Cemburu

343 73 3
                                    

Hari itu aku galau seharian memikirkan kok bisa Mas Yangsa tak membalas pesanku. Dia juga seakan tak berusaha mencariku. Seketika aku jadi negative thinking. Mungkin bagi Mas Yangsa, aku memang seorang yang tidaklah penting. Berkali-kali aku membuka akun sosmedku. Mas Yangsa tidak juga "online". Huft, perasaanku benar-benar jadi tidak karuan. Mengapa dia yang biasa perhatian tiba-tiba malah menghilang tanpa kabar.
"DENGARKAN AKU, KUMERINDUKANMU!!!". Dengan caps lock jebol kujadikan status, lirik lagu dari band favoritku. Berharap Mas Yangsa bisa melihatnya dan kemudian membalas pesanku. Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu. Tidak ada tanda-tanda komentar atau pesan dari Mas Yangsa juga kepadaku. "Arghttt.. sue!!!". Teriakku reflek dan kesal. Tak kusangka tiba-tiba dari luar kak Miraj langsung datang mendobrak pintu kamarku. "Kenapa adik?". Terlihat kak Miraj yang panik dan juga khawatir. Seketika aku terdiam lalu menutup wajahku. Kak Miraj lalu tersenyum dan kemudian menenangkanku. "Adik, ada masalah? Mau cerita sama kakak?". Aku hanya menggeleng dan menahan kesal saat itu. "Kalau emang adik gak mau cerita gak apa-apa. Gini aja gimana kalau kita jalan keluar dan makan es krim", ajak kak Miraj yang berusaha menghiburku. Tanpa berpikir panjang. Aku pun langsung mengangguk setuju.

Tanpa berlama-lama aku dan kak Miraj langsung beranjak pergi ke Restoran Cepat Saji favoritku. Seperti biasa aku memesan es krim vanilla lembut bercampur remahan biskuit hitam. Sambil makan es krim suasana hatiku pun sedikit tenteram. Tapi, tiba-tiba ponsel kak Miraj berdering. Rupanya dia diminta datang ke Rumah Sakit untuk ikut operasi darurat. Tanpa kuhalangi kak Miraj pun pamit meninggalkanku. Tak ingin merasa garing sendiri, kuhabiskan es krimku saat itu, lalu aku memutuskan untuk beranjak ke Toko Buku yang jaraknya tak jauh dari situ. Sesampai di sana, aku pun langsung berkeliling untuk menemukan salah satu Novel favoritku. Namun, tiba-tiba langkahku terhenti karena dari kejauhan aku seperti melihat seseorang mirip Mas Yangsa sedang asyik berdiri sambil membaca buku. Aku yang penasaran lalu berjalan ke arah orang itu. Benar saja dia Mas Yangsa. Sontak aku menarik buku yang sedang dia baca dan mengagetkannya. "Kasih? Ngapain kamu di sini?", tanyanya reflek kepadaku. Mendengarnya bertanya begitu aku malah jadi emosi dan langsung bergegas ingin pergi. Namun, Mas Yangsa langsung mengejar dan mencegahku saat itu. "Kamu kenapa, kok marah?". Langkahku terhenti dan seketika wajahnya kupandangi. "Sumpah ya manusia ini benar-benar gak peka dan nyebelin parah!", gumamku dalam hati saat itu. Mas Yangsa sejenak terdiam, lalu pelan-pelan dia menuntunku untuk mengikutinya. Kemudian dia memintaku duduk di kursi panjang dekat patung badut ikon restoran cepat saji yang sebelumnya kukunjungi.

"Aku tanya lagi baik-baik ya sekarang. Kamu kenapa?", tanya Mas Yangsa kepadaku. Aku hanya terdiam dan enggan menatap wajahnya. "Mau diobrolin apa gak nih? Kalau emang kamu mau diam terus, yaudah lebih baik kita pulang", ucap Mas Yangsa kesal. Akhirnya aku pun mengeluarkan semua unek-unek yang aku pendam. Kukatakan beberapa hari sebelumnya aku merasa galau dan overthinking karena dia seakan menghilang tanpa kabar. Beberapa kali aku seperti menyalahkan dia yang tidak membalas pesanku. Padahal aku memang bertekad untuk fokus Ujian Nasional saat itu. Aku juga kecewa karena dia seakan tak berusaha mencari atau menemuiku. Mendengar keluh kesahku itu, terlihat Mas Yangsa juga tak sabar untuk menyampaikan sesuatu kepadaku. "Aku menghilang tanpa kabar? Kan kamu duluan yang bilang mau fokus ujian. Aku gak ada usaha? Asal kamu tau ya, sehari setelah baca pesanmu, besoknya aku langsung nyamperin kamu ke Primagaya. Tapi, ternyata apa? Jelas-jelas hari itu kamu lagi asyik berduaan. Oh, yaudah aku pikir kamu bukan mau fokus ujian. Tapi, memang mau fokus pacaran kan sama laki-laki itu", ucap Mas Yangsa menggebu-gebu penuh emosi. Mendengar dia marah, aku jadi tak menyangka. Seketika aku pun mengingat kejadian yang sebenarnya. "Maksudnya hari itu kamu lihat aku sama Brili? Brilian itu teman bimbelku. Kayanya kamu salah paham, sebentar biar aku jelasin". Pelan-pelan aku pun menjelaskan hari itu yang dia lihat tidak sesuai dengan kenyataan. Memang benar hari itu aku terlihat bersama Brili di tempat bimbel. Tapi, dia hanya menolongku yang hampir saja terjatuh karena terkejut mendengar suara petir. Yang ada justru aku menunggu dan mengharapkan kedatangan Mas Yangsa. Semenjak hari itu aku terus merindukannya.

Mendengar penjelasanku, Mas Yangsa seakan tersenyum lega. Entah apa yang ada dipikirannya saat itu. Tapi, dia terlihat tak lagi emosi dan menatap mataku dalam penuh arti. Pada akhirnya semua menjadi jelas bahwa selama ini aku dan Mas Yangsa memang salah paham. Kami pun saling meminta maaf dan mengakui kesalahan. Patung badut ikon restoran cepat saji pun seakan menjadi saksi bahwa hari itu kami saling belajar pentingnya komunikasi dan kepercayaan. Suasana yang tadinya sempat tegang pun kembali menjadi tenang. Beberapa kali kami saling meledek dan tertawa saat mengingat lagi kejadian yang sebenarnya. Seakan keceplosan aku pun tak sengaja bertanya kepada Mas Yangsa.

"Jadi, kamu cemburu ya sama aku? Tapi, status hubungan kita ini apa?"

(Bersambung)

Belum SiapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang