AB-ES|| Chapter 46.

114 10 1
                                    

Tolong tandai typo teman!
______________________

Saya kangen sama kalian yang aktif comment di setiap paragraf, :,(

Seorang perempuan yang masih berada di usia dua puluh tahunan itu sekarang sedang duduk termenung dalam kesendiriannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang perempuan yang masih berada di usia dua puluh tahunan itu sekarang sedang duduk termenung dalam kesendiriannya. Gamis dan hijab yang menjuntai panjang menutupi tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya yang cantik seakan dikuasai oleh hawa mendung, kesedihan masih tercetak jelas di sana.

Perempuan itu menatap dengan sendu ke arah wanita muda yang sedang menggendong bayi yang terlihat seperti anaknya. Bagaimana cara mereka berintereksi, bagaimana cara anak itu tersenyum dan tertawa melihat sang Ibu, dan bagaimana kecerian di wajah keduanya tak luput dari pandangan perempuan ini.

Menghela napasnya pelan, ia menunduk menatap perutnya sendiri. Mendaratkan tangan kanannya di sana dan mengusapnya pelan. Semakin lama, matanya terasa perih dan memerah. Tenggorokannya terasa tercekat, dan tak lama, kedua matanya terasa mengabur dan berembun. Ia kembali menangis hanya dengan melihat pemandangan itu.

Isakan demi isakan perlahan mulai terdengar pelan. Sore itu, taman ini menjadi saksi bagaimana perempuan itu menangis menumpahkan pedih di hatinya. Dirinya cukup sensitif terhadap hal demikian.

Tidak lama, ia merasakan bahunya dipegang oleh seseorang. Ketika mendongak, bisa dilihat lelaki yang selama ini menjadi penyemangatnya berdiri di sebelahnya, dan tak lama mengambil tempat tepat di samping perempuan itu.

"Menangislah jika itu membuatmu tenang. Gunakanlah bahuku untuk bersandar. Aku akan tunggu sampai kamu selesai."

Tidak perlu waktu lama, perempuan itu menuruti apa perkataan lelaki itu. Menangis sepuasnya. Menumpahkan kepedihannya sampai tak tersisa. Bahkan sesekali ia meremat baju bagian dada lelaki itu, menunjukkan seberapa terluka ia sekarang. Tidak perduli dengan tatapan mata orang-orang kepada mereka, lelaki itu tetap setia menunggu perempuannya menangis sambil mengusap punggungnya dengan lembut.

Tanpa sadar, mata lelaki itupun mulai berkaca-kaca mendengar suara pilu perempuan yang kini sudah ada di dekapnnya. Namun, ia berusaha sekeras mungkin untuk tidak menjatuhkannya. Dirinya harus kuat, kalau ia ikut menangis, siapa yang akan menenangkan perempuannya?

Setelah puas, perempuan itu menarik diri dari dekapan lelaki tersebut. Mata bengkak, hidung, bibir, dan pelipis merah, bekas air mata tercetak jelas di wajah polosnya yang tanpa make up, pinggiran hijab di sekitaran wajahnya pun ikut sembab. Sesekali, ia juga mengatur napasnya yang masih tersenggal akibat menangis.

Melihat kaos yang tadi ia remat kusut dan basah, perempuan itu menunduk merasa bersalah. Namun, bibirnya harus kembali terkatup saat ucapan yang bahkan belum ia keluarkan sudah terpotong oleh suara orang yang sudah memberikan sandaran untuk ia menangis, menenangkan diri.

"Ini hanya kaos. Tidak perlu merasa bersalah. Ini basah bisa tinggal diganti. Tapi kini aku lebih tenang saat melihatmu juga merasa tenang."

Senyum tulus terbit di kedua bibir manusia yang saat ini sedang bertatapan. Menatap penuh kagum satu sama lain. Dalam hati mereka tak hentinya mengucap syukur kepada Tuhan karena telah dipertemukan dengan cara yang indah.

Assalamu'allaikum Bestie! -Eh SUAMI!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang