ARIATHA [11. Ajakan Makan Siang]

446 21 0
                                    

Reatha berdiri di depan pantry sambil menuang susu ke dalam gelasnya. Pandangannya mengedar ke seluruh sudut ruangan yang ada di dalam rumahnya saat ini.

Dan kosong....

Tidak tersisa apa-apa lagi di sana, selain benda-benda yang diam di tempat tanpa bisa diajak ngobrol apa lagi bermain.

Ayahnya sudah pamit kembali ke Bali beberapa menit yang lalu. Meninggalkan Reatha sendirian di dalam rumahnya yang begitu besar dan megah.

Sementara Bi Kinan, asisten rumah Reatha, tampaknya sedang keluar berbelanja untuk perlengkapan dapur.

Baru saja Reatha ingin meneguk susunya, ponsel yang ia letakkan di atas meja tiba-tiba saja berdering hingga membuat Reatha meletakkan kembali gelas susunya yang sudah ia pegang dengan erat.

Reatha terdiam sejenak, nampak sulit untuk langsung menjawab panggilan yang sedang masuk di ponselnya. Selain menatap nanar nama yang tertera di balik layar ponsel itu, Reatha tidak melakukan aksi apa-apa lagi.

Sesaat ponsel yang tadinya berdering dan menyala-nyala itu pun kembali terdiam. Menyisakan kesunyian di dalam rumahnya yang memang sudah hampa tanpa siapa-siapa lagi selain dirinya sendiri.

Belum sempat Reatha beranjak dari tempatnya, ponsel itu kembali berdering singkat. Sebuah pesan whatsapp masuk mengisi ponselnya kembali.

"Please, angkat dulu sayang. Ibu pengen ngomong."

Reatha menghembus napas kasar. Sebenarnya ia sedang tak ingin berurusan dengan ibunya sekarang. Reatha hanya tak ingin merasakan kesedihan lagi. Ia sudah terlalu lelah larut dalam kesedihannya sendiri.

Namun lagi-lagi tidak ada yang berpihak padanya. Ponsel yang tadinya ia anggurkan kembali ke atas meja, kini berdering kencang lagi. Lagi-lagi orang yang sama kembali menghubunginya.

Tidak ada pilihan lain bagi Reatha selain menjawab panggilan yang masuk. Lagipula ia yakin ibunya tak akan berhenti menelpon sebelum ia berhasil menjawab panggilannya.

"Halo," ucap Reatha dengan hati-hati saat menjawab panggilan telepon yang masuk di handphone nya.

Terdengar suara ribut di seberang sana. Nampaknya seseorang yang ada dalam panggilan telepon sedang berada di luar ruangan. Entah di pinggir jalan yang padat orang-orang, atau di tempat makan yang padat akan manusia.

"Hari ini kamu sibuk nggak? Ibu pengen ketemu," jelas perempuan yang sedang berbicara dengan Reatha lewat panggilan telepon.

"Hari ini aku kerja sih, Bu. Ada apa emangnya?"

"Ibu pengen ngobrol. Pas jam makan siang nanti gimana? Kamu ada waktu luang pas istirahat kan? Nanti biar Ibu yang nyamperin kamu di kantor."

Dengan cepat Reatha menggelengkan kepala. Tidak setuju dengan permintaan ibunya barusan. "Enggak, enggak usah. Biar Reatha aja yang nyamperin Ibu. Ibu kirim lokasinya aja, nanti Reatha yang ke sana."

Meski keduanya tidak sedang saling tatap satu sama lain, namun Reatha tahu jika kini ibunya sedang tersenyum lebar di tempatnya. Terdengar dari suaranya yang begitu sumringah

"Ibu tunggu ya."

"Iya," jawab Reatha dengan lemasnya. Ia tidak mengharapkan pertemuan ini. Sama sekali tidak menginginkannya.

"Sampai ketemu nanti, sayang."

Lalu panggilan telepon pun terputus secara sepihak. Sambil menghela napas panjang, Reatha melepas ponsel yang tadinya melekat erat di telinganya untuk kemudian ia letakkan kembali ke atas meja.

Susu yang sudah dituang ke dalam gelasnya kini tampak tidak menarik lagi untuk ia nikmati. Nafsu makan dan juga minum Reatha mendadak hilang ditelan berita yang tak mengenakkan pagi ini.

ARIATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang