Maaf agak telat updatenya ya, aku lgi kemusuhan sm wattpad 😔 bisa²nya udah direvisi hilang gtau kemana 😔😔
makanya harus ngulang revisi lagi
udah gitu aja, selamat membaca ^.^
***
Usai melepas paksa pergelangan tangannya dari genggaman Friska, Alexa melangkah lebar menerobos puluhan siswa yang berkerumun di sepanjang halaman tanpa memperdulikan tatapan-tatapan sinis mereka, kemudian berlari mengejar Starla, yang dimana semakin ia mendekat, perempuan itu semakin memperlebar jarak.
"Bangsat." Alexa refleks mengumpat saat kakinya telah sengaja disandung oleh seseorang yang merupakan teman sekelasnya sendiri.
"Maksud lo apa?" Tanya Alexa sembari menarik kerah seragam Ara. Tatapannya tidak kalah tajam dibanding tatapan yang Ara sorotkan ke arahnya.
Ara menurunkan tangan Alexa dari kerah seragamnya dengan begitu santai. Sampai-sampai, Alexa yang melihatnya pun merasa geli.
"Harusnya gue yang nanya, maksud lo apa, ninggalin adiknya Friska pas dia lagi sekarat? Dasar gak bertanggung jawab!" Ara memberi makian itu dengan gerakan menuding.
Ia lalu mendorong remeh Alexa sebelum memilih melenggang dari hadapannya dengan terus memampang ekspresi sinis, seolah ialah yang paling tersakiti atas kejadian semalam.
Setelah terdiam selama beberapa detik, Alexa kembali memperlebar langkahnya menuju ke suatu tempat yang sering Starla kunjungi ketika sedang sedih, marah, atau kecewa seperti ini. Ia benar-benar tidak peduli dengan apa yang didengarnya dari semua orang di sepanjang perjalanan menuju ke tempat ini. Satu-satunya yang penting bagi Alexa saat ini adalah Starla harus mau mendengarkan penjelasannya, bagaimanapun carany.
Di pojok taman sekolah, langkah Alexa berhenti. Matanya menatap sedih ke arah Starla yang duduk memojok dengan eskpresi penuh sangkal seorang diri. Ia tidak bisa membayangkan betapa kecewanya mendengar pengakuan Friska tadi. Mungkin saja, di dalam hati Starla saat ini terbesit sebuah kalimat penenang bahwa Alexa tidak mungkin berbuat seperti itu. Namun, apa boleh buat jika kenyataan justru berkata pada sebaliknya?
Alexa menghela napas panjang sebelum mengumpulkan keberanian untuk mendekat. Dia memanggil lembut nama Starla, dan senyumnya perlahan merekah ketika perempuan berbando mutiara itu sengaja bergeser untuk memberinya tempat duduk.
"Jelasin ke aku, maksud perkataan Friska tadi. Kamu ngelakuin apa sampai Friska nuduh kamu kayak tadi, Sa?" Starla bertanya dengan tatapan yang tak luput dari arah depan, tanpa menoleh.
"Gue gak ngelakuin apa-apa, lo jangan percaya sama Friska, dia itu manipulat-"
"Maaf, Sa, aku gak bermaksud memotong, hanya saja ini masalah serius, tolong kamu gak usah ngalihin pembicaraan kesana-kemari, bisa?" Menyadari bibir tipis Alexa hendak berkata bahwa Friska itu seseorang yang manipulatif, Starla langsung saja memotong kalimat itu dengan hormat, karena yang ia butuhkan saat ini hanya sebuah penjelasan, bukan sebatas pembelaan.
"Bisa, tapi... lo jangan marah," jawab Alexa. Perempuan bermata api itu menatap penuh harap ke arah Starla yang sama sekali tidak menatapnya. "Kenapa lo gak mau natap gue, Star? Udah sekecewa itu kah, lo sama pernyataan Friska yang belum tentu benar?"
Mendengar persoalan itu, Starla memutar lehernya. Tangannya naik ke atas punggung tangan Alexa dan menyekanya lembut.
"Sekarang aku udah natap kamu, kan. So, bisa jelasin sekarang?" Kata Starla, berusaha menenangkan Alexa yang tampak begitu tegang di hadapannya. Akan tetapi, bukannya membalas, Alexa justru mengalihkan fokus matanya. Seakan memberitahu bahwa dirinya lah saat ini yang sedang enggan untuk menatap Starla.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD LOVER [End]
Random⚠️ [ Bisex area ] Broken home, broken heart, broken life. Tiga kata yang menjadi simbol kehidupan Alexa, perempuan dingin, egois, dan sok berkuasa, pemimpin tujuh puluh kepala, ATLANTIS. Namun, di balik segala kenakalannya yang mendunia, Alexa adala...