LIMA

63 20 5
                                        

"Gue gak--"

"TAEHUN!"

Atensi semua orang di kantin kini teralihkan pada seorang siswa yang berlari sambil memanggil nama Taehun.

"To, kenapa lo teriak-teriak?"

Siswa bernama Haruto itu diam sebentar menetralkan nafasnya. "Junhyeok--dia, jatuh dari tangga."

Ke enamnya hanya saling pandang, seolah tidak mengerti apa yang Haruto katakan.

"Kenapa kalian diem aja? Temen kalian jatoh dari tangga! SADAR WOY, JUNHYEOK JATUH DARI TANGGA KENAPA KALIAN DIEM AJA?"

"Tapi Junh-" Taehun berbalik, hendak menunjuk Junhyeok tapi Taehun sama sekali tidak melihat keberadaan temannya itu.

"Loh, Junhyeok mana?" tanya Taehun.

Mereka baru menyadari jika Junhyeok menghilang dari sana.

"Tae, itu berati yang tadi bukan Junhyeok yang asli. Terus Junhyeok--" Belum selesai, tapi Hyunsoo segera berlari menjauh dari sana diikuti temannya yang lain.

"Tangga deket perpustakaan!" Haruto ikut berlari sambil berteriak memberitahu tempat Junhyeok berada.

-1990-

Rumah sakit📍

Taehun duduk sedikit menjauh dari teman-temannya yang lain. Tangan itu sesekali memijat kepalanya yang terasa pusing. Sebenarnya rasa pusingnya tidak seberapa, tapi rasa bersalah lah yang membuatnya seperti ini.

"Lo kenapa?" Pertanyaan dari Kyungjun membuat Taehun menoleh dan menggeleng.

"Gue gak papa, tapi Junhyeok yang kenapa-napa. Gue ngerasa bersalah, Jun."

"Kenapa kaya gitu? Ini bukan salah lo. Junhyeok jatuh murni karena kecelakaan."

"Lo tahu sendiri kan, kalau orang tua Junhyeok nitipin dia ke gue, tapi gue gak bisa jaga dia dengan baik. Gue-gue ngerasa gak berguna," ucap Taehun sambil menunduk.

Kyungjun mengusap punggung Taehun guna menenangkannya. "Selama ini lo selalu ada buat kami. Gue, Hyunsoo, Junhyeok, Hwi dan Sungjun amat sangat terbantu dengan adanya kehadiran lo diantara kita. Bahu lo ini-" Kyungjun menepuk-nepuk bahu Taehun. "Selalu jadi tempat kami bersandar. Jangan pernah ngerasa nggak berguna karena satu kecelakaan, Hun. Hidup nggak selalu jadi apa yang lo mau."

Taehun terdiam setelah mendengarkan kaliamat panjang dari Kyungjun.

Di tengah keheningan itu Sungjun berteriak karena Junhyeok sudah sadar. Mereka segera bangkit dan berlari kecil menuju ruang darurat.

"Tunggu, Bang. Kita jangan masuk dulu, tunggu Junyeok dipindahin dulu ke ruang rawat," ucap Hwi menahan teman-temannya yang hendak masuk.

Tak lama setelahnya mereka dikagetkan dengan Junhyeok yang masih terbaring di brankar dengan beberapa perban di kepala hingga kaki. Barankar Junhyeok didorong oleh beberapa suster.

Hati kelima remaja itu terasa sakit kala Junhyeok tersenyum saat merewati mereka.

"Manusia gila, udah luka kaya gitu masih bisa senyum?" kata Hyunsoo.

Taehun menghela nafasnya kemudian menepuk bahu Hyunsoo lalu berkata, "Ayo." Taehun melangkah mendahului remannya yang lain. Satu persatu dari mereka mulai mengikuti Taehun.

Di sini lah mereka, di ruang rawat Junhyeok. Ruangan yang cukup luas itu sangat leluasa untuk mereka berlima.

"Orang tua lo gak bisa datang, Jun," kata Taehun yang saat ini berada di sebelah Junhyeok.

Lagi-lagi Junhyeok tersenyum. "Gue tahu kok. Mereka orang sibuk, gak mungkin ada waktu cuma buat tengokin gue."

"Lo masih punya gue di sini, ada mereka juga. Kita bakal jagain lo. Sekarang lo harus bayak istirahat, gue ke mereka dulu."

Taehun bangkit dan pergi meninggalkan Junhyeok, menghampiri ke-empat temannya yang masih berada di ruangan yang sama.

"Ada sesuatu yang lo dapetin dari Junhyeok gak, Hun?" tanya Kyungjun.

Taehun menggeleng dengan wajah murung. "Gue rasa sekarang belum saatnya kita tanyain Junhyeok, dia butuh istirahat yang banyak. Kita bisa tanyaain itu nanti."

"Bang..." Sungjun bersuara, mengalihkan atensi mereka yang ada si sana. "Gue takut," lanjutnya.

Taehun mendekat ke arah Sungjun lalu memeluk teman yang umurnya paling muda di antara mereka itu. Taehun merasakan bahwa tubuh Sungjun bergetar.

"Gue ngerti, tapi apa yang harus kita lakuin selain menghindar?" Taehun mekepaskan pelukannya dan menatap Sungjun meyakinkan. "Tapi gue yakin itu petunjuk, bukan sesuatu yang akan terjadi selanjutnya. Jadi tolong jangan terlalu khawatir, gue gak mau liat lo gak berdaya kaya gini."

"Apa lagi ini, Hun?" tanya Hyunsoo.

"Mimpi Sungjun waktu gak sadarin diri." Bukan Taehun yang menjawab melainkan Hwi.

"Gimana lo tahu? Sungjun aja belum cerita soal mimpinya waktu itu."

Ah Iya, Sungjun bahkan baru ingat jika ia belum menceritakan mimpi itu pada mereka, kecuali Taehun. "Bang, gue ceritain ke mereka, ya?"

"Kalau lo udah tenang dan siap, kenapa nggak?"

"Gue bakal selalu tenang kalau ada Bang Tae." Sungjun melihat teman-temannya satu persatu kemudian menghela nafasnya. "Jadi, di mimpi itu gue ngobatin Bang Tae yang babak belur dan berakhir asrama yang kita berdua tempati di mimpi itu kebakaran. Gue takut hal itu kejadian beneran kaya Junhyeok, tapi asrama itu jauh beda sama asrama yang kita tempatin gak kaya-"

Sungjun melotot seketika sambil menetap Taehun. "Bang, tempatnya-"

"Kenapa, Jun?" tanya Hyunsoo yang ikut panik.

"Tempat Junhyeok, tangga yang sama kaya di mimpi kan, Bang?"

Taehun yang sudah menyadari dari awal mengangguk. "Makanya gue yakin di mimpi kedua itu petunjuk, yang kejadiannya udah terjadi bukan belum terjadi."

"Gue jadi semakin yakin sama yang Doyoung bilang. Tapi kenapa kita memilih hidup lagi? Apa yang belum tuntas di masa lalu?" ujar Hwi.

"Gue rasa, dendam. Buat apa coba kita hidup lagi kalau bukan karena dendam?" tanya Kyungjun.

"Hak, itu bisa jadi," timpal Hyunsoo.












Aku seneng ada yang suka sama cerita ini. Semoga makin ke sini gak keliatan monoton ya. Bye bye, jangan lupa terus dukung The New Six dan streaming Kick It 4 Now🏁

Big Secret (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang