Kembali

31 25 1
                                    

"Apaan sih kak? Kenapa tiba-tiba kakak ngomong gak jelas?", tanyaku kesal saat itu pada kak Miraj. Dengan tegas kak Miraj pun mengatakan apa yang sudah dia dengar dari kak Alex. Sontak aku terkejut dan tak menyangka. Dengan tega kak Alex mengatakan kebohongan besar dan menuduh Mas Yangsa yang bukan-bukan. Bagaimana tidak? Tanpa malu kak Alex terkesan halu mengatakan sudah resmi berpacaran denganku. Dia juga mengatakan Mas Yangsa sengaja datang jauh-jauh hanya untuk kembali mengganggu hubunganku dan kak Alex saat itu. Dia juga seolah-olah bersaksi bahwa Mas Yangsa secara terus dengan sengaja merisakku sehingga membuat aku kelelahan menangis dan sebagai penyebab kejadian aku sampai pingsan saat itu. Ya Tuhan seketika aku tersadar ternyata kak Alex tak lebih dari seorang pembual. "Gak kaya gitu kak. Jelas-jelas tadi si Alex itu yang udah kasar sama aku. Dia tega tampar aku. Untung Mas Yangsa datang buat lindungin aku", ucapku dengan tubuh yang masih gemeteran. Mendengarku bilang begitu kak Miraj seakan bingung dan sedikit tak percaya. "Masa iya? Adik jangan ngarang. Jelas-jelas Alex yang telepon kakak tadi. Dia yang minta kakak datang sama petugas keamanan karena Mas Yangsa yang udah kurang ajar dan bikin keributan duluan", ucap kak Miraj seakan menjelaskan. Sekali lagi aku dibuat terperanjat. Saat itu manusia yang bernama Alex benar-benar membuat aku geram dan habis kesabaran.

Aku pun pergi meninggalkan kak Miraj saat itu, dengan sedikit berlari aku berusaha untuk dapat segera menyusul Mas Yangsa. Seakan Tuhan tahu siapa benar dan siapa yang salah. Kulihat ayah, ibu dan oma sedang bicara dengan petugas keamanan yang sedang membawa Mas Yangsa. Seketika aku berlari untuk juga bicara dengan mereka. "Tunggu!!!". Dengan setengah berteriak aku berusaha untuk menahannya. Kukatakan pada ayah dan ibu apa yang sudah terjadi saat itu. Dengan lantang aku beritahu mereka semua kejahatan dan kelakuan tidak menyenangkan dari manusia yang bernama Alex itu. "He's a liar!", dengan emosi tinggi aku berteriak menunjuk kearahnya. Ayah dan ibu terlihat marah mendengar semua fakta yang kuungkapkan. Apalagi saat tahu dia tega menyakitiku secara fisik dengan sengaja. Tak ingin dia terus berbuat sesuka hatinya, aku pun segera melaporkan kejadian tak menyenangkan itu kepada pihak berwajib untuk memberinya efek jera. Dengan melampirkan rekaman cctv sebagai bukti otentik Alex kemudian bisa diproses hukum untuk dapat mempertanggungjawabkan kelakuannya saat itu juga.

"Terimakasih, kamu udah lindungin aku. Maaf aku udah banyak buat kamu susah", ucapku pelan pada Mas Yangsa. Terlihat senyum yang meneduhkan terpancar dari wajahnya. "Aku udah dengar semuanya. Sebelumnya aku minta maaf. Aku sengaja diam-diam dengar semua obrolan kamu sama Alex waktu itu. Aku cinta kamu Kasih. Maafin aku sering buat kamu kecewa. Tapi, bagi aku kamu itu segalanya. Aku gak mau sampai kamu kenapa-kenapa apalagi sampai terluka". Mendengar Mas Yangsa bilang begitu aku semakin merasa bersalah. Terlebih saat aku merasakan sendiri usahanya untuk terus menjaga dan melindungiku dengan susah payah. Seketika aku pun jadi merasa malu dan bertanya pada diriku sendiri. Apa masih pantas aku mendapatkan cintanya Mas Yangsa yang begitu tulus dan sepenuh hati. Melihatku terdiam, dia berusaha untuk meraih tanganku. Kami pun kembali berpegangan tangan saat itu. Lagi dan lagi hari itu seakan menjadi saksi. Aku begitu mencintai Mas Yangsa dan aku pun bersyukur masih dapat merasakan perasaan yang sama darinya.

"Jangan gampang bilang putus dan minta pisah lagi ya!", pinta Mas Yangsa dengan lemah lembut kepadaku. Aku hanya mengangguk tanda mengerti dan setuju saat itu. Akhirnya kami kembali sama-sama belajar pentingnya keterbukaan. Niat hati ingin berusaha untuk memberikan kejutan belum tentu itu menghadirkan suatu kebahagiaan. Memang berulang kali komunikasi seakan menjadi hambatan kami dalam menjalani hubungan. Tak ingin kembali merasa kecewa, aku dan Mas Yangsa pun berusaha untuk terus mengingat semua yang sudah terjadi sebagai sebuah pengalaman yang berharga. "I love you", ucapku manja pada Mas Yangsa. "I love you more", jawabnya sembari tersenyum lebar kepadaku. Dengan kembali bergandengan tangan kami pun terus komit untuk bersama menjalani hari kami dengan penuh cinta.

Dan malam di hari itu seakan jadi malam yang spesial. Dengan formasi lengkap. Ayah, ibu, kak Miraj, oma, aku dan Mas Yangsa. Kami semua pergi untuk makan malam bersama. Canda tawa saat itu mengiringi suasana yang terasa begitu sempurna. Kami menikmati makanan yang ada dan sharing berbagai macam pembahasan. Sampai tepatnya kami bicara soal pengalaman makan yang unik dan tak terlupakan. Tiba-tiba ibu bercerita kejadian menarik saat makan malam bersama ayah dan aku saat itu. "Iya, waktu itu kita dinner bertiga di resto live music favorit. Makanannya enak, suasananya asyik. Tapi tiba-tiba ada perempuan nangis-nangis di atas panggung ya ayah. Kita semua sampai speechless.", ucap Ibu sambil tertawa dan bercerita. *Jleb, seketika aku teringat kejadian hari itu dan yang sebenarnya dimaksud ibu adalah Megan adik tiri Mas Yangsa. Tak ingin pembicaraan melebar ke mana-mana aku pun berusaha untuk secepat mungkin mengalihkannya. "Iya bu, tapi ayah sama ibu coba deh sekali-sekali makan di angkringan tenda. Itu lebih enak bu. Ada live musiknya juga dari pengamen yang lewat.", ucapku berusaha menganti topik bicara. "Ih, adik orang ibu lagi cerita. Terus gimana bu kelanjutannya? Perempuan itu nangis kenapa?", tanya kak Miraj penasaran. Usahaku ternyata sia-sia, bukannya berhasil mengalihkan pembicaraan yang ada, ibu malah terus melanjutkan cerita kejadian random di hari itu. Tanpa sadar Mas Yangsa pun seakan jadi tahu kejadian memalukan yang diceritakan ibu dan perempuan yang dimaksudkan itu mengarah kepada siapa. Terlihat Mas Yangsa mulai tidak nyaman mendengar obrolan yang ada. Sampai akhirnya keluar kata-kata yang sudah pasti begitu menyakiti hati Mas Yangsa. "Seriously? Seharusnya perempuan itu gak sampe begitu ya? Can't imagine sih seberat apa problem pribadi yang mungkin lagi dia hadapi atau mungkin background keluarganya juga bisa mempengaruhi", ucap kak Miraj yang tertarik untuk terus membahas kelakuan perempuan yang mereka tak tahu kalau itu sebenarnya adalah Megan yang merupakan adik tiri Mas Yangsa. "Benar kak, yang pasti ibu juga bergidik sendiri melihatnya. Inget ya kak, cari pendamping yang benar-benar terpilih dan teruji. Jangan seperti perempuan itu. Jangankan jadi menantu, rasanya jadi keluarga saja gak akan mungkin bisa deh untuk masuk di lingkungan keluarga kita", ucap ibu tanpa tahu kenyataan yang sebenarnya. Kulihat Mas Yangsa hanya terdiam, seketika aku bisa merasakan sakit hati yang teramat dalam yang sudah pasti saat itu dia rasakan.

Dan kami pun terus bercerita dan sharing tentang banyak hal. Sampai akhirnya ayah menanyakan pendidikan Mas Yangsa. "Saya sedang cuti kuliah dulu om, karena ada masalah keluarga. Kebetulan ekonomi keluarga saya sedang di bawah. Bapak saya sakit dan berhenti kerja. Jadi mau gak mau saya yang harus usaha untuk kelangsungan hidup semuanya", ucap Mas Yangsa dengan polosnya. Seketika terlihat ayah dan ibu saling pandang. Seakan menjadi sinyal, aku pun tahu yang mungkin mereka pikirkan. Selama ini Mas Yangsa yang aku kenal memang seorang pribadi yang selalu jujur dan apa adanya. Cuma aku tak mengira, di hadapan orangtuaku dengan polos dan tanpa filter Mas Yangsa benar-benar mengungkapkan semua kenyataan kondisi keluarganya. Mendengar kejujuran Mas Yangsa itu sudah pasti ayah dan ibu akan berpikiran jauh. Seketika ada penyesalan mengapa tak terpikir olehku untuk dapat bicara sebelumnya dengan Mas Yangsa. Namun, seperti pepatah mengatakan nasi sudah menjadi bubur. Kupasrahkan saja semuanya dan yakin hubungan kami yang jujur akan selalu tumbuh kuat dan subur.
Terlihat ayah menatap Mas Yangsa dengan wajah serius. Dan sesaat kemudian memberikan pertanyaan yang cukup menjurus.

"Jadi, kamu berhenti kuliah sementara? Lalu, rencana kamu selanjutnya apa?"

(Bersambung)

Belum SiapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang