Empat Puluh Empat

706 100 20
                                    

💜💜💜💜

"Tuan Seokjin, anda ingin menjadi pendonor atau bunuh diri?" Dokter yang memeriksa kesehatan Seokjin menggelengkan kepalanya.

Seokjin mendatangi dokter yang selalu memeriksa kondisinya jika kurang sehat. Ia ingin memastikan tubuhnya sehat, dan layak menjadi seorang pendonor.

"Aku hanya ingin menyelamatkan putraku," sahut Seokjin yakin.

"Sekalipun bisa, itu sangat tidak dibenarkan. Jika kau hanya ingin mendonorkan hati dan ginjal, itu tidak masalah. Tapi, mendonorkan jantung hanya untuk pasien yang mati otak," jelas dokter.

"Lagi pula, aku tidak berharap hidup lama. Putra-putraku lebih berhak hidup," desain Sekojin, sambil menyandarkan punggungnya di kursi.

"Prosedur itu tidak akan pernah ada di rumah sakit manapun," dokter memberikan penjelasan yang sama sekali tidak bisa dibantah.

"Jika aku mendonorkan hati dan ginjal, apa bisa?" Seokjin berharap tetap bisa menolong Woojin.

"Tidak bisa."

"Mengapa tidak bisa? Bukankah kau bilang, tidak masalah jika mendonorkan hati dan ginjal?"

"Jika kau orang yang sehat, tentu saja bisa. Kau memiliki riwayat penyakit jantung. Operasi apapun tidak bisa dilakukan jika nantinya akan membahayakanmu."

Seokjin menghela nafasnya lelah. "Aku ingin kau segera mendapatkan pendonor jantung, hati dan ginjal. Berapapun akan ku bayar," ucap Seokjin, sebelum meninggalkan ruangan dokter.

Seokjin kembali ke ruangan Woojin. Putranya masih terbaring tak berdaya. Beberapa alat bantu terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya. Kepalanya terasa sakit, jika mengingat penjelasan dokter, bahwa kemungkinan hidup Woojin sangat kecil. Tulang rusuknya yang patah, membuat pendarahan dalam perutnya. Hati dan ginjalnya pun rusak parah, dan harus segera mendapat pendonor.

Seokjin termenung sambil menatap wajah damai Woojin.

"Maafkan ayah. Jika saja ayah tidak egois, mungkin kita bisa bahagia bersama ibumu," lirih Seokjin.

Suara pintu terbuka, mengalihkan perhatian Seokjin. Ia menatap daun pintu, disana Sojung melangkah masuk.

"Bagaimana keadaan Woojin?"

"Belum ada yang berubah. Masih seperti kemarin."

"Bagaimana tindakan dokter?"

"Dia harus segera dioperasi. Paling tidak, untuk mengurangi pendarahan akibat tertusuk tulang rusuknya," jelas Seokjin.

Sojung duduk di samping Seokjin, menggenggam tangan Woojin yang terasa dingin.

"Bagaimana dengan Soobin?"

"Kondisinya juga menurun. Dokter terpaksa memasang alat bantu, untuk membantu kerja jantungnya," isak Sojung.

Seokjin merasa sakit, melihat Sojung yang terlihat sangat rapuh. Ia mencoba menenangkan Sojung, dengan mengusap punggungnya.

Isak tangis Sojung terhenti, saat tangannya merasakan pergerakan dari tangan Woojin. Ia menatap Woojin penuh harap.

"Woojin?" panggil Sojung lembut. Ia bisa melihat kelopak mata Woojin berkedip, walau pun tak terbuka.

"Woojin, ini ibu, sayang," suara Sojung tampak bergetar, namun ia mencoba tersenyum.

"I...bu," terdengar bisikan kecil dari mulut Woojin.

"Hm.. iya... ini ibu," Sojung mengangguk cepat.

"Maafkan ibu, baru menyapamu sekarang," lanjut Sojung, suaranya tetap bergetar, namun bibirnya berusaha untuk tersenyum.

Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang