ARIATHA [10. Rencana Kencan Buta]

452 16 0
                                    


Ari sudah tiba di basemant apartemennya. Namun ia masih betah berdiam diri di sana. Membiarkan detik demi detik berlalu melewatinya. Ari terlalu banyak berpikir dua hari belakangan ini.

Lalu ia kembali membanting setir mobilnya saat potongan kejadian malam itu kembali terekam lagi di dalam otaknya. Seperti kaset lama yang begitu memorable. Sehingga sulit terlupa begitu saja.

"Kenapa dia begitu gila?"

"Kenapa dia mau terjebak dalam keadaan yang salah?"

"Dan kenapa gue menjadi lelaki yang sangat amat sangat brengsek buat dia."

Pertanyaan itu berputar tanpa henti di dalam benak Ari. Jujur ia menyesal dengan kejadian malam itu.

Jujur ia selalu menyalahkan diri karena tak bisa menghindar dari Reatha ketika itu.

Harusnya semua menjadi mudah andai saja ia bisa mengontrol diri. Harusnya ia tak frustasi seperti sekarang andaikata malam itu ia lekas pulang tanpa melakukan apa-apa.

Tetapi terlambat.

"Apa gue harus pura-pura ngelupain semuanya. Sementara..."

"Nggak bisa."

"Reatha sahabat gue."

"Oke. Jika perempuan itu bukan dia mungkin gue bisa santai-santai aja. Tapi ini...Reatha?"

"Ri, Ariii, heiii."

Ari seketika tersadar. Dengan cepat ia menoleh saat mendengar suara ketukan di kaca jendela mobilnya lengkap dengan suara cempreng sang kakak yang memanggilnya berulang kali.

Sebelum membuka pintu mobil, Ari melirik jam tangan lebih dulu. "Baru pukul delapan pagi. Kak Aqila ngapain ada di sini?"

"Kak?" Sapa Ari saat turun dari mobil.

Dari raut wajah sang kakak, Ari tahu Aqila sedang dalam mode tidak baik-baik saja sekarang. Karena itulah ia tak banyak cerewet pada kakaknya. Melainkan menunggu kakaknya berbicara lebih dulu.

"Dari mana aja? Kok nggak pulang dua hari dua malam," ketus Aqila dengan wajah kusutnya. "Nggak lupa jalan pulang ke apartemen kan?"

Mereka berdua sudah berjalan menuju ke dalam lift. Ari yang tadinya hanya membawa diri sendiri saja kini dipenuhi dengan bingkisan kantong belanjaan dari Aqila.

Melihat banyaknya belanjaan kakaknya itu membuat alis Ari mengerut sempurna. Seingatnya Ari hanya tinggal sendiri di apartemen. Dan belanja sebanyak ini bukankah pemborosan namanya. Toh Ari lebih sering di kantor dibandingkan menetap di apartemen. Jangankan untuk memasak, makan di apartemen saja sudah syukur.

"Mama panik tahu nyariin kamu mulu. Mana nomer kamu nggak bisa dihubungi lagi. Habis dari mana sih dua hari ini?"

Ari memencet digit demi digit password apartemennya. Ketika pintu terbuka ia melengos masuk ke dalam sana tanpa sempat menjawab pertanyaan dari sang kakak.

"Ri? Kamu tuh budek apa gimana sih?"

"Iya Kak Aqila. Aku dengar kok."

"Denger tapi kok nggak jawab."

"Nggak habis ke mana-mana kok. Orang aku di kantor seharian terus malamnya balik ke sini buat istirahat."

"Bohong. Dua hari loh aku nyamperin ke sini tapi nggak pernah ada penghuninya. Terakhir aku telepon Cleon, Zidan sama Freya katanya dia nggak tahu kamu di mana."

"Ih apaan. Orang semalam aku bareng Zidan sama Cleon kok. Bohong tuh mereka. Kakak kok percaya sama si tukang kibul."

"Oke semalam lo bareng mereka, tapi semalamnya lagi lo ada di mana?"

ARIATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang