Rasa lelah sudah menggerogoti seluruh tubuh Reatha. Setelah kemarin malam ia hanya kebagian tidur beberapa jam saja, hari ini ia harus rela kelelahan di depan layar komputer karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini juga. Dan baru selesai sekarang.
Sudah pukul delapan lewat lima belas menit saat Reatha selesai membereskan barang-barang yang ada di kubikelnya. Dan ia seketika teringat dengan Ari yang katanya akan menjemputnya hari ini.
Sebelum bangkit, ia meraih telepon genggamnya lebih dulu. Mengecek notifikasi yang mungkin saja ada salah satu dari Ari di sana.
"Gue nggak berharap. Ngapain juga berharap dia bakal datang buat jemput. Justru bagus kalau dia nggak ada. Gue nggak harus capek ngurusin Ari yang super duper nyebelin bin ngeselin," gumam Reatha sambil meraih tas dan outer yang sudah ia lepas karena terlalu gerah bekerja seharian.
Dengan balutan kemeja putih yang sudah kusut, serta rok pendek selutut yang terbelah di bagian belakang, Reatha berjalan menyusuri koridor kantor yang sudah sangat sunyi karyawan.
Ia bergegas menuju lobby, sambil mengotak-atik ponselnya karena hendak memesan taksi online.
Namun seketika terhenti saat melihat dua orang lelaki sedang berdiri di depan kantor. Tepat di samping mobil yang begitu familiar baginya.
"Loh, itu kan Yatha dan... Ari?"
"Jadi dia beneran datang?"
"Kenapa nggak nelpon dulu coba," ucapnya lagi seraya bertanya-tanya kepada diri sendiri.
Saat Ari menoleh dan melihatnya berdiri di depan pintu masuk, Reatha langsung kembali melangkah.
Lelaki itu melambai padanya. Memohon pada Reatha untuk segera ke tempatnya.
"Pantesan nolak pulang sama gue. Taunya udah ada yang booking duluan ya ternyata," jelas Yatha sembari melirik Reatha yang baru saja tiba di tempat mereka berdua.
"Eh, booking apaan," Reatha mendengus, merasa tak terima.
Emangnya Reatha hotel penginapan ya pake acara di booking segala.
"Reatha udah dateng, berarti gue cabut sekarang ya." Yatha kembali bersuara. Sebelum pergi ia menepuk bahu Ari beberapa kali.
"Selamat nganterin tuan putri, bro," ucapnya sembari berjalan menjauh dari Ari dan juga Reatha.
Dan hening setelahnya. Reatha kikuk sendiri berada di samping Ari. Sebab sejak tadi Ari malah menatapnya tanpa berkedip sama sekali.
"Cantik," ucapnya pelan sebelum membuka pintu mobil untuk Reatha.
Segalanya membeku seketika. Reatha dibuat makin kikuk setelah mendengar pujian dari Ari barusan.
Cantik?
Apakah lelaki itu memang seperti ini kepada semua perempuan? Dasar Buaya, ckckc.
Lalu ponsel yang ada dalam genggamannya bergetar hebat. Sebuah panggilan masuk menyadarkan Reatha dari segala kebingungannya.
"Halo, Bu," ucap Reatha setelah menjawab panggilan masuk yang ada. Lalu ia melirik Ari yang ada di sampingnya.
"Emm, hari minggu ya Bu."
Reatha kini menunduk. Jemarinya sibuk mencubit-cubit rok yang ia kenakan. Ada keheningan yang mendadak tercipta.
Ari yang menyadari perubahan itu berusaha memelankan laju kendaraannya.
"Aku usahain, Bu." Lalu panggilan mendadak terputus.
Reatha menarik ponsel yang awalnya tertempel rapat di telinganya. Meletakkan benda itu ke dalam saku tasnya. Lalu pandangannya beralih ke kaca jendela mobil. Mendadak Reatha ingin segera menghilang dari dunia saat ini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIATHA
ChickLitReatha mulai ragu dengan konsep happy ending dalam sebuah cerita. Terkhusus untuk cerita hidupnya sendiri. Sejak kecil hingga menginjak dewasa, ia kerap kali dihantam oleh rasa sakit. Rasa senang yang ternyata sedang menyamar sebelum membuatnya mera...