Pagi-pagi sekali Reatha sudah tiba di depan toko roti milik Freya. Bahkan sebelum pemilik tokonya datang, Reatha sudah berkeliaran di depan parkiran seperti tukang bersih-bersih saja.
"Nih minum dulu," ucap Freya sambil menyodorkan segelas cappucino hangat untuk Reatha.
Saat pertama kali membelokkan mobilnya ke dalam halaman toko rotinya, Freya kaget karena melihat Reatha berdiri di sana. Lengkap dengan pakaian rapinya yang biasa ia gunakan saat ke kantor.
Reatha tidak berencana berangkat kerja di waktu pagi-pagi begini kan?
"Tumben banget subuh-subuh udah ke sini," celetuk Freya saat melihat jam di ponselnya baru menunjukkan pukul enam pagi lewat dua puluh menit.
Freya memang sering datang pagi ke toko rotinya untuk membeli bahan baku, Setelah itu, baru kembali ke rumahnya lagi untuk sarapan dan mandi. Barulah setelah itu ia datang kembali ke tokonya untuk memantau keadaan toko.
Tetapi kedatangan Reatha hari ini, membuat kegiatan Freya menjadi buyar dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ia tidak jadi berbelanja bahan baku. Malah duduk sambil mendengarkan Reatha berkeluh kesah kepadanya.
"Lucu banget sih lo, Tha. Mau diantar jemput doang malah jadi heboh begitu dan main kabur-kaburan. Justru Ari tuh ada benarnya tau. Dia emang harus antar jemput lo mulai sekarang. Sebagai bentuk sayang dan cintanya dia sama lo. Gimana sih."
"Malah justru aneh kalau dia nggak peduli sama lo. Nggak mau anter jemput lo. Dia kan calon suami lo. Lo nggak lupa fakta yang satu itu kan?"
"Masalahnya itu bahaya kalau dekat sama Ari lama-lama, Frey."
"Bahaya kenapa emangnya? Perasaan Ari bukan zombie deh, bukan vampir juga, dan bukan psikopat yang harus buat lo berada dalam bahaya."
"Jantung gue yang bahaya kalau lama-lama dekat dia."
Pembahasan kali ini tampak begitu menarik untuk disimak. Buru-buru Freya membenarkan posisi duduknya. Agar bisa lebih serius mendengarkan Reatha bercerita.
"Jantung lo kenapa emangnya, Tha? Kok bisa bahaya."
"Lo pernah nggak ngerasain jantung lo jedag jedug nggak karuan. Kayak pengen loncat. Ditambah perut yang mendadak mules. Aneh banget pokoknya. Bahaya tingkat akut. Gue harus menghindar. Paling tidak nggak ketemu dia dulu mulai sekarang. Ya paling tidak sampai jantung gue aman."
"Lah gimana ceritanya nggak ketemu, orang lo bentar lagi bakal nikah. Pasti bakal sibuk urus ini itu, belum fitting baju, nyari gedung. Ya kali kalian jalannya pisah-pisah. Kan malah lebih bahaya lagi, Tha."
"Gimana kalau Ari kepincut perempuan lain pas kalian lagi sibuk ngurus nikahan sendiri-sendiri. Ih...jangan sampai deh," jelas Freya sambil mengendikkan kedua bahu. Nampaknya ia benar-benar membayangkan apa yang sedang ia katakan barusan.
"Terus gue harus gimana dong?"
"Ya nggak gimana-gimana. Bersikap kayak Reatha yang biasa aja. Apa susahnya coba. Kan lo sama Ari juga udah saling kenal lama. Jadi pasti nggak bakal canggung lagi. Gimana sih, Tha. Heran gue sama lo. Kenapa jadi aneh gini sih"
"Bukan Ari deh kayaknya yang masalah di sini, tapi jantung lo yang kayaknya harus diperiksa. Jangan-jangan ada kelainan. Mau gue temenin ke dokter jantung nggak?"
"Enak aja ngatain jantung gue aneh. Ini tuh emang Ari yang masalah. Dan gue nggak bisa biasanya aja, Frey. Ari tuh mainnya, main sosor-sosor aja. Oke gue harusnya biasa aja, tapi jantung gue yang nggak bisa biasa. Mana dia kalau nyium bikin nagih banget lagi. Bisa gila gue sebelum nikah," ceplos Reatha tanpa kenal rem.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIATHA
ChickLitReatha mulai ragu dengan konsep happy ending dalam sebuah cerita. Terkhusus untuk cerita hidupnya sendiri. Sejak kecil hingga menginjak dewasa, ia kerap kali dihantam oleh rasa sakit. Rasa senang yang ternyata sedang menyamar sebelum membuatnya mera...