarkan entah oleh alasan apa, dan kau lahir di Rogue. Karena itu mereka bisa memberimu pendidikan yang bagus. Gimana? Tebakanku betul, kan?" Agen menambahkan sembari terbahak.
Tidak tahu harus bereaksi bagaimana pada tebakan yang hampir benar tetapi meleset pada bagian yang penting itu, Ducky hanya bisa meringis. Mencoba ikut tertawa.
"A ... Aku akan pikir-pikir dulu, soal perpanjangan kontrak," ujarnya setelah merasa usaha untuk memaksakan diri tertawa, gagal.
"Oh, santai sajaaa. Kau bebas memikirkan soal ini hingga waktu pekerjaan berikutnya datang."
Ducky kembali meringis sebagai jawaban, lalu pelan-pelan bangkit dari kursinya. Setelah memastikan penjaga yang sedari tadi mengawasinya tidak lagi menghalangi, lelaki itu buru-buru melangkah menuju pintu. Untung rasa paniknya tak sampai membuat kemampuannya menarik gagang pintu menumpul.
Keluar dari ruangan itu dengan kantong penuh uang dan buku pemberian Suster Tilia sudah berhasil kembali di tangan, Ducky memutuskan untuk hengkang. Pertama-tama, dia perlu mencari perbekalan yang jauh lebih layak dari apa yang dia miliki sekarang. Mungkin sekaligus berkeliling kota untuk mendapat informasi tambahan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Catatan Penulis
Halo, semuanya! >w<)/
Kita sampai di hari ketujuh dari DWC. Sudah satu minggu berlalu. Tidak terasa, ya?
Tema untuk hari ketujuh adalah: Buat cerita berdasarkan profesi kalian saat ini. Boleh didasarkan pada profesi atau jurusannya saja, tempat kerja/kuliahnya saja, atau keduanya.
Tema hari ini, gampang-gampang susah. Lebih banyak susahnya untuk pekerja lembing-bebas macam saya. Apalagi ternyata apa yang saya kerjakan meleset dari jurusan kuliah saya dulu. Ya, sudah. Saya ambil di bagian freelance yang etimologinya dari kata lembing bebas, tentara bayaran yang tidak terikat kesetiaan dengan tanah/negara manapun. Hanya ikut kontrak singkat sesuai dengan bayaran. Walau untuk pengertian masa kini, lebih ke arah pegawai kontrak.
Namun buat teman-teman yang tahu, mungkin sadar kalau saya sedikit memasukkan elemen dari jurusan kuliah dulu. Sedikiiit banget.