Kasmaran

430 73 5
                                    

Hari demi hari terlewati. Tanpa terasa di hari itu, 14 Februari 2012. "Selamat pagi, selamat ulang tahun Adik". Terlihat Ayah, Ibu dan Kak Miraj menyambutku di ruang makan. Rutinitas sarapan bersama keluarga kami hari itu sedikit lebih meriah dari biasanya. Iya, karena hari itu adalah hari ulang tahunku. My sweet seventeen. Ayah dan Ibu bergantian memeluk dan menciumku, sedangkan kak Miraj sibuk menyalakan lilin di atas kue ulang tahunku. "Adik cepat tiup. Terus make a wish". Perintah kak Miraj kepadaku. Aku pun memejamkan mata seraya berkata, "Di umur 17 tahun ini aku mau punya pacar". Mendengar harapan ulang tahunku sontak Ayah dan Ibu terlihat kaget bukan kepalang. "Eh, nanti dulu, adik harus sekolah yang tinggi. Kuliah sampai gelar S2, nanti jodoh juga datang sendiri". Ucap Ayah memprotes permintaanku diiringi Ibu yang mengangguk setuju. "Nah, iya Adik dengerin Ayah Ibu! Kakak aja yang udah koas masih santai belum mau punya pacar". Ledek kak Miraj kepadaku. Huft, begitulah keluargaku yang memang agak kuno dan sangat anti dengan yang namanya pacaran. Mungkin karena ayah dan ibu yang sama-sama berprofesi dokter pun menikah dari hasil perjodohan. Bagi keluargaku pendidikan adalah yang utama. Tapi di jaman yang sudah modern, apa iya aku benar-benar bisa pacaran setelah lulus S2? Ah, tidak pokoknya aku mau punya pacar meskipun harus diam-diam. Gumamku dalam hati saat itu.

Di hari ulang tahunku itu aku berangkat ke sekolah dengan lebih semangat, berharap teman-teman akan meriah menyambutku. Tapi setiba di sekolah aku baru ingat kalau hari itu semua murid diliburkan karena ada rapat guru. Aku yang merasa zonk berpikir akan sangat memalukan kalau aku langsung pulang. Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke Warung Internet (Warnet) yang biasa aku kunjungi. Setibanya di sana, mendadak aku dikejutkan dengan keberadaan seseorang yang selama ini sering aku bayangkan dan mungkin sudah lama kurindukan. Wajahnya yang benar-benar tak asing itu sedang duduk santai di kursi tunggu. Apa benar ini kenyataan? Beberapa kali kulirik laki-laki itu, rasanya aku tak mungkin salah orang. Dengan keyakinan hati akhirnya kuberanikan diri untuk menyapanya duluan. "Mas Yangsa ya?" Tanyaku pelan. Terlihat dia langsung berdiri dan terdiam sejenak berusaha untuk mengingatku. "Eh iya, kamu? Si anaknya Pak Samat ya?", ucapnya tanpa ragu. Astaga seketika aku tertawa mendengar lagi ledekkan itu. Ternyata benar dia Mas Yangsa Wicaksana, si anak usil yang dulu sering meledekku. Tak perlu waktu lama kami pun saling bercerita dan tertawa mengingat lucunya masa-masa bersama di Sekolah Dasar dulu. Sampai akhirnya Mas Yangsa menanyakan akun sosmedku.

"Loh, username kamu @rasakasihyangsa kok bisa nyelip namaku dipakai seenaknya?", tanya Mas Yangsa sambil tertawa curiga. Ya Tuhan, aku terciduk dan jadi salah tingkah. "Gak, itu tadinya mau pakai username rasakasihsayang tapi gak bisa karena sudah ada yang pakai. Dari kata sayang kan aku pelesetin jadi yangsa". Mendengar jawabanku Mas Yangsa semakin tertawa dan tak hentinya meledekku. "Hahaha, kamu masih alay ternyata! Pantes aja beberapa kali aku cari-cari akun sosmedmu tidak ketemu. Eh!", ucapnya seperti keceplosan. Seketika aku pun jadi ikut tertawa dan gantian meledeknya saat aku tahu dia berusaha untuk menemukanku di dunia maya. Terlihat Mas Yangsa yang juga salah tingkah, lalu mencoba mengalihkan obrolan itu dengan menunjukkan layar di ponselnya. "Sudah aku Add nih sosmedmu coba diaccept dulu", perintahnya kepadaku. Tanpa menunggu lama aku pun langsung menerima Friend Request dari Mas Yangsa dan akhirnya kami pun benar-benar resmi berteman di sosial media. "Wah langsung ada notif nih. Ternyata kamu ultah ya hari ini? Hbd ya! Ditunggu teraktirannya", seru Mas Yangsa kepadaku. Kami pun kembali tertawa bersama. Entah mengapa aku begitu merasa senang bisa bertemu lagi dengan Mas Yangsa saat itu. Dia juga mengatakan bahwa sebenarnya sudah kembali pindah ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya di kelas 12, SMA Bina Jenius. Rasanya seperti mendapat hadiah spesial terlebih di hari ulang tahunku.

Semenjak hari itu, aku dan Mas Yangsa menjadi sering berkomunikasi di sosial media. Mulai dari saling menggunakan fitur "Colek" (Poke) satu sama lain sampai chattingan sepanjang waktu. Kami pun sering janjian sepulang sekolah untuk bertemu di gerbang depan sekolahku, di SMA Harapan Merdeka Jakarta atau terkadang juga di Primagaya tempat aku bimbel pelajaran. Lucunya Mas Yangsa yang saat itu belum punya kendaraan, ikut menjemput dan mengantarku dengan angkutan umum. Padahal rumahnya jauh berbeda arah dengan rumahku. Tanpa terasa waktu demi waktu pun berlalu. Hari-hariku yang selalu bersama Mas Yangsa menjadi terasa sangat menyenangkan. Benar-benar seperti orang yang sedang kasmaran. Tapi tanpa sadar aku jadi lupa akan kewajiban. Tugas sekolahku jadi terlupakan dan nilai pelajaranku tiba-tiba mengecewakan. Ayah, Ibu dan kak Miraj bergantian mengingatkanku karena sebentar lagi Ujian Nasional. Bagaimana kalau nilaiku tidak sesuai harapan. Mungkin saja aku tidak bisa diterima di kampus impian. Saat itu aku pun merasa bimbang. Akhirnya aku bertekad untuk fokus belajar sampai kelulusan. Dengan sedikit berat hati aku mengirimkan pesan ke Mas Yangsa kalau aku mau fokus Ujian Nasional dan mungkin tidak bisa saling komunikasi untuk beberapa bulan ke depan. Kuputuskan untuk menutup sementara akun sosial media yang ada. Meskipun belum kuterima balasan pesan dari Mas Yangsa. Saat itu, aku hanya berharap kita akan tetap baik-baik saja.

Keesokan harinya, aku benar-benar off sosial media dan lost contact hampir seharian dengan Mas Yangsa. Rasanya aneh dan terus terbayang-bayang. Mungkin seharusnya aku bertemu dan bicara langsung dengannya. Apa dia akan mencariku. Sengaja aku menoleh ke kanan dan kiri, berharap Mas Yangsa datang menjemputku di tempat bimbel. Hari itu cuacanya gelap. Seperti akan turun hujan dan benar saja, tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Aku terkejut lalu hampir saja terjatuh. Eh awas, hati-hati!". Terdengar seseorang datang dan reflek memegang tanganku". Aku berharap itu Mas Yangsa. Begitu aku melihatnya ternyata dia Brilian, teman bimbelku di Primagaya. "Kamu gak apa-apa?" Tanya Brili kepadaku. Aku hanya menggeleng dan kemudian tertunduk lesu. Aku memang takut sekali dengan petir atau apapun itu yang bersuara keras. Mungkin akibat traumaku di waktu kecil. Pelan-pelan Brili pun menuntunku untuk duduk di tangga depan pintu. Lalu dia memberiku sebotol air mineral penuh dan tanpa sadar aku meminumnya sampai tetes terakhir. Pokoknya hari itu benar-benar terasa getir.

Waktu pun cepat berlalu, kujalani keseharianku dengan benar-benar fokus belajar. Lalu tiba waktunya hari pengumuman kelulusan SMA. Aku pun bersyukur akhirnya dinyatakan lulus dan mendapat nilai Ujian Nasional yang memuaskan. Ayah, Ibu dan kak Miraj tak henti-hentinya memberikan selamat serta pelukan hangat. Aku pun mendapat hadiah spesial berupa ponsel merek Blackcerry seri terbaru. Aku begitu merasa senang dan tak sabar menggunakannya saat itu. Kunyalakan ponsel baru itu dan tiba-tiba langsung teringat dengan Mas Yangsa. Bagaimana ya kabarnya. Akhirnya setelah sekian lama, aku pun kembali login sosial media. Dengan perasaan tak sabar dan begitu penasaran, langsung saja aku buka inbox pemberitahuan. Namun, apa yang kulihat. Tak ada sama sekali balasan pesan dari Mas Yangsa.

"Ke mana dia? Apa dia baik-baik saja atau Mas Yangsa marah kepadaku?"

(Bersambung)

Belum SiapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang