24 - Small Detour

19 6 37
                                    

"Master John," panggil seorang lelaki jangkung berpenampilan rapi dan perlente, sambil membetulkan posisi gagang kacamata yang bertengger di telinga dengan hati-hati untuk tidak menyentuh rambut pirangnya yang disisir kelimis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Master John," panggil seorang lelaki jangkung berpenampilan rapi dan perlente, sambil membetulkan posisi gagang kacamata yang bertengger di telinga dengan hati-hati untuk tidak menyentuh rambut pirangnya yang disisir kelimis. "Saya harap Anda tidak lupa akan undangan makan bersama kolega-kolega Myrtle Corporation, siang ini."

"Berisik, ah!" keluh pemuda yang masih di usia awal 20-an itu. Mengorek lubang telinganya dengan jari kelingking. "Apa aku tak boleh istirahat sebentar, Edmund?"

"Saya rasa Anda sudah cukup beristirahat seharian kemarin andai saja Anda tidak malah keluyuran ke tempat-tempat hiburan semalam, Master John," tukas Edmund tajam.

Pemuda itu tak menjawab. Malah melenggang pergi dengan kedua tangan dimasukkan dalam saku celana pantalonnya yang bagus. Samar Edmund bisa mendengar gerutuan pemuda berambut cokelat gelap itu tentang keinginan menikmati keindahan taman Liberté sebelum bertemu dengan paman-paman kaku di acara makan siang.

"Padahal saya sudah memilihkan acara makan siang yang lebih santai," desah Edmund, sembari memastikan jadwal hari itu di tablet elektronik. Masih ada waktu 2 jam hingga acara. Dia menutup layar tablet, sebelum bergegas menyusul tuan mudanya.

Ternyata lokasi taman yang ingin didatangi John tidak seberapa jauh dari lokasi restoran tempat acara. Edmund tak terlalu heran melihat tuan mudanya memasuki taman dengan langkah-langkah yang jauh lebih ringan dari sebelumnya. Cukup banyak taman-taman yang tak kalah indah dan teduh di koloni tempat asal mereka, tetapi tak ada yang menandingi keasrian taman Koloni Liberté.

Di tempat terbuka berbagai tanaman semak dan pepohonan yang tak pernah dilihat Edmund—kecuali dari dokumentasi dan buku-buku, ditanam dengan tatanan yang tak hanya indah dilihat, tetapi juga membuat sekitar mereka menjadi terasa lebih sejuk. Angin sepoi-sepoi sesekali berembus lembut membuat desir dan gesekan dedaunan yang menyenangkan pendengaran.

Sesuatu yang jarang dialami kecuali dalam pengaturan alam buatan di kubah-kubah koloni asal mereka. Begitu pun tak pernah ada yang seluas dan sehijau taman Liberté itu.

Apakah tekanan udara dan embusan angin itu juga hasil perhitungan ilmuwan Liberté, batin Edmund sembari mengedarkan pandangan pada berbagai bangunan dan konstruksi di sekeliling taman. Selama 40 tahun lebih hidupnya, baru kali pertama benaknya dipenuhi oleh rasa takjub dan sedikit iri. Mungkin bila lingkungan asalnya sedikit lebih baik, anak-anak jalanan rekan lamanya dahulu sebelum dipekerjakan oleh Henry Myrtle, tidak akan semudah itu tewas.

Edmund menggelengkan kepala. Merasa malu pada perasaan tak tahu terimakasih yang baru saja melintas di hati. Dia sudah sangat beruntung mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang bagus, bukan saatnya menyesali hal yang di luar kendali. Apalagi dia bukanlah lelaki naif yang tak menyadari bahwa kecanggihan dan kemajuan teknologi Liberté tak mungkin dihasilkan tanpa pengorbanan. Entah waktu, biaya, keringat, maupun darah.

"Hei, Edmund!" panggil John. "Kau ada uang receh? Aku ingin mencoba snack yang dijual di kios itu. Sepertinya enak."

Edmund melihat tuan mudanya menunjuk pada salah satu dari beberapa kios gerobak yang berjajar teratur di tempat-tempat yang memiliki tanda khusus.

Ducky's Today MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang