Dentum keras musik yang beradu dengan riuhnya suara pengunjung mampu memekakkan telinga ketika Ari, Kalil dan Zidan memasuki area club. Begitu pula dengan sorot lampu kerlap kerlip yang langsung memantulkan dirinya pada tubuh-tubuh tegak lelaki yang berbalut kemeja kantoran.
Busana yang lebih pantas dikenakan di depan layar komputer bukan di depan para perempuan seksi dan lelaki yang sedang berpesta dengan minumannya.
Mereka bertiga sibuk mengedarkan pandang, mencari Cleon di tengah padatnya orang-orang. Di balik meja barista, Cleon tersenyum lebar.
Dengan cepat ia menghampiri para sahabatnya. Lalu membawa mereka menuju ruangan tertutup, yang jauh dari riuh suara orang-orang yang sedang berpesta, juga suara musik yang nyaris merobek telinga.
"Makin rame aja nih tempat lo. Sehari operasi aja kayaknya bakal ngalahin gaji gue selama sebulan di perusahaan," jelas Ari saat tiba di sofa hitam berbentuk U.
Hanya ada mereka berempat saja di sana. Ruangan kedap suara yang lebih tampak seperti kamar tidur Ari di apartemen dibanding sebuah kelab malam. Di sana, suasananya cenderung sunyi dan tidak membuat suara yang berasal dari luar masuk ke dalam ruangan, terkecuali saat pintu terbuka dengan lebar.
Selain sofa berbentuk U, ada sebuah kasur pula di sana. Tempat Cleon biasanya beristirahat jika sedang lelah bekerja. Sebagaimana yang dilakukan Zidan dan Kalil sekarang. Dua lelaki dengan balutan kemeja kusut itu, sudah merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Makanya lo buka usaha club malam aja, Ri. Lumayan kan selain dapat duit, tiap hari mata lo bisa dicuci sama penampakan cewek seksi."
Seperti sudah menantikan kedatangan mereka, saat tiba di sana, sudah ada beberapa gelas cocktail yang tersaji di atas meja. Ari yang melihat, langsung menyambar minuman yang ada.
"Cleon, gue saranin mending lo nggak usah ngompor-ngomporin hal aneh ke Ari deh. Nggak buka club malam aja kerjaannya udah gonta ganti betina setiap akhir bulan. Gimana kalau udah buka club malam. Yang ada, sehari bisa gonta ganti sepuluh perempuan. Nggak deh, jangan sampai. Malu gue temenan sama orang yang doyan main ranjang kayak Ari."
Ari yang kesal saat mendengar celotehan Zidan yang dikhususkan untuknya langsung melempar sahabatnya itu dengan gulungan tisu yang ada di meja. Membuat Zidan meringis kesakitan karenanya.
"Sorry ya, gue nggak segila itu kali. Apaan doyan main ranjang lo bilang? doyan main ranjang pantat lo."
Cleon sudah melongos pergi meninggalkan ruangan yang riuh akan celotehan Ari. Karena Zidan ingin nambah minuman lagi, Cleon berinisiatif untuk meramu sendiri minuman terbaik yang ia miliki di klubnya ini.
"Kalian tuh harus tahu kebenaran yang ada. Bukan gue yang doyan gonta ganti pasangan. Lebih ke....desakan aja sih sebenarnya. Perempuan cantik dan seksi tuh banyak banget berkeliaran di luar sana, nyet. Mereka tuh kayak manggil gue terus tiap kali gue ngelirik. Ya kali gue anggurin gitu aja. Nolak rejeki itu namanya. Nanti Tuhan marah, terus gue dikutuk jadi perempuan gimana. Kan bahaya."
"Hei, pikiran macam apa itu. Emang bangsat lu, Ri." Kali ini Kalil lah yang turut mengumpat. Membuat tawa di dalam ruangan semakin meriah tanpa hentinya.
Zidan dan Kalil sudah beranjak dari tempat tidur, bergerak ke sofa saat Cleon datang dan membawa beberapa gelas minuman hasil eksperimennya sendiri.
"Gue minum dikit aja ya. Harus pulang cepat soalnya."
Ari langsung melotot saat mendengar penuturan Kalil barusan. "Malam minggu, terus lo pulang cepat. Cupu banget lo."
"Biarin. Mending cupu daripada diputusin pacar saat lagi sayang-sayangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIATHA
ChickLitReatha mulai ragu dengan konsep happy ending dalam sebuah cerita. Terkhusus untuk cerita hidupnya sendiri. Sejak kecil hingga menginjak dewasa, ia kerap kali dihantam oleh rasa sakit. Rasa senang yang ternyata sedang menyamar sebelum membuatnya mera...