Hola-hola Cingura🥰
Bersama Ra di siniGimana-gimana?
Udah siap berlayar di lautannya Ariatha?Ra cuma mau bilang,
jangan lupa pegangan yang erattt😁Kasihhh ❤️ dong...
***
Reatha berjalan santai menyusuri koridor apartemen miliknya. Membiarkan ketukan high heels yang ia kenakan bergesekan tanpa henti di lantai yang ia lintasi. Langkahnya pelan dan lambat, namun suara yang ditimbulkan nyaris memekakkan telinga.
Sambil menyangga outer yang digantungkan pada lengannya, Reatha mencoba menekan digit demi digit angka untuk membuka akses pintu apartemennya.
Lampu otomatis menyala saat Reatha memasuki ruangan. Dengan sigap ia melepas high heels yang ia kenakan lantas menggantinya dengan sandal rumah berwarna merah muda.
Sudah pukul sepuluh malam. Dan bukan kali pertama Reatha pulang larut seperti sekarang. Seluruh waktunya bahkan telah ia dedikasikan hanya untuk bekerja. Menghabiskan hampir seluruh waktunya di depan layar komputer yang seringkali membuatnya bosan.
Namun, tak banyak yang bisa dikeluhkan di tengah hiruk pikuk dunia yang semakin menggila ini. Selain bertahan, Reatha bisa apalagi sekarang.
Outer yang tadinya masih ia bawa-bawa sudah tanggal di atas sofa. Tubuhnya yang sudah lelah, perlahan berjalan menyusuri pantry demi mendapatkan segelas air putih untuk melegakan tenggorokannya. Reatha meneguknya hingga habis tak tersisa. Lantas berjalan kembali ke sofa dan merebahkan dirinya di sana.
Tubuhnya masih dibalut kemeja dan juga rok span pendek selutut. Dengan rambut yang sudah terurai berantakan di sekitar punggung sofa yang tengah ia tempati sekarang.
Tidak ada yang benar-benar menarik untuk Reatha saksikan selain hening yang begitu nyata. Hingga denting ponsel yang berdering menghadirkan suara baru yang perlahan mengalihkan fokusnya. Alisnya mengerut, tubuhnya yang betah bersandar kini perlahan condong ke depan agar mampu menjangkau ponsel yang ia letakkan di atas meja.
Jemari-jemari itu menari indah di atas layar handphone, hingga sebuah deret kalimat membuatnya kembali menghembuskan napas kasar. Reatha mengumpat dalam hati, mengutuk diri yang selalu saja kalah dengan keadaan.
"Sial, sial, sial, ah shittt." Suara itu nyaris memekik.
"Tuhan, apalagi ini." Dengan frustasi ia melempar benda itu ke sembarang tempat. Reatha benar-benar tidak mengerti dengan pergerakan semesta. Terlalu cepat dan tiba-tiba, seakan-akan hanya dirinya seorang saja yang begitu tertinggal di belakang.
Andai saja bunyi bel di depan pintu apartemennya tidak mengganggu telinga, Reatha mungkin saja sudah membenturkan kepala ke lantai agar ia segera hilang ingatan saja.
Sambil mendengus kesal ia berjalan menuju pintu. Alis Reatha mengerut, namun tak mengurungkan niatnya untuk membuka pintu.
"Hai, Tha," sapanya dengan ramah. Lelaki dengan balutan kemeja kantoran itu, kini tersenyum di depan sana.
Reatha belum menjawab, masih memasang wajah bingung. Namun sialnya, lelaki dengan tampang tak berdosa itu malah melongos masuk ke dalam apartemennya bahkan tanpa dipersilahkan lebih dulu.
Oke, Reatha memang membuka pintu, tetapi bukan berarti ia membiarkannya masuk begitu saja, bukan. Tapi baiklah, lelaki itu sudah duduk di sofa ternyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIATHA
ChickLitReatha mulai ragu dengan konsep happy ending dalam sebuah cerita. Terkhusus untuk cerita hidupnya sendiri. Sejak kecil hingga menginjak dewasa, ia kerap kali dihantam oleh rasa sakit. Rasa senang yang ternyata sedang menyamar sebelum membuatnya mera...