"Sumpah, lucu banget ekspresi mukanya Reza pas di pelaminan tadi. Dia kayak kaget banget saat melihat kita datang bareng ke sana."
"Kayaknya tuh anak benar-benar menyesal karena udah ninggalin lo."
"Gue puas banget sih dengan reaksinya tadi."
"Apalagi pas gue ngomong ke Ibu lo kalau kita bakal nikah."
"Dia kayak kebakaran jenggot tau nggak. Nggak percaya banget pasti."
Mobil Ari sudah mengisi jalan raya. Jalanan yang sangat amat padat kendaraan membuat Reatha sempat menghembus napas kasar beberapa kali. Hari weekend seperti ini memang rawan macet di mana-mana. Dan sudah jadi nasib pengendara karena berkeliaran di waktu ramai seperti ini.
Sambil menikmati macetnya jalan raya, Ari terus saja berceloteh untuk mengolok-ngolok Reza tanpa henti. Menggantikan suara riuh radio mobil yang sedang berbunyi namun dengan suara yang pelan nyaris tidak terdengar karena tenggelam oleh suara sang pemilik kendaraan.
Suara Ari lebih kencang, mengalahkan semua suara yang Reatha bisa dengar. Dan kebisingan itu malah menjadikan Reatha...kesal?
Reatha ingin mengumpat, ingin menutup mulut Ari dengan lakban agar segera diam. Namun ia terlalu lelah untuk melakukan semua itu. Rasanya, seluruh tulang-tulangnya remuk seketika saat kakinya melangkah meninggalkan lokasi resepsi ibunya beberapa menit yang lalu.
Bohong jika Reatha bahagia. Bohong jika Reatha puas melihat Reza yang masih menyimpan rasa cemburu padanya. Reatha justru sedih dan kecewa.
Jujur, ia sangat berharap semesta membalikkan keadaan dan membuatnya kembali dengan Reza. Ia masih ingin cintanya kembali sebagaimana dahulu saat mereka masih bersama.
Tetapi sayangnya waktu tidak bisa diputar kembali. Segala sesuatu yang sudah berlalu hanya bisa menjadi kenangan masa lalu yang cukup untuk diingat dan disimpan saja di dalam hati.
"Ri, mampir bentar di tempat Cleon yuk. Malam ini lo nggak buru-buru balik kan?"
Ari menginjak remnya, membuat mobil mereka berhenti di depan lampu merah. Lalu, melirik Reatha yang menoleh padanya.
"Boleh. Bentar, gue chat Cleon dulu. Kali aja tuh anak nggak ada di club."
Jalur yang sedang dilintasi oleh Ari saat ini memang searah dengan kelab malam milik Cleon. Dan menunda pulang lebih awal ke rumah, bukanlah masalah besar yang harus Ari perhitungkan dengan matang. Malah ia senang jika harus menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan Reatha.
"Cleon katanya ada di Avniel Space kok," ucap Ari setelah mendapat balasan dari Cleon.
Avniel Space adalah nama dari kelab malam milik sahabatnya itu.
"Ada anak-anak yang lain juga sih di sana. Ada Gavin, Zidan sama Yatha. Gapapa?"
Reatha melirik jam tangannya, sebelum akhirnya memutuskan untuk menganggukkan kepala. "Gapapa lah. Mereka-mereka doang juga."
Ari mengangguk, lalu fokus kembali dengan laju kendaraannya. Membiarkan ponsel yang tadi sibuk ia mainkan kini tergeletak acuh begitu saja di atas dashbord.
"Gue malas banget pulang ke rumah soalnya. Masih jam delapan juga kan. Masih panjang waktu menuju pagi," jelas Reatha sebelum akhirnya mengalihkan pandang ke jendela mobil yang sedang ia tumpangi sekarang.
Untuk kali ini ia malas berdebat dengan Ari.
***
"Weitsss, gila. Cakep amat nih bapak Ceo kita yang satu ini," seru Yatha saat Ari sudah tiba di tempat kumpul para sahabatnya. Ruang VVIP langganan mereka setiap kali ngumpul di tempat Cleon.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIATHA
ChickLitReatha mulai ragu dengan konsep happy ending dalam sebuah cerita. Terkhusus untuk cerita hidupnya sendiri. Sejak kecil hingga menginjak dewasa, ia kerap kali dihantam oleh rasa sakit. Rasa senang yang ternyata sedang menyamar sebelum membuatnya mera...