Beban Pikiran

66 67 6
                                    

Zayn berbicara di hadapan jenazah Ipul. "Tenang di alam sana, Pul. Kita semua datang ke sini untuk mengunjungi loe yang terakhir kalinya," ucapnya. Ziva tak kuasa melihat Ipul, tiba-tiba saja penglihatan Ziva buram kemudian ia tak sadarkan diri. Ziva di baringkan ke sofa oleh keluarga Ipul. Zayn dengan sigap berusaha untuk menyadarkan Ziva dari pingsan, di bantu oleh beberapa saudara dari almarhum Ipul.

"Loe kenapa pingsan lagi sih, Ziv. Bikin kita semua khawatir loe," celetuk Zayn. Ziva belum tersadar dari pingsannya, Zayn mencoba memberikan minyak angin yang sudah di berikan oleh saudara almarhum Ipul untuk Ziva dengan cara mendekatkan minyak tersebut ke hidung penciuman Ziva.

Di saat Ziva pingsan, Ikbal memberikan usulan kepada Zayn. "Coba deh loe ambil handphonenya dia dan hubungi ceweknya," usul Ikbal. Zayn langsung merogoh saku celana Ziva kemudian mengambil handphone milik Ziva. Zayn membuka handphone Ziva. "Handphonenya nggak di kunci," ujar Zayn. Ikbal menyahut, "Loe buka aja."

Zayn mulai mencari nomor telepon melalui kontak di handphone Ziva. "Mana sih nomor ceweknya," celetuk Zayn. Samsul menjawab, "Cari aja biasanya Ziva bucin banget kalau punya cewek ... Siapa tau ada lambang emoticon lovenya." Zayn mencari-cari nomor telepon kekasih Ziva.

"Oh, iyaa. Sudah ketemu nih nomornya," ucap Zayn. Ikbal memberi saran, "Yasudah sekarang loe hubungi aja dia dan beritahu ke ceweknya kalau Ziva sering pingsan." Zayn mencoba menghubungi kekasih Ziva. Ia menunggu panggilan telepon di angkat oleh kekasih Ziva. "Lama banget di jawabnya," gerutu Zayn. Alhasil panggilan telepon tidak di angkat oleh kekasih Ziva.

Kemudian Zayn mencoba sekali lagi menghubungi kekasih Ziva, ia menunggu selama beberapa detik. Tak lama kemudian, panggilan telepon di angkat oleh kekasih Ziva.

"Halo, sayang. Maaf banget aku baru bisa angkat telepon kamu."

"Gue bukan Ziva."

"Hah? Zivanya ke mana?"

"Gue temannya Ziva. Nama gue, Zayn."

"Lho, terus Zivanya ke mana? Kenapa loe yang pakai handphone dia?"

"Ziva pingsan dan handphonenya gue pinjem sebentar buat beritahu ke loe."

"Kenapa dengan cowok gue? Dia sakit apa? Kok bisa pingsan?"

"Sekarang ini dia sering banget pingsan dan melamun. Gue juga nggak tahu apa penyebabnya dia seperti itu, nggak biasanya Ziva begitu."

"Sekarang posisi loe sama Ziva di mana?"

"Gue lagi di rumah almarhum Ipul. Kebetulan teman tongkrongan gue meninggal dunia."

Icha sangat khawatir ketika mengetahui kabar dari seseorang jika Ziva sering pingsan. Ia menahan sedihnya agar tidak di ketahui oleh temannya Ziva.

"Kirim alamat loe sekarang. Gue mau antar Ziva ke kontrakannya."

"Nggak usah. Loe tenang aja jangan khawatir, Ziva nggak akan kenapa-napa."

Icha langsung mematikan telepon tanpa sebab. Icha menangis sejadi-jadinya karena kepikiran tentang kondisi Ziva saat itu. "Kesal banget gue ... Kenapa nggak kasih tahu aja alamat lokasinya padahal gue cuma ingin membawa Ziva pulang kontrakannya," gerutunya.

Beralih pada Zayn yang terkejut ketika teleponnya di tutup tanpa sebab oleh Icha. "Lah teleponnya mati sendiri ... Nggak jelas nih ceweknya Ziva," pungkas Zayn. Tak lama setelah itu, Ziva tersadar dari pingsannya.

"Bro, Ziva udah sadar," celetuk Samsul. Ziva terbangun duduk, sesekali ia melihat sekelilingnya dengan memegang kepalanya. "Masih pusing banget kepala gue," keluhan Ziva. Zayn menatap Ziva dengan tatapan kasihan dan sedih. Zayn memberikan saran, "Yasudah loe istirahat dulu sejenak di sini dan tenangkan pikiran loe ... Jangan memikirkan yang aneh-aneh." Ziva menerima saran dari Zayn. Ziva menganggukan kepalanya saja tanpa berbicara.

Ziva menanggung beban pikiran di dalam isi kepalanya. Ia memikirkan tentang kesalahannya dan sosok yang seringkali meneror dirinya.


Suci Dalam Debu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang