"Apaan sih lu gajebo banget. Halo? Halo?", terdengar suara perempuan itu judes berbicara di ponsel Mas Yangsa. Aku sengaja diam tak bersuara, hanya ingin tahu siapa yang aku dengar ini sebenarnya. Sesaat kemudian baru terdengar suara Mas Yangsa yang seakan datang dengan setengah berteriak mengatakan "Ehhh, ngapain lu?", lalu terdengar bunyi tuut tuut tuut. Panggilan itu pun mendadak terputus. Aku menghitung 1 sampai 10, aku yakin Mas Yangsa pasti akan balik meneleponku. Benar saja tak lama masuk juga panggilan telepon darinya. Kubiarkan dan sengaja tak kujawab karena terlanjur kesal dengan kenyataan bahwa kejutanku tak sesuai rencana. Terpantau Mas Yangsa seakan mulai khawatir karena berulangkali terus menelepon. Tak lama dia pun mengirimiku sebuah pesan. "Dulce, kamu di mana? Kok barusan gak kena roaming panggilan teleponnya? Kamu di Indonesia?". Kubaca pesan itu tanpa membalasnya, kemudian kuputuskan untuk pulang saja. Sesampai di rumah ayah dan ibu terkejut dengan kepulanganku yang tiba-tiba. Aku berdalih ingin memberi kejutan sehingga sengaja tak mengabari mereka sebelumnya. Syukurnya alasanku itu dapat diterima, sesaat kemudian ayah dan ibu menyambutku dengan pelukan sebagai ungkapan selamat datang kembali di rumah.
"Merayakan kepulangan adik, malam ini kita dinner di luar saja ya", pinta ibu padaku dan ayah. Sudah lama memang kami tak pergi ke luar bersama. Apalagi semenjak aku dan kak Miraj kuliah nan jauh di sana. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, kami pun sepakat untuk makan malam bersama di restoran favorit dengan suasana live music. Tak butuh waktu lama setibanya di sana kami langsung memesan menu favorit keluarga. Sambil menunggu makanan datang aku sengaja melakukan panggilan video dengan kak Miraj yang tak bisa ikut berkumpul karena masih sibuk dengan urusan kuliahnya. 20 menit berselang pesanan makanan pun datang dan langsung segera disajikan. Sebelum mulai seperti biasa ayah memimpin doa dan setelahnya baru kami nikmati makan malam bersama sembari bicara santai tentang keseharianku selama berkuliah. Aku pun bercerita apa adanya ketika ayah dan ibu bertanya apa yang aku rasa. Jujur kukatakan aku jauh lebih nyaman berada di Indonesia. Tapi kembali lagi aku percaya bahwa segala sesuatu sudah sesuai takdirnya dan yang aku bisa hanya berusaha dengan baik untuk menjalani setiap prosesnya.
Sesaat sedang santai berbincang dan menikmati makanan tiba-tiba perhatian kami semua teralihkan dengan seseorang perempuan yang sedang bernyanyi di atas panggung. Alunan musik yang mengiringi saat itu, seakan sulit untuk sejalan dengan suaranya yang (mohon maaf) terdengar cukup fals sehingga terkesan menyiksa telinga siapa saja yang mendengarnya. Beberapa tamu yang ada di meja lain terlihat tak nyaman dan ada juga yang berteriak memintanya untuk turun panggung dengan segera. Tapi seakan tak merasa canggung, perempuan itu tetap bernyanyi dan terlihat asyik sendiri dengan penampilannya. Seketika suasana pun jadi tak kondusif, banyak tamu yang tiba-tiba terlihat meninggalkan makanan yang sedang mereka nikmati. Tak lama terlihat dari kejauhan seorang pria naik ke atas panggung dan seakan menarik paksa perempuan yang dari tadi asyik bernyanyi. Masih dengan mic yang dia pegang, perempuan itu terkesan marah dan tak senang diminta menepi untuk berhenti. Terlihat ayah dan ibu juga mulai merasa tak nyaman dan kemudian mengajakku untuk segera pergi. Tak ingin ikut-ikutan orang lain, aku tetap santai menikmati makan malamku sambil tertawa sendiri seakan tak peduli dengan apa yang terjadi. Semakin lama perempuan itu terlihat semakin histeris, terkesan ingin menjadi pusat perhatian semua orang yang melihatnya. Pemandangan yang begitu random itu akhirnya sedikit membuatku merasa miris, kupikir mungkin perempuan itu sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.
Setelah menghabiskan makan malam di hari itu, ayah ibu dan aku pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Saat hendak ke luar area parkir, tak sengaja pandanganku dari dalam mobil tertuju kepada perempuan yang sebelumnya histeris terlihat sedang berdiri di depan restoran. Entah mengapa aku begitu ingin kepo kepadanya yang terlihat seakan sedang menunggu seseorang. Tak lama benar saja, terpantau seorang pria dengan motor datang menghampirinya. Namun seakan sulit untuk percaya, kudapati perawakan pria itu amat sangat mirip dengan Mas Yangsa. Aku terus menoleh dan memastikan kembali yang kulihat itu apakah benar dia. Namun sesaat kemudian mobil yang membawaku berlalu dan pergi meninggalkan mereka. Rasanya tak mungkin aku meminta mobil yang dikemudikan ayah saat itu untuk kembali ke sana. Dengan berusaha positif thinking saat itu, aku segera mengirim pesan pada Mas Yangsa. "Kamu di mana?". Kutunggu beberapa waktu, dia tak juga membalas pesanku. Dengan mulai agak cemas dan berpikir ke sana ke mari aku kembali mengiriminya pesan. "Awi, kamu lagi sama siapa? Jujur aja!".
Hampir aku tiba di rumah, Mas Yangsa tak juga membalas pesanku malam itu, dengan gemas aku pun menelepon dia sesaat masuk ke dalam kamarku. Tiga kali telepon itu berdering baru kemudian dia menjawabnya. "Hallo, Dulce aku baru sampe rumah. Tadi aku ke luar sebentar ada perlu. Maaf gak bilang dulu. Kamu juga ke mana? Gak kabarin aku hampir seharian". Belum selesai Mas Yangsa bicara, langsung kututup teleponnya dengan segera. Rasanya apa yang aku lihat sudah cukup menjelaskan semuanya. "Aku mau kita putus!", kukirimkan pesan itu pada Mas Yangsa. Iya di tanggal 22 Desember 2017, tepat di malam hari ulang tahunnya. Rencanaku untuk memberinya kejutan malah berakhir dengan kata perpisahan. Sebenarnya saat itu, mungkin aku hanya emosi sesaat dan berharap Mas Yangsa tak benar-benar akan menyetujuinya. Tapi, entah mengapa dari malam itu dia tak juga meresponku bahkan tak membalas pesan atau berusaha untuk kembali menghubungiku. Aku lagi-lagi galau dibuatnya. Jauh-jauh aku datang untuk bertemu Mas Yangsa, dia malah seakan tega dan sengaja memainkan perasaanku dengan sesuka hatinya.
Ada apa denganmu Mas Yangsa?
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Belum Siap
Romance"Saya terima nikah & kawinnya, Rasakasih Kamelia binti Bapak Samat Bharata dengan mas kawin 100 gram emas dan uang sebesar 1 Miliar Rupiah dibayar tunai. SAH!". Beberapa kali aku replay video pernikahan kami tahun lalu. Terbayang vibes kebahagiaan...