Ziva mengucapkan selamat tinggal kepada Ibunya. Ketika sudah di dalam mobil, sesekali Ziva menatap ke arah Ibu yang ada diluar dari kaca jendela. Ia melihat sang Ibu menangis, Ziva tak kuasa menatap sang Ibu. Kemudian mobil berjalan menuju tempat tahanan yang dikendarai oleh Polisi.
Di dalam perjalanan, Ziva menangis. Salah satu Polisi yang berada di sampingnya bertanya, "Anda nangis kenapa, Mas?" Ziva menjawab, "Aku teringat Ibuku." Ziva langsung ditenangkan olehnya. "Sekarang kamu mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon ampunan ... Sekaligus memperbaiki diri sebelum menjelang hari kematian," saran Polisi itu.
Pintu hati Ziva langsung tercerahkan, ia merasa bahwa dirinya sudah jauh dari Tuhan. Sehingga ia merencanakan untuk memperbaiki diri sebelum jelang kematiannya. "Ada benarnya juga saran dari Polisi itu, gue sudah jauh dari Tuhan. Akan tetapi masih bisakah Tuhan mengampuni seorang pendosa seperti gue? Kini dosa gue benar-benar sangat banyak dan gue malu di hadapan Tuhan," gumam Ziva dalam hati.
Ziva memberanikan diri untuk bertanya kepada Polisi tersebut. "Pak, apakah taubat seorang pendosa masih bisa di terima?" tanya Ziva. Polisi tersenyum menatap Ziva. "Taubat masih bisa diterima kecuali jika nyawamu sudah dikerongkongan ... Mau sebesar dan sebanyak apapun dosamu yang pernah kamu lakukan jika kamu bertaubat insyaa Allah taubatmu akan diterima oleh Allah," pesan nasihat Polisi kepada Ziva.
Tiba-tiba saja mobil berhenti di sebuah parkiran. "Sudah sampai, ayo keluar," ucap Polisi. Ziva keluar dari mobil bersama beberapa anggota Polisi lain yang mendampinginya. Ziva dibawa ke sebuah ruangan tahanan narapidana khusus yang divonis hukuman mati. Sesampainya di dalam ruangan, Ziva melihat seseorang yang sudah berada di ruangan tahanan tersebut. Seorang narapidana itu menghampiri Ziva lalu memperkenalkan dirinya. "Siapa lo? Kenalin gue Arif dan gue dipenjara di sini selama beberapa hari," sapa seorang pidana yang bernama Arif kepada Ziva.
Ziva balik memperkenalkan dirinya. "Gue, Ziva. Gue baru saja masuk ke dalam ruangan ini," respon Ziva. Arif bertanya, "Kasus lo apaan? Sampai bisa masuk ke dalam ruangan ini?" Ziva menghela nafas lalu memberikan jawaban, "Pembunuhan berencana."
"Kalau lo kasus apa? Sampai masuk ke dalam ruangan ini juga?" tanya Ziva. Arif menjelaskan, "Kasus gue banyak. Di antaranya pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, dan bandar narkoba." Ziva terkejut ketika mendengarkan kasus seorang narapidana yang lebih parah darinya. Kemudian Ziva bergumam, "Terimakasih Ya Allah. Ternyata diri hamba tidak separah orang ini." Ziva melihat keseluruh ruangan. "Lho, nggak ada tempat atau pakaian untuk solat?" celetuk Ziva dengan bertanya-tanya.
Ziva memanggil penjaga ruang tahanan tersebut. "Permisi, Pak. Apakah ada tempat untuk solat?" tanya Ziva. Penjaga tahanan khusus langsung bergegas pergi tanpa menjawab pertanyaan Ziva. Ziva yang sedang kebingungan sudah pasrah dengan keadaannya yang seperti itu. Tiba-tiba saja petugas penjaga tahanan memberikan Ziva pakaian muslim, sarung, peci, dan sajadah.
"Terimakasih, Pak. Tapi tempat wudu di sini ada tidak?" tanya Ziva kembali. Petugas penjaga tahanan menjawab, "Mari saya antarkan." Tetapi Ziva terlihat sangat kebingungan. Arif yang sedang bersandar langsung menghampiri Ziva. "Kenapa muka lo bingung begitu?" tanya Arif. Ziva menjawab, "Gue bingung aja. Di sini ada jam nggak sih?" Ziva bertanya agar tidak sembarang solat.
Arif menunjuk ke arah dinding atas. "Lo lihat aja jam yang ada di sana," ujar Arif. Ziva melihat dinding yang di tunjuk oleh Arif. "Oh, ternyata sudah pukul tujuh malam," celetuk Ziva. Kemudian Ziva keluar dari kurungan penjara dan ia di antarkan oleh petugas tahanan menuju khusus tempat wudu yang ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suci Dalam Debu (TAMAT)
General FictionBerawal dari kehidupan seorang pria yang hidupnya di penuhi oleh pergaulan bebas dan kejahatan yang dia lakukan kepada temannya sendiri, bahkan terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh pria tersebut. Di sebabkan karena rasa dendam kepada salah satu...