Jatuh Cinta

31 25 0
                                    

"Kalau kamu tanya aku, sudah pasti aku gak setuju Awi. Mohon maaf. Aku rasa kita belum terlalu butuh mobil baru", ucapku dengan tegas pada Mas Yangsa saat itu. Mendengar jawabanku seketika dia yang sebelumnya terlihat begitu sumringah mendadak jadi murung dan tak dapat menyembunyikan rasa kecewa. Melihat tingkahnya bagaikan anak kecil aku pun hanya tersenyum kepadanya saat itu. "Terimakasih ya Awi, kamu udah ajak aku ke sini. Suatu saat nanti kita pasti bisa balik lagi dan beli mobil yang tadi. Kuncinya satu yaitu sabar. Percaya deh sesuatu yang didapatkan dengan gampang pasti bakal mudah juga terlepaskan. Tapi, sesuatu yang sulit dicapai dan butuh pengorbanan pasti akan lebih berarti nantinya", ucapku pelan sembari terus menyemangati Mas Yangsa. Syukurnya saat itu Mas Yangsa mau menerima saranku. Tak lagi mendesak dan merengek bagai anak kecil, kami pun memutuskan untuk tak jadi membeli mobil baru pada hari itu.

"Udah kepalang kita di luar gimana kalau kita jalan-jalan?", bujukku pelan pada Mas Yangsa. Dengan wajah yang masih cemberut terlihat dia hanya terdiam sembari mengangguk pasrah. Tak ingin suasana kembali ribut, saat itu aku begitu berusaha untuk mengembalikan kembali mood ceria Mas Yangsa. "Kita ngemall aja yuk. Siapa tau tiba-tiba dapat ide buat bikin konten video", ajakku dengan penuh semangat. Akhirnya kami pun memutuskan untuk mengunjungi salah satu mall. Setibanya di sana kami pun langsung berkeliling menyelusuri berbagai tempat yang ada. Sampai akhirnya kami berhenti di sebuah pameran yang lumayan ramai. "Ada wedding expo ternyata. Mau coba lihat?", tanyaku pelan pada Mas Yangsa. Kembali tak mengatakan apa-apa dia hanya mengangguk dan menggandengku untuk berjalan masuk bersama. Di pameran itu terlihat macam-macam vendor yang menawarkan berbagai paket pernikahan mulai dari catering, dekorasi, gaun, makeup, dokumentasi foto dan sebagainya. Terlihat Mas Yangsa yang awalnya ogah-ogahan tiba-tiba jadi bersemangat mengajakku berkeliling ke sana ke mari. Seakan mendapat ide untuk muatan konten video berdua, saat itu Mas Yangsa bergerak dengan cepat untuk merekam aktivitas kami di sana.

"Makanannya enak, cuma dekorasinya aku kurang suka", bisik Mas Yangsa kepadaku. Mendengarnya saat itu aku hanya tersenyum lebar sembari memandang wajahnya. Tak lagi kusut dan cemberut, dia terlihat begitu antusias melihat-lihat berbagai vendor pernikahan bahkan sampai mencoba beberapa test food catering yang ada. Setelah cukup dirasa berkeliling dan mendapat berbagai hasil momen yang pas untuk dijadikan konten. Kami pun memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Dengan kembali mengendarai motor, sepanjang jalan kami pun berbicang-bincang sekaligus mereview kembali apa yang tadi sudah kami lihat dan lakukan di pameran. Saat itu kami terlihat sepaham mengenai beberapa hal. Tapi, ada juga saat di mana kami tak satu pemikiran. Misalnya saja untuk dekorasi pernikahan kami nantinya, Mas Yangsa benar-benar ingin semuanya terlihat mewah dan megah. Hal tersebut sangat bertolak belakang denganku yang lebih ingin semua terlihat simple dan sederhana namun tetap memberikan kesan mendalam dan penuh makna.

"Terimakasih ya buat hari ini", ucapku pelan sesaat kami sampai di depan rumah. Terlihat dia pun tersenyum kepadaku seraya mengucapkan terimakasih juga. Hari itu menjadi salah satu hari yang manis. Tanpa disengaja dan direncana kami bisa pergi mengunjungi pameran persiapan pernikahan. Aku juga sangat bersyukur, Mas Yangsa yang sebelumnya terlihat marah dan kecewa pada akhirnya bisa kembali semangat dan ceria. "Mau masuk dulu?", tanyaku sambil senyam-senyum pada Mas Yangsa. Seketika dia terlihat celangak-celinguk sembari memberi isyarat dengan menunjuk area parkir mobil ayah ibu dan kak Miraj yang kosong, menandakan mereka semua belum berada di rumah. "Aku langsung pulang aja ya. Gak enak, gak ada ayah dan ibu. Titip salam aja ya untuk mereka", ucap Mas Yangsa sembari mengelus kepalaku. Aku pun langsung mengiyakannya. Tak lama Mas Yangsa pun benar-benar pamit dan beranjak pergi. Aku pun langsung masuk ke rumah sembari senyam-senyum sendiri. Tiba-tiba terbayang mungkin kalau sudah menikah rasanya akan beda. Terpikir olehku bagaimana nantinya jika aku dan Mas Yangsa akan tinggal bersama dalam satu rumah. Pasti akan terasa seru sekali. Saat asyik melamun, mendadak aku dikagetkan dengan kak Miraj yang ternyata dari tadi berada tepat di belakangku. Melihatku yang terkejut karena terciduk senyam-senyum sendiri lantas kak Miraj pun jadi meledekku. "Hayo, adik cengar cengir dari tadi. Lagi mikirin apa sih?", tanya kak Miraj menggodaku. Sejenak aku tertawa dan jadi salah tingkah kemudian malah balik bertanya kepadanya, "Kakak sudah di rumah. Tapi kok mobilnya gak ada?", tanyaku heran pada kak Miraj. Dengan santai kak Miraj pun menjelaskan bahwa hari itu dia pulang lebih awal karena pasien yang datang ke Klinik tidak terlalu ramai seperti biasanya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan dia pun sengaja membawa dan menitipkan mobilnya ke bengkel untuk menjalani service bulanan.

"Oh iya dik, mumpung ada waktu luang. Kakak mau ajak adik bicara dan ngobrol tentang sesuatu boleh?", tanya kak Miraj dengan tiba-tiba kepadaku. Meskipun sejujurnya aku dalam keadaan lelah karena sudah pergi hampir seharian, namun rasanya tak mungkin aku menolak ajakan kak Miraj saat itu. Akhirnya kami pun sepakat untuk pergi ke Kedai Kopi dengan berjalan kaki yang letaknya berada di depan komplek tak jauh dari rumah. "Mau ngobrol apa nih kak?", tanyaku penasaran pada kak Miraj sesaat kami sampai di sana sembari menunggu pesanan kopi datang. Terlihat awalnya kak Miraj bingung dan malu-malu untuk menyampaikan sesuatu kepadaku. Setelah beberapa kali didesak akhirnya kak Miraj pun mengatakan apa yang ingin dia bicarakan. "Kakak kayaknya jatuh cinta dik. Tapi, kakak takut buat ungkapin semuanya", ucap kak Miraj dengan terbata-bata. Mendengarnya seketika aku tertawa dan tak menyangka. Pada akhirnya kudengar juga kak Miraj mengatakannya. Iya, selama ini kak Miraj yang kukenal tak pernah bicara sekalipun tentang cinta dikarenakan dirinya yang selalu mengutamakan pendidikan dan pekerjaannya di dunia kedokteran. "Seriously kak? Wah, senang sekali adik dengarnya. Siapa orangnya? Apa adik kenal sama dia?", tanyaku dengan penuh excited dan juga penasaran. Saat itu kak Miraj hanya menggeleng-geleng kepala karena salah tingkah sembari berusaha dengan keras untuk menutupi wajahnya yang mulai memerah. Pada akhirnya setelah aku dengan keras mendesaknya untuk segera memberitahuku, pelan-pelan kak Miraj pun mengungkapkan siapa perempuan yang bisa mengambil hatinya itu. "Dia salah satu pasien kakak, adik kenal kok sama dia. Dia..", ucap kak Miraj sengaja membuatku terus penasaran. "Dia siapa ka?? Ayolah!!", tanyaku dengan tak sabar. Dengan tertawa kak Miraj pun malu-malu menjawabnya. "Dia Megan". Mendengar kak Miraj menyebut nama itu sontak aku langsung terkejut bukan kepalang. Bagaimana tidak, kupikir kak Miraj hanya menggodaku saja. Namun, kenyataannya dengan penuh keyakinan kak Miraj mengatakan perempuan yang benar-benar membuatnya jatuh cinta adalah Megan. Masih tak percaya berkali-kali aku terus menanyakan keseriusan ucapannya itu.

"Seriusan ka? Megan salah satu pasien kakak dan aku kenal dia? Kakak bercanda! Kenapa harus dia? Kakak benar-benar yakin jatuh cinta sama dia? Megan adik tiri Mas Yangsa?"

(Bersambung)

Belum SiapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang