Fakta

37 25 0
                                    

"Sumpah demi Tuhan, ayah juga gak tau siapa perempuan itu. Seinget ayah ini foto kemarin saat ayah mau beli hadiah ulang tahun pernikahan untuk ibu. Perempuan itu tiba-tiba datang menghampiri ayah. Dia seperti kasih saran perhiasan yang mana yang cocok untuk hadiah anniversary. Ayah gak mungkin mengada-ada. Kalau emang gak percaya silahkan buktikan. Di dalam laci meja kerja ayah, ada kotak perhiasan isinya kalung untuk ibu. Ada juga kartu ucapannya. Silahkan adik dan ibu lihat dan buktikan sendiri", ucap ayah dengan berusaha untuk menyampaikan yang sebenarnya. Tanpa berlama-lama kami pun sama-sama pergi ke Ruangan Kerja ayah. Saat itu di laci meja ayah memang benar-benar ditemukan sekotak perhiasan berisikan kartu ucapan Selamat Ulang Tahun Pernikahan untuk ibu. Aku menarik napas panjang. Berusaha untuk tetap berpikir positif dan yakin semua ucapan ayah adalah kebenaran. Namun, berbeda dengan ibu saat itu. Terlihat ibu masih belum menerima dan masih terlihat begitu sakit hati dan marah pada ayah. Aku pikir sebagai anak bukan urusanku untuk ikut campur pada rumah tangga mereka. Namun, tak ingin ke dua orang tuaku bersedih hati. Pelan-pelan aku berusaha untuk terus menenangkan ke duanya.

"Malam ini ibu mau tidur sama adik saja", ucap ibu dengan mata sembabnya. Benar saja malam itu ibu tidur di kamarku dan membiarkan ayah sendirian semalaman. Aku hanya tersenyum dan terus berusaha untuk terus menenangkan ayah dengan mengatakan semua akan baik-baik saja. "Ibu cuma perlu waktu. Ayah sabar aja dulu ya", bisikku pelan pada ayah. Terlihat ayah hanya mengangguk dengan wajah memelas pasrah. Sejujurnya aku begitu merasa kasihan pada ayah. Aku juga penasaran siapa perempuan yang ada di foto itu. Kalau dilihat-lihat perawakannya sedikit mirip dengan si Anika Gerah, perempuan gila itu. Seketika aku pun kembali teringat ucapan dan ancaman dia saat itu. Apa iya dia benar-benar senekat itu ingin menggoda seluruh keluargaku. Kalau memang benar, kupikir perempuan gila itu benar-benar sudah keterlaluan.

Keesokan paginya, hari itu adalah hari ulang tahun pernikahan ayah dan ibu. Namun, suasananya begitu akward. Terlihat ibu masih saja terdiam dan tak mau bicara dengan ayah. Namun, kami tetap sarapan bersama-sama. Kak Miraj dan Jelita istrinya yang menyempatkan datang pagi-pagi ke rumah untuk sarapan sekaligus merayakan anniversary ayah dan ibu pun dibuat bingung dengan apa yang telah terjadi sebenarnya. Tak ingin suasana terus diam aku pun mulai bicara. "Ayah ibu selamat hari anniversary. Terimakasih sudah menjadi contoh pasangan terbaik di dunia ini", ucapku dengan senyum lebar dan berusaha mencairkan suasana. Sama sepetiku kak Miraj dan Jelita pun mengucapkan selamat dan memberikan pelukan hangat. Tak seperti momen spesial yang begitu terasa bahagia, hari itu begitu berbeda. Tak tahan dengan suasana suram yang ada dengan lantang aku pun kemudian mengatakan, "Ibu, percaya sama ayah. Semua yang dibilang ayah benar. Ayah gak salah. Adik tau siapa penyebab masalah ini semua. Cuma adik perlu bukti. Jadi kasih adik waktu untuk cari tau dulu", ucapku dengan penuh keyakinan. Sejenak semua terdiam lalu ayah menghampiri ibu untuk kemudian memeluknya. Bersyukur suasana keluargaku saat itu kembali hangat. Ayah dan ibu tak lagi terlihat perang dingin. Kami pun merayakannya dengan bersiap untuk sarapan bersama. "Ting nong, ting nong, ting nong", terdengar bel rumah kembali berbunyi. Itu pasti Mas Yangsa. Syukurlah walaupun hampir terlambat, namun Mas Yangsa benar-benar menepati janjinya untuk datang pagi-pagi dan merayakan hari ulang tahun pernikahan ayah dan ibu. Kami pun sarapan pagi bersama dengan formasi lengkap. Kami bercanda dan tertawa bersama. Sampai akhirnya Mas Yangsa berbisik kepadaku bagaimana kelanjutan kasus ayah dan ibu. Saat itu aku hanya mengedipkan mataku seakan memberi isyarat akan aku jelaskan dan ceritakan semuanya setelah sarapan bersama. Kebetulan, karena kemarin tidak jadi pergi akibat keributan ayah dan ibu, pada hari itu aku dan Mas Yangsa akhirnya menjadwalkan ulang untuk bertemu beberapa vendor dan mengecek kesiapan tempat untuk acara lamaran pernikahan kami di Hotel Rich-Cason.

"Jadi maksud kamu ada yang sengaja mau jebak ayah?", tanya Mas Yangsa sambil menyetir sesaat kami berbincang di dalam mobil menuju Hotel Rich-Cason. "Iya, tapi aku gak mau nuduh-nuduh dulu. Makanya aku mau cari bukti yang benar-benar akurat dan tepat", jawabku pada Mas Yangsa dengan penuh keyakinan. Kami pun terus mengobrol dan bercerita panjang. Sampai akhirnya aku pun kembali mengingat ancaman yang diucapkan si Anika Gerah. Tak bermaksud hati untuk juga mencurigai Mas Yangsa. Namun, aku hanya mengingatnya agar lebih berhati-hati dengan kemungkinan perempuan gila itu akan benar-benar segera datang menggoda Mas Yangsa. Mendengarku bicara begitu Mas Yangsa terlihat tak nyaman bahkan bergidik ngeri. Saat itu kami sama-sama kompak berpikir kalau memang yang terjadi adalah ulah iseng si Anika Gerah itu, maka tak segan-segan kami akan menuntutnya di jalur hukum atas perbuatan yang tidak menyenangkan. Mas Yangsa pun berusaha untuk membantuku agar bisa segera mendapatkan bukti yang kuat, kalau memang selama ini perempuan itulah yang sengaja untuk mengganggu kami.

Sampai di Hotel Rich Cason, aku dan Mas Yangsa pun langsung mengecek lokasi dan tempat juga segala persiapan acara lamaran pernikahan kami. Kebetulan di sana semua vendor juga ikut berkumpul untuk melakukan technical meeting. Di acara lamaran dan pernikahan aku nanti, kami akan mengusung tema adat dicampur dengan modern. Untuk adatnya kami sepakat menggunakan adat sunda mengikuti darah keturunan keluargaku yang sebagian besar berasal dari Jawa Barat. "Nanti diawali oleh Lengser ya", ucap salah satu petugas wedding organizer (WO) pernikahan kami saat itu. "Lengser itu seperti apa ya?", tanya Mas Yangsa polos dan tak mengerti. Dengan begitu sabar petugas WO itu dengan detail menjelaskan. "Lengser itu semacam kakek-kakek yang akan bertugas menyambut tamu pernikahan. Ini contohnya seperti ini", jawab petugas WO sembari menunjukkan sebuah foto dokumentasi acara adat pernikahan orang lain. Aku yang sebenarnya sudah tahu rangkaian adatnya seperti apa tetap ingin kepo dan penasaran dengan ikut melihat foto yang sedang ditunjukkan. Namun, sesaat kemudian aku dibuat terperanjat. Dibuat begitu kaget setelah melihat kakek-kakek yang ada di dalam foto itu. Wajahnya tampak tak asing, lalu aku pun teringat dengan kakek tua yang tiba-tiba datang meramalku waktu itu. Seketika aku pun bertanya siapa dia. Dengan cekatan petugas WO itu pun kembali menjelaskan dan kemudian pada akhirnya mengungkapkan sebuah fakta yang cukup mengejutkan. "Oh, kakek itu Aki Japar namanya. Beliau emang sering mengisi acara pernikahan adat Sunda, kalau tidak salah Beliau juga aktif di dunia teater. Biasanya memang berperan sebagai Lengser alias kakek-kakek penyambut tamu". Mendengar apa yang disampaikan petugas WO saat itu pun aku benar-benar dibuat penasaran. Seketika aku pun langsung bercerita pada Mas Yangsa tentang si kakek itu yang kemarin tiba-tiba mendatangiku dan mengatakan hal yang aneh-aneh. Terlihat Mas Yangsa pun jadi ikut merasa penasaran. Tanpa pikir panjang kami pun langsung menanyakan alamat sang kakek untuk bisa dengan segera menemuinya. Lumayan agak berbelit-belit, petugas WO terlihat agak sulit memberitahu alamat kakek itu dikarenakan mereka pun hanya biasa berkomunikasi lewat ponsel. Namun, setelah dicari dari beberapa koneksi yang mereka miliki, akhirnya ditemukan juga tempat yang semacam basecamp di mana kakek itu dan kawan-kawannya biasa berkumpul. Setelah menyelesaikan technical meeting persiapan lamaran dan pernikahan hari itu, aku dan Mas Yangsa pun langsung bergegas pergi untuk mendatangi Aki Japar atau kakek tua yang membuat kami begitu penasaran. Tak ingin menunggu lama, aku dan Mas Yangsa pun berniat untuk segera menemui kakek itu untuk menanyakan,

"Apa motif dan tujuan kakek itu sebenarnya?"

(Bersambung)

Belum SiapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang