Kamu Childfree?

51 26 0
                                    

"Selamat pagi istriku", ucap Mas Yangsa sambil tersenyum kepadaku. Ya, Tuhan. Apa aku masih bermimpi? Saat itu, aku bangun dan melihat Mas Yangsa berada di sampingku sembari mengucapkan selamat pagi. "Bangun sayang. Masih kerasa lelah ya?", tanya Mas Yangsa sembari menggodaku. Aku pun tertawa saat itu. Rasanya lucu dan aneh. Namun, tiba-tiba aku sadar. Langsung aku turun dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi. Kulihat wajah dan penampilanku di cermin. Oh, tidak. Betapa malunya diriku. Wajahku begitu kusam, rambutku lepek dan acak-acakan, penampilanku terlihat sungguh berantakan. Padahal dari jauh-jauh sebelum menikah, aku bertekad untuk bangun lebih awal dari suamiku. Menyiapkan sarapan dan berpenampilan rapi juga wangi. Misiku gagal. Rasanya sungguh menyebalkan. Seketika saat itu, aku pun langsung mandi. Terdengar dari luar Mas Yangsa mengetuk-ngetuk pintu seakan khawatir dengan apa yang terjadi denganku. Aku yang panik sendiri sedikit berteriak kepadanya saat itu. "Sabar sayang, jangan deket-deket aku mau pupup (buang air besar) dulu". Sontak Mas Yangsa pun terdengar tertawa dan terbahak. Iya, bukannya romantis, kurang lebih begitulah situasi hari pertama yang terjadi padaku dan Mas Yangsa yang sudah resmi menjadi sepasang suami istri.

Hari demi hari kami lewati, sebagai pengantin baru awalnya terasa lumayan seru. Banyak hal-hal baru yang membuatku tersadar. "Oh begini ya rasanya kehidupan rumah tangga yang sebenarnya". Kalau ditanya apakah aku bahagia. Sudah pasti jawabannya adalah "iya". Aku sangat bahagia. Bisa menikah dan menjadi istri Mas Yangsa adalah impianku dari lama. Lebih tepatnya dari dulu, semenjak aku merasakan cinta pertama kepadanya. Semua berjalan begitu sempurna. Kami tak malu-malu lagi menunjukan diri kami yang asli. Mulai dari sikap dan segalanya yang ada di diri kami. Sedikit banyak hal yang terkadang mungkin membuat kami tak nyaman. Namun, kami tetap berusaha untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan masing-masing dari kami berdua. Berusaha untuk selalu mesra, dan belajar untuk terus memahami satu sama lain. Meskipun terkadang banyak hal yang menyebalkan. Misalnya saja, Mas Yangsa yang hobinya buang angin atau kentut sembarangan atau saat dia menyimpan handuk bekas pakai di mana-mana sampai semuanya berserakan dan menarik baju dalam lemari tanpa menggunakan hati sehingga semuanya jadi berantakan. Jujur saja aku sering merasa kesal. Sama denganku, Mas Yangsa juga sering mengomel mendapati sikapku yang masih sulit beradaptasi. Masih sering bangun kesiangan, malas untuk mandi setiap hari, lambat dalam segala hal apalagi saat kami janjian untuk suatu acara atau hanya sekedar pergi jalan-jalan berdua. Seringkali aku menghabiskan banyak waktu hanya untuk memilih-milih pakaianku. Dengan alasan, "Aku gak punya baju" padahal baju dan pakaianku menggunung dan menumpuk di dalam lemari.

Begitulah kenyataannya kehidupan rumah tangga. Kadang lucu dan kadang juga kesal. Meskipun begitu kami berusaha untuk selalu menikmati semuanya dan mensyukuri segala nikmat yang Tuhan berikan. Meskipun sering kali kami juga harus tahan kuping. Menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari banyak orang. Terutama saat hari lebaran. Kalau untuk hujatan dari keluarga jauh yang mengatakan "Sekarang gendutan ya?". Masihlah bisa kami hadapi dengan tertawa. Namun, lain ceritanya jika harus menghadapi pertanyaan yang cukup membuat kami tak enak hati. Misalnya saja, "Sudah isi belum?", bahkan ada juga netizen yang maha benar dengan segala kejulitannya. Dengan ketikan jari jemari yang seenaknya sengaja menuduh dengan pertanyaan dan saran yang tak kalah kejam, "Kamu childfree?", "Coba dipijit biar gak sulit dapat anaknya". Iya, seperti itulah. Mungkin itu hanya beberapa dari sekian banyak keluh kesah dalam menikah. Sejujurnya kalau boleh menjawab, aku dan Mas Yangsa juga ingin segera memiliki buah hati yang begitu gemoy. Namun, kembali lagi Tuhan mungkin sengaja memberikan kesempatan untuk kami menikmati waktu mesra berdua. Kembali lagi, aku dan Mas Yangsa hanya berusaha untuk selalu mensyukuri dan menjalani apapun yang Tuhan takdirkan sekaligus berusaha untuk selalu saling menguatkan. Meskipun sering kali kami masih kalah dengan emosi. Tak tahan dengan berbagai hujatan dan kata-kata nyinyir yang cukup menyakitkan. Kadang sampai kami terpikir dan melakukan berbagai cara hanya untuk membuat mereka semua bungkam. Namun, bagaikan ombak yang terus menerjang batu karang dan kemudian pelan-pelan membuatnya terkikis. Seakan kesabaran kami pun terus diuji sehingga akhirnya sulit untuk kami menepis emosi. Kadang kami lelah dan hampir putus asa. Sampai ada di titik kami bertanya dan mungkin sampai saat ini masih belum menemukan jawabannya,

"Haruskah kami menghentikan semuanya? Tak lagi mencari rejeki di kehidupan maya dan sosial media?

(Bersambung)

Belum SiapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang