25 -Jungle like in the Book

19 3 3
                                    


Basah dan lembab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Basah dan lembab. Baik tanah gembur oleh sampah dedaunan, bebatuan berlumut, maupun udara yang dia hirup. Bahkan dari tubuhnya seperti ikut menyumbang dengan mengeluarkan kelebihan cairan dengan keringat bercucuran, lebih deras dari biasanya.

Ducky sudah terbiasa dengan panasnya gurun dengan suhu tinggi yang menyengat seolah bisa membuat kulit dan sekujur tubuhnya terbakar hanya karena berdiam di bawah cahaya matahari selama beberapa menit saja. Namun panas gerah yang membuat wajah terasa basah dan setiap jengkal kulit yang menyentuh pakaiannya seperti lengket, tak bisa dia mengerti.

Nyaris tak ada angin di bawah situ. Ducky mendongak, memandang pepohonan yang kayunya tinggi menjulang, sementara tanaman lain merambat di batang mereka atau membuat semak rimbun dengan dedaunan lebar-lebar. Semua terlihat berlomba menadah dan meminta sinar matahari sebanyak mungkin. Konsep yang sulit dipahami oleh dirinya yang terbiasa melihat tanaman sebagai makhluk yang rendah hati terhadap kejamnya mentari gurun.

Namun cahaya remang-remang akibat hanya sedikit cahaya yang mencapai tanah memang membuatnya ingin memanjat salah satu pohon untuk ikut berlomba bersama tanaman yang ada.

"Apa yang terjadi?" Suaranya bergaung.

Mungkin akibat panas yang memusingkan mungkin juga karena udara berat dan lembab serasa menenggelamkan paru-parunya. Telinganya terlalu sibuk menangkap banyak suara asing: tawa pendek-pendek hewan mamalia yang makin meninggi, jeritan panjang-panjang unggas, cicit-cicit tak dikenal, riuh paduan suara serangga dan gemerisik dedaunan.

Terengah-engah hanya karena berjalan tak sampai seratus meter, kakinya sudah lemas karena beberapa kali berusaha menahan keseimbangan untuk tidak terpeleset lumut. Kaos kaki di dalam sepatu bot terasa licin juga, entah akibat air yang tak sengaja menerobos ketika dia menginjak kubangan atau akibat keringat, atau keduanya. Ducky tidak bisa membayangkan bau yang akan menguar begitu sepatu bot dan kaos kakinya dilepas nanti.

Masih belum betul-betul mencerna apa yang terjadi, sesuatu yang nyaris membuatnya menjerit panik terjadi. Setetes air menimpa hidung. Ketika Ducky mendongak, tetesan berikutnya jatuh menyerbu. Hujan.

Ingin mencari tempat berlindung dengan panik karena terlalu banyak air adalah hal yang pertama bagi Ducky. Padahal nama panggilannya berarti bebek, unggas air. Namun seumur hidup dia tak pernah menghadapi air sebanyak itu.

Masih belum benar-benar mencerna bagaimana tetesan air sebanyak itu bisa menyiramnya sekaligus, sesuatu yang panjang dan liat meluncur turun dan jatuh beberapa meter dari sepatu botnya. Desis yang sangat dia kenal tetapi reptil tak berkaki yang melata mendekatinya itu memiliki corak yang tak pernah dilihat. Beracun atau tidak. Berbahaya atau tidak. Ducky sama sekali tidak tahu.

Raungan mamalia besar membahana. Dengan ngeri dia perlahan menoleh ke arah asal suara. Sosok makhluk berbulu lebat berdiri setinggi lebih dari 2 meter di bawah derasnya hujan. Petir menyambar dan memberikan pandangan sepintas pada cakar-cakar besar di kedua kaki depan makhluk itu.

Ducky's Today MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang