Hari-hari si Bebek (nama panggilan sayang) bertahan hidup di luar Liberté. Tinggal di klinik sudah tak mungkin lagi karena dia sudah sembuh dari luka-lukanya. Perut lapar, uang tak ada, sedangkan tagihan pengobatan masih belum sepenuhnya tertutupi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bangunan yang besar. Lebih tepatnya, kompleks bangunan yang sangat besar, karena ada beberapa bangunan terpisah dengan berbagai variasi ukuran. Ducky bisa mengendarai ATV melalui pintu gerbangnya dan melintasi jembatan, menyeberangi parit dalam dan lebar.
Parit itu kering tetapi Ducky bisa membayangkan di masa jayanya, parit diisi sesuatu—mungkin air, untuk mencegah sembarang penyusup masuk. Melihat kerangka hewan-hewan besar bergigi tajam di dasar parit, sepertinya fasilitas itu tak sekadar mempekerjakan anjing penjaga.
ATV meluncur dengan mudah melalui pintu kedua yang lebih kecil dari gerbang. Kedua daun pintu raksasa dengan lambang bunga yang sama terbelah dan bergeser ke kanan dan kiri serempak begitu Ducky mendekat. Lalu di sebuah ruangan yang kosong dan berlangit-langit tinggi, sorot cahaya dari langit-langit mengarahkan mata siapapun yang baru datang ke lukisan raksasa di dinding.
Melihat ukuran dan ketajaman gambarnya, sudah pasti itu replika digital. Tak mungkin lukisan fisik masih bagus di bangunan yang sudah ratusan tahun tak dijamah manusia.
Ducky tak terlalu tahu soal seni, tetapi dia pun tertegun memandang lansekap yang dipenuhi gulungan ombak raksasa ganas di bawah langit berbadai. Perahu yang sarat dengan penumpang di salah satu sudut lukisan terlihat terombang-ambing tak tertolong. Hanya mengandalkan dayung dalam perahu yang terlihat terlalu mungil untuk pergolakan ombak di sekelilingnya.
Entah mengapa dia tertarik pada perahu itu, hingga memutuskan untuk turun dari tunggangannya untuk melihat dengan lebih jelas. Aneh juga, satu gestur penumpang perahu yang menunjuk ke suatu arah—mungkin daratan, memberi kesan yang berbeda dari keseluruhan lukisan. Memberi sedikit harapan.
Denting lirih berbunyi dari kartu logam di tangannya. Diikuti dengan dengung notifikasi pesan masuk dari gawainya. Dari pengirim tak dikenal yang sama dengan dua pesan sebelumnya.
"Replika dari lukisan kuno, The Wrath of the Sea. Untuk menunjukkan dan mengingatkan manusia akan kengerian lautan."
Ducky membaca yang terpampang di layar mungil gawainya. Mengernyit. Melihat sekelilingnya.
Tak ada siapa-siapa. Hanya ada dirinya dan ATV di ruangan luas itu.
Seperti memahami bahwa dia sudah cukup menikmati. Gambar lukisan perlahan pudar dan berubah. Kali ini menunjukkan berbagai foto kota yang hancur, seperti habis diterjang oleh suatu kekuatan besar yang mampu menghanyutkan segala struktur yang tak punya cukup kekuatan untuk bertahan.
Ducky mencengkeram gawainya sendiri ketika foto-foto itu mulai menyorot manusia.
Wajah-wajah yang sangat dikenal. Bukan berarti dia mengenali setiap individu yang ada di situ. Hanya saja ekspresi mereka adalah sesuatu yang akrab dilihat. Dalam beberapa foto saja dia sudah melihat kelima tahapan manusia menghadapi duka di beberapa wajah yang berbeda.
Lucu. Generasinya sering merasa sangat terpisah dari generasi yang sudah lama berlalu. Terkadang terdengar seperti membicarakan spesies yang berbeda, bila para pengajar menceritakan berbagai anekdot dari peradaban sebelumnya.