Ziva, Ipul, Hendrik, Ikbal dan seluruh teman satu tongkrongan saling merangkul satu sama lain. Ziva izin untuk pulang ke kontrakan yang ia tempati. Ziva berpamitan, "Gue sama anak-anak yang lain mau pulang ke kontrakan nih ... Loe mau ikut nggak?" ajakan Ziva kepada Hendrik.
Hendrik menjawab, "Nggak deh ... Gue ingin di rumah aja." Ziva memaklumi keinginan Hendrik, kemudian mereka beramai-ramai pergi keluar dari rumah Hendrik dan mengendarai sepeda motor masing-masing dengan saling berboncengan. Di dalam perjalanan Irfan mengobrol dengan Ziva, kebetulan Irfan di boncengi oleh Ziva. "Untung saja loe baikan sama Hendrik ... Lega hati gue," celetuk Irfan. Ziva bertanya, "Kenapa?" Irfan menghela nafas kemudian menjawab, "Gue nggak mau pertemanan kita hancur."
Ziva berkata, "Tenang saja ... Gue tahu apa yang harus gue lakukan dan loe tahu sendiri kalau watak gue keras pada siapapun bahkan seringkali terbawa emosi." Irfan memaklumi sifat dan waktu Ziva dengan penuh kerelaan. Ziva dan teman-temannya mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba saja ada mobil polisi yang bertugas untuk memantau area jalan raya umum. "Bro ... Ada polisi di belakang kita sepertinya mereka mengejar," bisik Irfan.
Kemudian Ziva memberikan isyarat kepada teman-temannya yang posisinya berada di samping, menggunakan tangan kanannya. Mereka mengetahui dan peka dengan isyarat yang di berikan oleh Ziva. Mereka beramai-ramai mengendarai dengan kecepatan tinggi di atas rata-rata untuk menghindari dari kejaran polisi.
Di kala itu salah satu anggota polisi yang berada di dalam mobil langsung menduga-duga seraya berkata, "Sepertinya mereka sedang melakukan balap liar di jalan raya ini ... Kejar saja anak muda yang melanggar aturan lalu lintas agar tidak membahayakan para berkendara lain yang melintasi jalan ini."
Sedangkan Ziva dan seluruh temannya mempercepat dalam berkendara. Sehingga mereka mampu menghalau dari kejaran polisi. Para polisi yang bertugas di malam itu, tidak dapat menemukan sekelompok pria yang mereka kejar dan akhirnya para anggota polisi memutuskan untuk melanjutkan bertugas menjaga jalan raya umum sahaja.
Sesampainya di kontrakan, Ziva bersama temannya yang lain memarkirkan sepeda motornya masing-masing di depan halaman kontrakan. Kemudian mereka beramai-ramai masuk ke dalam kontrakan, lalu mengunci pintu. "Sumpah hari ini gue benar-benar lelah banget ... Untung saja polisi nggak menemukan posisi kita sekarang," keluhan Ziva. Ipul menyahut, "Gue dari tadi di sepanjang perjalanan udah khawatir banget ... Hampir senam jantung tahu nggak loe."
Irfan langsung berucap, "Bukan loe aja ege ... Kita semua hampir jantungan." Ziva hanya tertawa ketika mendengar ucapan teman-temannya yang sudah kewalahan panik ketika dalam situasi yang membuat mereka ketakutan. Ziva sangat heran ketika melihat Ikbal yang tampak biasa saja ketika menghadapi situasi sulit. "Gue heran sama loe sumpah ... Loe terlihat santai saja tanpa ada rasa takut sedikitpun sewaktu kita hampir di kejar polisi," ujar Ziva.
Ikbal tersenyum menatap Ziva lalu menjawab, "Lantas apa yang harus gua takuti? Kita di kejar polisi karena salah paham mereka dan loe tahu? Mungkin aja polisi yang mengejar kita mereka mengira kalau kita sedang balap liar." Ziva terdiam dan berpikir sejenak. "Kemungkinan juga ada benarnya ucapan loe," sanggahan Ziva.
Ziva terasa sangat kehausan. Irfan yang peka jika teman-temannya sedang merasakan haus, dengan sigap ia bergegas ke dapur dan mengambil beberapa gelas. Kemudian mengambil air putih yang tersimpan di dalam kulkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suci Dalam Debu (TAMAT)
Fiksi UmumBerawal dari kehidupan seorang pria yang hidupnya di penuhi oleh pergaulan bebas dan kejahatan yang dia lakukan kepada temannya sendiri, bahkan terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh pria tersebut. Di sebabkan karena rasa dendam kepada salah satu...