UGD?

91 90 10
                                    

Agung, Rafi, dan Putra langsung di larikan ke rumah sakit dengan sigap oleh para tim medis. Ikbal mendampingi tiga temannya yang sedang mengalami kejang-kejang di dalam mobil ambulance. Banyak busa yang keluar dari mulut mereka masing-masing.

Sedangkan Ipul dan bersama teman-temannya yang lain pasrah dengan keadaan tiga temannya. "Kalau nyawa mereka sampai tidak tertolong ... Loe harus siap-siap bertanggungjawab atas perbuatan yang udah loe lakukan dan menghadapi pertanyaan polisi dalam jeruji besi," ketus Zayn. Ipul hanya terdiam seribu bahasa. Kemudian Ipul mengatakan, "Gue akan bertanggungjawab mengenai hal ini." Ipul sudah pasrah dengan kejadian yang ia alami, bahkan dirinya tak sanggup untuk menjalani kehidupan lagi.

Beralih dengan Ikbal yang mendampingi tiga temannya di dalam mobil ambulance. Agung, Rafi, dan Putra terlihat begitu pucat di sekujur tubuh mereka. Sesampainya di rumah sakit, tim medis membawa tiga pasien yang dalam keadaan darurat masuk ke dalam rumah sakit dengan menggunakan ranjang brankar emergency. Ikbal mendampingi tiga temannya yang di bawa oleh tim medis ke ruangan Unit Gawat Darurat. Di sana Ikbal tidak boleh masuk dan di sarankan untuk menunggu di depan pintu UGD.

"Mas, mohon di tunggu dahulu di sini." Dokter menyarankan agar Ikbal menunggu di luar pintu.

"Saya nggak boleh ikut masuk, Dok?"

"Tidak di perkenankan. Kami dan tim medis lainnya akan menyelamatkan nyawa keluarga anda."

"Yaudah, Dok. Selamatkan nyawa teman-teman saya." Ikbal begitu sangat khawatir dengan keadaan tiga temannya itu.

Dokter langsung menutup pintu rapat-rapat, sedangkan Ikbal menunggu tiga temannya di depan pintu UGD. Sedangkan Zayn menghubungi Ikbal melalui telepon, di saat itu handphone milik Ikbal berdering. Tanpa berlama-lama, Ikbal menjawab dan mengangkat telepon dari Zayn.

"Halo, Bal."

"Kenapa?"

"Sekarang loe ada di rumah sakit mana?"

"Gue lagi nunggu si Agung, Rafi, sama Putra di depan ruang UGD."

"Lah, emangnya gak boleh masuk ke dalam ruangan?"

"Gak boleh sama dokternya."

"Loe kirim lokasi rumah sakit aja deh."

"Zayn, loe kalau mau ke sini yaudah cepat. Di rumah sakit mitra hasanah."

"Oke, gue otw bareng kawan yang lain ke rumah sakit nih."

"Yaudah loe ke sini aja akan gue tunggu."

Telepon di tutup oleh Zayn. Kemudian Zayn bersama yang lain, termasuk Ipul langsung segera berangkat ke rumah sakit mengendarai sepeda motornya masing-masing. Di perjalanan, Ipul mengendarai sepeda motor sekaligus melamun, untung saja ada salah satu temannya yang menyadarkan lamunan Ipul. "Jangan merenung ... Loe harus fokus dalam berkendara," saran Ziva. Ipul menjawab ketus, "Iya." Ziva langsung tersenyum sinis di belakang Ikbal.

Ikbal memboncengi Ziva dengan satu kendaraan sepeda motor. "Pelan-pelan bawanya dan jangan kebut-kebutan," ucap Ziva. Ipul hanya diam saja tanpa bersuara sepatah kata. Ketika di perjalanan, Ipul khawatir dengan kondisi tiga temannya yang berada di rumah sakit. "Semoga saja dengan kejadian itu ... Tiga teman gue selamat semua nyawanya," gumam Ipul.

Di rumah sakit, Ikbal menghubungi satu persatu keluarga Agung dan Rafi bahkan Putra yang ia punya nomornya melalui telepon. Ikbal memberitahu dan menjelaskan semuanya, sekaligus memberikan saran agar datang ke rumah sakit yang ia sarankan kepada mereka. Semua keluarga dari tiga temannya, langsung beranjak pergi ke rumah sakit serentak. Ikbal mondar-mandir karena memikirkan keselamatan tiga temannya, sesekali ia duduk di kursi yang sudah tersedia sambil memegang kepalanya.

Beralih pada Zayn dan yang lain. Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung memarkirkan sepeda motornya. Kemudian langsung bergegas masuk ke dalam rumah sakit, di sana Zayn bertanya kepada pelayanan di rumah sakit.

"Permisi, ruang UGD berada di mana?" tanya Zayn tergesa-gesa.

"Mari saya antarkan," jawaban pelayanan dari rumah sakit.

Zayn dan yang lain mengikutinya berjalan dari belakang, pada saat itu timbullah rasa traumatis di dalam diri Ipul.

Suci Dalam Debu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang