09 - Tea Time

21 5 13
                                    

Basah kuyup ketika tidak sedang mandi adalah sesuatu yang sangat asing bagi Ducky

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Basah kuyup ketika tidak sedang mandi adalah sesuatu yang sangat asing bagi Ducky. Setelah berhasil lolos dari area aneh dengan monster tak dikenal, kini dia memutuskan untuk istirahat sejenak sambil memeriksa berbagai perlengkapan yang dimiliki. Berapa banyak yang masih bisa digunakan setelah guyuran air sebanyak itu, dia belum tahu.

Tepung kentang terpaksa dibuang, karena kantongnya basah kuyup menyerap air, dia terpaksa mengolah semua yang belum larut menjadi sejenis roti darurat, hanya dengan garam dan tambahan sedikit air. Garam aman karena wadah yang digunakan kedap air—Ducky terpikir untuk menggunakan wadah serupa untuk tepung kentang lain waktu. Sementara bahan makanan lain masih bisa dijemur ulang.

Dengan hanya mengenakan selembar tunik—pemberian Alfred dan celana pendek, dua potong yang selamat karena disimpan agak dalam. Ducky menggantung semua benda lain yang bisa dijemur. Beruntung dia masih menemukan celah di antara karang untuk mendirikan tenda sementara, jadi bisa menggelar alas untuk membeber semua senjata api dan benda tajam yang dimiliki untuk dikeringkan dan diminyaki ulang.

Deguk lembut air yang mendidih di tungku batu menghentikan Ducky dari kesibukannya. Angin panas gurun cukup membuat tubuhnya tak lagi kedinginan, tetapi dia bermaksud untuk minum sup hangat untuk menenangkan diri. Tangannya meraih kotak wadah dendeng kering, tak menyadari ada kaleng yang menempel di belakang kotak.

Ketika membuka tutup kotak, kaleng di bawah kotak kehilangan daya lekatnya dan jatuh menimpa pinggiran panci, isinya berserakan. Sebagian masuk ke air.

"Oh, demi semua cakar belakang kadal gurun!" makinya kesal. Sebelum buru-buru membereskan kekacauan yang baru terjadi. Termasuk mengangkat panci dari tungku.

Aku tak ingat pernah membeli kaleng berisi dedaunan kering berwarna gelap. Baunya tak seperti bumbu masakan. Lebih segar dan sedikit ada kesan pahit. Tulis Ducky di jurnalnya.

Dedaunan kering itu seperti luntur dalam air panas. Air di pancinya kini berwarna cokelat kemerahan. Bukan warna lumpur yang keruh, tetapi bening nyaris seperti whisky.

Aromanya asing, sepertinya tak cocok bila dicampur dengan dendeng yang gurih. Tetapi aku juga tak rela bila harus membuang sepanci air.

Setelah memastikan cairan itu tak beracun—dengan merendam batang perak mungil dari peralatan makannya, Ducky mengambil cangkir. Ketika air bening cokelat kemerahan itu dituangkan, aroma segar yang sedap menguar bersama uap panas. Dia jadi ingat pernah mencium aroma serupa di akademi dulu.

Itu aroma minuman Instruktur Kepala. Kalau tak salah, mereka menyebutnya teh. Hanya yang berhasil naik jabatan melewati pangkat Sersan yang bisa mendapatkan jatah teh dalam ransum harian. Bagaimana Instruktur Kepala yang hanya Sersan Mayor bisa mendapatkannya, aku tak tahu.

Bahkan setelah dirinya ditunjuk sebagai Kapten pun Ducky belum sempat mencicipi. Sekarang setelah desersi dan jauh dari kejayaan Koloni tempat asalnya dia berakhir dengan sepanci penuh teh. Dia bahkan tak ingat bagaimana bisa mendapatkan dedaunan yang konon harganya bisa mencapai 3 kantong emas per gramnya.

Ducky's Today MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang