Ari masih betah duduk di kursi kerjanya dengan wajah yang sudah kusut tak karuan. Ternyata rehat sebentar saat jam istirahat tadi siang tetap tak mampu membuat tubuh dan perasaannya menjadi jauh lebih baik.
Alih-alih ingin mendinginkan pikiran, malah di tempat makan ia kembali dipertemukan dengan Reatha. Perempuan yang seharian ini menyita akal pikirannya.
Matanya terpejam, tangannya perlahan mengurut keningnya yang terasa berdenyut tanpa henti. Sementara tangan kirinya yang sedang kosong, perlahan bergerak untuk melonggarkan dasi yang mengikat kerah baju kemejanya.
"Lembur lagi?" Suara itu hadir setelah bunyi ketukan di balik pintu ruangan Ari.
Ari membuka matanya perlahan. Tanpa melihat pun ia sebenarnya sudah tahu siapa pemilik suara yang terdengar barusan.
"Udah pada mau balik ya?" tanya Ari kepada Zidan tanpa sempat menjawab pertanyaannya tadi.
Selang beberapa detik setelahnya, Kalil muncul di belakang Zidan. Lelaki itu cengar-cengir bagai anak kecil yang baru dapat mainan baru saja.
"Cabut yuk. Malam minggu kok lembur mulu. Kapan lo bisa lupain Angel kalau dari pagi sampai pagi lagi yang lo tatap layar komputer doang."
"Anjrit. Benar lagi," jelas Ari kepada Kalil, diiringi kekehan setelahnya.
Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Ari segera bergegas membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas meja kerjanya. Lalu lanjut meraih jas yang tersampir di dekat sofa.
"Ngumpul di mana nih, malam ini?" tanya Zidan seraya mengikuti langkah Kalil yang sudah lebih dulu memasuki lift.
"Cleon udah balik Surabaya katanya. Gimana kalau kita cus ke tempat dia aja."
"Cus ke kelab Cleon atau cus ke rumahnya nih?" tanya Zidan saat mereka bertiga sudah tiba di basement.
"Ya ampun Zidan, lo tuh kurang gaul atau pura-pura polos sih. Ya kali kita malam mingguan ngumpul di rumah Cleon doang. Mau ngapain coba. Grepe-grepe batangan? Masih mending kalau ada anak cewek yang ikut gabung. Paling tidak nih mata bisa dicuci bentar. Lah kalau kita-kita doang, lo mau ngapain emangnya."
Zidan langsung menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak terasa gatal. Seharusnya ia tidak prihatin dengan keadaan Ari yang sedang galau merana pasca ditinggal kekasih. Toh kapan pernah otak Ari benar kalau sudah bicara soal perempuan.
Buktinya sekarang otaknya sudah berkelana ke mana-mana lagi. Dengan satu fokus yang sejak dulu hingga sekarang sulit untuk berubah haluan; perempuan.
"Gue pikir lo masih galau gara-gara ditinggal Angel. Nyatanya udah sat set sat set kayak gini aja. Nggak heran sih kenapa gelar badboy, playboy, atau apapun itu betah banget melekat dengan diri lo," decak Zidan merasa kagum dengan Ari.
"Galau kok dipelihara. Mending senang-senang lah. Cewek kan bukan Angel doang."
Ari melangkah, meninggalkan kedua temannya untuk bergegas menuju kendaraan miliknya sendiri. Karena mereka bertiga sama-sama berkendara, tidak ada yang berangkat dengan mobil yang sama kali ini.
"Bukan Angel sih yang buat gue galau, tapi...ya udahlah. Demi menjunjung tinggi kesepakatan bersama, mari kita lupain apa yang terjadi semalam," ucap Ari ketika tiba di dalam mobilnya.
Ditariknya napas panjang dalam-dalam sebelum ia memutuskan menancap gas mobilnya, menuju ke tempat kelab malam milik sahabatnya, Cleon, yang terletak di daerah Kemang.
***
Harusnya Reatha tetap diam saja. Tetap pada pendiriannya untuk terlihat baik-baik saja. Sebab jika sudah seperti ini, justru Reatha juga yang akan repot jadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIATHA
ChickLitReatha mulai ragu dengan konsep happy ending dalam sebuah cerita. Terkhusus untuk cerita hidupnya sendiri. Sejak kecil hingga menginjak dewasa, ia kerap kali dihantam oleh rasa sakit. Rasa senang yang ternyata sedang menyamar sebelum membuatnya mera...