DUA PULUH

39 9 3
                                        

"Lo yakin sama apa yang lo liat?"

Wanita setengah baya itu mengangguk sangat yakin. "Bukan cuma dia, tapi yang lainnya juga."

"Jina, Jina. Lo itu perawat, bukan pengarang."

"Justru karena gue bukan pengarang lo harus percaya sama gue."

"Bisa aja kan cuma mirip?"

"Iya, sih. Tapi kenapa bukan cuma satu orang yang mirip? Apa masih bisa di bilang kebetulan?"

"Gak ada yang gak mungkin di dunia ini."

🕸🕸🕸

"Padahal gue udah ngarep banget lo pulang hari ini, Bang," ucap Junhyeok.

Taehun tersenyum. "Gue juga sama, udah berharap pulangnya hari ini. Tapi kata dokter lebih baik gue di rawat 1 hari lagi, itupun kalau nanti kondisi gue lebih baik dari ini."

"Cepet sembuh, Bang. Di asrama berasa gak aman semenjak gak ada lo."

"Selagi kalian gak mencar, semuanya bakal baik-baik aja."

"Kenapa lo bisa seyakin itu?"

"Belajar dari kejadian yang nimpa gue. Saat itu gue lagi sendiri dan itu jadi kesempatan mereka buat celakain kita," ujar Taehun.

Junhyeok menghela nafasnya. "Selama 17 tahun gue hidup, baru kali ini gue ngerasain takut-setakutnya."

"Ketakutan ini belum seberapa dibanding ketakutan gue tiga tahun ke belakang," ucap Taehun dalam hati.

"Lo siap-siap gih, nanti bokap gue datang buat nganter lo."

"Lo ngusir gue, Bang?"

Taehun menggeleng. "Besok lo udah harus balik ke sekolah, bukan maksud gue buat ngusir lo."

"Bukannya masih tiga hari ya?" tanya Junhyeok bingung.

"Mau lo masih tiga hari! Gue gak mau pendidikan murid di sekolah kita terhambat gara-gara gue."

"Lo gila ya? Terus gimana sama kelanjutan kasus lo?"

"Ya... terus berlanjut."

"Gue tau kok, lo bohong, Bang. Manusia licik kaya mereka gak seharusnya lo percaya semudah itu."

🕸🕸🕸

Pandangan Hwi tidak terlepas dari sebuah lilin yang menyala. Wajahnya yang datar sangat menunjukan bahwa pikirannya tengah berkecamuk.

Sungjun yang sadar akan hal itu tidak mau mengganggunya terlebih dahulu. Ia lebih memilih duduk diam sambil memainkan ponsel miliknya.

"Jun, ayo ke rumah sakit," ucap Hwi tiba-tiba.

"Kaget gue anjir lo tiba-tiba ngomong."

"Gak ada waktu buat debat dulu, kita harus ke rumah sakit sekarang!" Hwi menyambar jaket serta dompet sekaligus ponsel yang tergeletak di atas meja.

Begitu pula dengan Sungjun, melihat wajah serius Hwi membuatnya melakukan hal yang sama.

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan, mereka berdua sangat terburu-buru. Sungjun sebenarnya masih penasaran dengan sikap Hwi yang tiba-tiba, tapi saat melihat wajahnya yang serius membuatnya enggan untuk sekedar bertanya.

"Jun, lo cepet keruangan Bang Tae, kalau ketemu Junhyeok jangan di peduliin itu urusan gue. Tugas lo cuma harus cepet ke ruangan Bang Tae." Kalimat panjang itu keluar dari mulut Hwi sebelum keduanya berpisah di lobi rumah sakit.

Sungjun sebenarnya sama sekali tidak mengerti maksud dari ucapan Hwi, meskipun begitu ia tetap menuruti apa yang Hwi katakan.

Berjalan, ah tidak Sungjun sudah berlari sekarang. Seperti yang Hwi perintahkan, Sungjun bertemu Junhyeok dan Tuan Choi tapi tidak mempedulikannya biarpun Junhyeok sempat menyapa.

Sungjun membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dulu. Hal itu membuat Taehun dan ibunya terkejut.

"Maaf Bi, Bang, gue di suruh-" Notifikasi yang berasal dari ponsel Sungjun membuatnya seketika berhenti berbicara.

"Masuk, Jun. Jangan di pintu," ucap Taehun.

Akhirnya Sungjun masuk sambil meronggoh ponselnya dan melihat pesan yang masuk.

"Kenapa cepet-cepet? Sejak kapan lo gak sopan gini?"

Pertanyaan Taehun dijawab kedipan mata oleh Sungjun.

"Bi, itu makanan buat Bang Tae kan?" tanya Sungjun mengalihkan pembicaraan.

Nara mengangguk. "Iya, ini buat Tae."

"Kalau gitu biar Sungjun aja yang nemenin Bang Tae makan."

"Lo ngusir nyokap gue, Jun?" tanya Taehun mengintimidasi.

"Yaudah, tapi pastiin Tae makan sampe abis ya. Bibi masih ada keperluan, sekalian kamu jagain selagi Bibi di luar." Nara menyerahkan nampan berisi makan siang untuk Taehun.

"Pasti, Bi." Sungjun menerima nampan itu.

Setelah memastikan Nara benar-benar keluar, Sungjun meketakan makanan untuk Taehun di meja samping brankar lalu bangkit ke arah meja dekat pintu.

"Lo mau ke mana?"

Sungjun tidak menjawab, tangannya kini mengambil kamera kecil  yang hampir tidak terlihat oleh lilin aroma terapi lalu membanting dan menginjaknya.

"Jun?"

"Ada yang naro kamera lagi, Bang," ujar Sungjun.

Taehun sontak terkejut mendengar hal itu. Bagaimana bisa? Ia sama sekali tidak sadar jika ada orang lain yang masuk setelah kejadian kemarin.

"Gimana lo bisa tahu?"

Sungjun menggeleng. "Bukan gue, tapi Hwi. Dia yang ngajak gue ke sini cepet-cepet dan ngasih tahu di mana letak kameranya."

Taehun semakin dibuat tanda tanya dengan ungkapan Sungjun.

"Sekarang dia di mana?"

"Gue gak tahu. Pas di loby kita mencar."

"Kalian cuma berdua? Junhyeok barusan pulang di anterin bokap gue."

"Nah itu, seinget gue Hwi ngurus Junhyeok tapi gak tahu ngurus apa. Oh iya, satu lagi makanan itu jangan lo makan."

"Kenapa?"

Lagi-lagi Sungjun menggeleng.

"Hwi lagi?" Hanya anggukan yang Taehun terima.

"Coba lo telepon, gue harus tahu alesan dan kenapa dia bisa tahu hal ini se-detail itu."

Sungjun mengambil ponsel Taehun lalu menyerahkan pada pemiliknya.

Tiga panggilan tak terjawab, hingga panggilan keempat barulah terjawab.

"Hwi-"

"Gue otw ke ruangan lo."

Saat itu juga panggilan di matikan sepihak oleh Hwi.












Aslian aku lagi buntu.
Sungjun sama Kyungjun lagi ulang tahun hari ini! Makin dewasa aja mereka. Btw aku seumuran sama Sj, tapi tetep tuaan dia wkwk

Ayo stan The New Six!

Big Secret (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang