Ungkapan

49 47 3
                                        

Beberapa orang yang mendampingi Ziva duduk di atas tikar yang sudah di letakkan. "Silakan duduk, Mas," pinta Ibu Ziva. Sang Ibu bergegas meninggalkan Ziva dan orang yang sedang bersama Ziva. Ketika di tunggu-tunggu, ternyata Ibunda Ziva membawa beberapa gelas teh hangat. "Silakan diminum dulu tehnya," tawaran Ibunda Ziva. "Terimakasih, Buk," respon Polisi yang sedang menyamar menjadi orang biasa.

Ibu bertanya, "Tadi kamu mau bicara mengenai apa? Tentang apa?" Ziva menarik nafas sangat dalam lalu dikeluarkan kembali secara perlahan. "Bapak ke mana, Buk?" tanya Ziva. Ibu menjawab, "Ada. Bapakmu sedang bekerja di sawah." Ziva meminta maaf terlebih dahulu kepada sang Ibu. "Sebelumnya aku minta maaf belum bisa membahagiakan Ibu dan bapak," ujar Ziva. Ibu kembali bertanya, "Bilang saja? Apa yang ingin kamu bicarakan kepada Ibu?" Ziva memendam rasa kesedihannya dan berusaha menahan air matanya.

Ziva langsung mengatakan yang sejujurnya. "Sebenarnya Ziva datang ke sini bersama Polisi dan mereka orangnya. Aku membuat kesalahan telah membunuh tiga nyawa teman sendiri hingga tewas dan sekarang aku diberikan kesempatan selama lima hari saja untuk hidup. Sebelum aku dihukum mati, Ibu dan keluarga besar tunggu saja di sini karena nanti jenazahku di makamkan di sini. Aku minta maaf belum bisa menjadi anak yang baik semoga Ibu memberitahu tentang hal ini kepada keluarga," ungkapan Ziva membuat sang Ibu terkejut dan menangis.

"Siapa yang mengajarimu menjadi seorang pembunuh!" tegas sang Ibu dengan menitihkan air mata. Ziva menjawab, "Aku melakukan ini semua karena dendam kepada salah satu temanku ketika kalah taruhan bermain judi." Sang Ibu hanya menggelengkan kepalanya sekaligus bersedih ketika mengetahui ungkapan Ziva. "Aku minta maaf, Ibu. Ini semua salahku. Sebelum aku mati semoga Ibu dan keluarga besar mampu memaafkan kesalahanku," harap Ziva.

Sang Ibunda memeluk Ziva dengan kasih sayang. "Ibu sudah memaafkanmu, Nak. Gimana pun kamu tetap anak Ibu," ucap Ibunya. Ziva turut bersedih ketika mendengarkan ucapan dari sang Ibunda. Polisi yang mendampinginya, ikut terharu dengan suasana Ziva bersama Ibunya.

"Sudah selesai? Sekarang kita kembali ke kantor lagi dan selama lima hari anda tetap tinggal di tahanan," ujar Polisi yang sedang bersamanya. Ziva menjawab, "Berikan saya sedikit waktu untuk melepaskan rasa rindu saya kepada Ibu." Ziva menenangkan Ibunya. "Sudah, Ibu. Kita akan bertemu di surga," tutur Ziva. Tiba-tiba saja Ibunda Ziva langsung pingsan di pelukan anaknya. Polisi membantu Ziva untuk membaringkan Ibunya di samping Ziva.

Ziva dan Polisi menyadarkan sang Ibu dari pingsan. Hanya dalam waktu beberapa menit saja, Ibunda Ziva langsung tersadarkan kembali. Kemudian duduk lalu menatap Ziva, tak lama langsung menangis. "Ibu, sudahi nangisnya," pinta Ziva. Ibu menjawab, "Sesak dadaku ketika mengetahui anaknya dihukum mati." Polisi berusaha membantu Ziva untuk menenangkan sang Ibunda tercinta.

Kabar buruk seakan-akan membuat Ibunda Ziva sangat kehilangan anak sulungnya, sekalipun Ziva masih berada bersamanya. Ziva dan sang Ibu berbicara satu sama lain mengenai vonis hukuman Ziva. Ketika hampir menjelang sore, Polisi kembali mengusulkan Ziva. "Sudah saatnya kita pulang," ucap Polisi itu. Ziva mengatur nafas perlahan. "Ibu sekarang waktunya sudah habis mengunjungimu di sini. Saya akan segera kembali ke kantor Polisi," pamit Ziva.

Ziva langsung berpamitan kepada sang Ibu, kemudian di susul oleh Polisi yang mendampinginya. Sebelum bergegas keluar, Ziva memeluk sang Ibu dengan sangat erat dan meminta maaf sekali lagi kepada Ibunda. Ibu memaafkan Ziva dan mengikhlaskan kepergiannya,  di kala itu Ziva langsung bergegas keluar rumah di dampingi oleh Polisi, kemudian kembali masuk ke dalam mobil.

Suci Dalam Debu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang