"Jawab, Kasih!!! Apa maksudnya dia bilang begitu???", tanya Mas Yangsa berulang kali kepadaku. Aku hanya menggeleng tanda tak setuju. Hatiku masih terasa begitu sakit saat itu, jadi seakan membuat lidahku kelu dan hanya bisa terdiam membisu. Aku masih terisak menangis, rasanya terlalu malu dengan sikapku yang begitu egois. Namun, lagi dan lagi Mas Yangsa seakan ingin mendengar jawaban jelas yang benar-benar terucap dari mulutku. Risih mendengar dia yang terus-terus mendesakku. Kak Alex terlihat makin tak senang, dan seketika dengan kasar mendorong Mas Yangsa. "Cukup ya berengsek! Anda gak liat apa Kasih udah begitu tersiksa?? Stop sekarang juga!", teriak kak Alex seketika mengusir Mas Yangsa. Melihatnya diperlakukan begitu, aku reflek menahan tubuh Mas Yangsa yang hampir saja terjatuh. Tak ingin terjadi sesuatu yang buruk padanya, kemudian aku reflek kembali memeluknya saat itu. "Maafin aku, aku cinta kamu", ucapku berbisik padanya. Kutatap dalam-dalam wajah Mas Yangsa, namun entah mengapa, seketika pandanganku jadi kabur. Beberapa detik kemudian kurasakan tubuhku seakan tersungkur dan lupa apa yang terjadi setelahnya.
Kubuka pelan-pelan ke dua mataku saat itu, dengan sedikit merasa pusing kulihat sekeliling dan mendadak baru kusadari ternyata aku sedang terbaring di sebuah ranjang rumah sakit. Ada ayah, ibu, oma dan Mas Yangsa terlihat dengan wajah cemas memandangiku. Aku tersenyum ke arah mereka, meyakinkan bahwa aku baik-baik saja. "Maafin udah bikin semua khawatir". Mendengarku siuman sesaat kemudian kulihat kak Miraj datang bersama kak Alex menghampiriku. "Adik okay? Apa yang dirasa sekarang?", tanya ibu dengan penuh kecemasan. Aku kembali melemparkan senyum. Dan kembali mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Kupikir ayah, ibu dan kak Miraj yang berprofesi sebagai dokter pun pasti sudah tahu kondisiku yang sebenarnya. Namun, mungkin mereka hanya lebih kepada khawatir sebab itu kali pertama aku mendadak pingsan tanpa mereka tahu penyebab sebenarnya yang murni karena mengalami emosional shock akibat kelelahan menangis histeris dan merasa bersalah pada Mas Yangsa.
Aku terus membujuk dan meminta kepada ayah dan ibu agar aku tak berlama-lama di rumah sakit saat itu. Setelah dipastikan aku sudah dalam kondisi baik, petugas medis yang menanganiku pun kemudian mengizinkanku untuk dapat pulang dengan segera. Aku sangat bersyukur tak butuh waktu lama untukku dapat kembali menghirup udara segar pada akhirnya. "Kayaknya gak mungkin kalau kita mencar-mencar dan biarin adik pulang ke asrama. Lebih baik kita semua stay di satu tempat sama-sama", ucap ayah mengarahkan kami semua saat itu. "Iya setuju, kita stay di satu hotel saja", ucap oma memberi saran. Akhirnya kami semua pun memutuskan untuk berkumpul dan menginap bersama di hotel tempat oma menginap sebelumnya. "Kasih, you nanti sekamar sama oma saja, biar your parents bisa honeymoon lagi. Terus Miraj bisa sekamar dengan Mas Yangsa", perintah oma mengarahkan kami semua. Seketika Mas Yangsa tersenyum sumringah berbeda dengan ekspresi kak Alex yang masih ikut dalam rombongan kami saat itu. Terlihat jelas kak Alex menunjukkan wajah tak senang saat nama Mas Yangsa selalu disebutkan.
Sesampainya kami semua di hotel dan sesaat sebelum ke kamar, kak Alex yang masih ikut mengantar saat itu tiba-tiba memintaku untuk dapat bicara dengannya. Terlihat Mas Yangsa langsung ancang-ancang ingin ikut bicara bersama. Namun kak Alex menolaknya dan mengatakan dia hanya meminta waktu sebentar agar aku dan dia bisa bicara empat mata. Kuturuti permintaan kak Alex saat itu, lalu kami pun menepi untuk bicara berdua. "Kasih, aku gak bisa begini terus. Kamu harus bisa kasih kepastian. Mau gimana hubungan kita ke depan? Aku gak suka mendadak laki-laki itu datang", ucap kak Alex menatapku dengan serius. Aku tersenyum memandang kak Alex saat itu. Kupikir hatiku sudah mantap menentukan pilihan. Beberapa waktu yang lalu memang kak Alex beberapa kali mengungkapkan perasaan untuk bisa memulai hubungan denganku. Namun, aku belum juga menjawabnya. Selain karena hatiku masih selalu memikirkan Mas Yangsa, aku juga belum yakin bagaimana perasaanku pada kak Alex yang sebenarnya. Apa aku memang sudah menganggap dia spesial atau tak lebih hanya sebagai teman biasa. Sejenak aku memejamkan mataku dan ternyata dibenakku hanya terlintas wajah Mas Yangsa. Seketika teringat juga kejadian sebelumnya. Sesaat kutahu apa yang terjadi dan pengorbanan apa saja yang sudah dilakukan Mas Yangsa.
"Maaf kak Alex, tapi hati aku gak bisa bohong. Aku masih sangat cinta dan mungkin akan selalu cinta dengan Mas Yangsa. Di hati aku mungkin hanya ada dia. Mas Yangsa gak akan tergantikan. Maaf ya kak. Kita gak akan bisa lebih dari teman", ucapku tegas kepada kak Alex saat itu. Mendengarku bilang begitu terlihat dengan jelas wajah kak Alex memerah seperti tak bisa menahan emosi. "Gak gak bisa begitu Kasih! Ini bukan yang aku mau. Kamu harus terima aku. Kamu sendiri kan yang bilang dia udah gak peduli sama kamu. Cuma aku yang selalu ada buat kamu!!", teriak kak Alex berulang kali bicara dengan nada membentak. Mendengarnya aku jadi tersentak dan takut seketika menghadapi emosi kak Alex yang meluap-luap saat itu. "Jangan diam aja. Selama ini gua berusaha sabar nunggu jawaban! Seenaknya bilang kita cuma teman. Dasar berengsek! Perempuan sial!" dan *plak* tanpa kuduga tangan kak Alex melayang dan menampar pipiku dengan cukup keras. Sontak aku benar-benar terkejut dan dibuat menangis. Bukannya berhenti melihatku yang histeris, kak Alex malah makin emosi melihatku. Dengan sengaja dia mendorongku sampai aku benar-benar terjatuh. Seketika aku menjerit. "No, please. Help me!!! Tolonggg!!", teriakku histeris.
"Kasih, kamu gak apa-apa", ucap Mas Yangsa yang tiba-tiba datang menolongku. "Lu ngapain Kasih? Jangan kurang ajar!", teriak dia sembari memelukku. Sesaat Mas Yangsa sedang menenangkanku, terlihat sejenak kak Alex terdiam dan sibuk dengan ponselnya seperti sedang menelepon seseorang. Kemudian suasana saat itu semakin panas. Bukannya sadar sudah berlaku kasar, kak Alex malah semakin emosi tak terkendali dengan mendorong Mas Yangsa dan kemudian seperti akan kembali ingin menyerangku. Dengan cepat Mas Yangsa bangun dan seketika menahannya untuk melindungiku saat itu. "Jangan berani-berani sakitin dia! Urusan lu sama gua!", teriak Mas Yangsa mencegahnya. Terlihat mereka seakan bersiap untuk adu kuat. Namun, tiba-tiba kak Miraj datang bersama beberapa petugas keamanan yang kemudian melerai kak Alex dan Mas Yangsa. Mereka pun lalu dibawa untuk diintrogasi lanjutan atas dugaan dengan sengaja menimbulkan keributan. Tak ingin Mas Yangsa ikut dibawa seketika aku mencegahnya. Kujelaskan pada kak Miraj bahwa Mas Yangsa saat itu yang melindungiku karena kak Alex sudah dengan sengaja bertindak kasar kepadaku. "Tolong Mas Yangsa jangan dibawa juga!", ucapku memohon pada kak Miraj untuk dapat membantu mencegahnya. Namun, entah mengapa kak Miraj saat itu hanya terdiam dan menahanku seakan membiarkan Mas Yangsa dibawa juga oleh petugas keamanan. Aku kembali histeris dan menangis. Cemas dan khawatir tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Mas Yangsa. Kak Miraj terus saja menahanku. "Udah cukup adik diam sekarang! Kakak udah tau semua dari Alex. Mas Yangsa itu emang berengsek. Biar dia dihukum. Biar dia tau rasa!", ucap kak Miraj menatapku tajam. Seketika aku terdiam. Tak mengerti apa yang sudah kak Miraj katakan.
Ya, Tuhan. Apa maksudnya ucapan kakak?
(Bersambung)

KAMU SEDANG MEMBACA
Belum Siap
Romansa"Saya terima nikah & kawinnya, Rasakasih Kamelia binti Bapak Samat Bharata dengan mas kawin 100 gram emas dan uang sebesar 1 Miliar Rupiah dibayar tunai. SAH!". Beberapa kali aku replay video pernikahan kami tahun lalu. Terbayang vibes kebahagiaan...