BRUKKKK!
Dua kendaraan beroda empat melintas dari arah yang berlawanan, saling tabrak di depan kedua mata Alexa. Perempuan itu seketika memejamkan mata saat cucuran darah dari salah satu korban mengalir hingga ke tempatnya. Ratusan massa pun seketika menyerbu lokasi. Mereka berbondong-bondong mencari bantuan untuk menyelamatkan salah satu korban karena satu korban lainnya sudah dinyatakan meninggal di tempat.
"Sa, lo gapapa?" tanya Jovan usai berada di dekat perempuan itu. Laki-laki itu melempar plastik obat yang dibawanya ke sembarang arah dan lebih mementingkan Alexa untuk dia peluk supaya kejadian ini tidak menjadi trauma.
"Jovan, aku takut..." Alexa meringkuk takut di dalam pelukan Jovan.
Laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Sehancur apapun hatinya usai membaca hasil pemeriksaan medis Alexa, ia harus tetap terlihat baik-baik saja. Jovan harus kuat demi Alexa, juga demi orang-orang yang cepat atau lambat pasti akan tahu mengenai hal ini.
"It's okey, Sa, ada gue disini. Peluk gue kalau lo ngerasa takut, oke?"
Alexa semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Jovan. Perempuan bermata api itu menggigil ketakutan sembari sesekali melirik ke arah ratusan manusia yang berkumpul mengepung tempat kecelakaan. Dan kedua matanya sontak membulat sempurna bercampur tangis yang tertahan begitu mengenali identitas salah satu korban yang dinyatakan meninggal di tempat.
Secepat mungkin Alexa melepaskan diri dari pelukan Jovan kemudian berlari menuju ambulans yang hendak membawa jasad korban tersebut.
"Tunggu!" Teriak Alexa, membuat lima orang perawat yang disiagakan untuk menolong korban menghentikan langkahnya.
Begitu kesempatan itu tiba, Alexa seketika memajukan langkahnya. Tangisannya semakin tidak beraturan setelah memastikan bahwa korban yang meninggal tadi adalah Sea, mantan pasangan lesbi Risa sekaligus salah satu wanita yang menyetujui dirinya dibuang sepuluh tahun lalu.
"Mama Sea," lirih Alexa dengan lelehan air mata.
Tapi meskipun begitu, sama sekali tidak ada niat di dalam hati Alexa untuk menyentuh wanita itu. Entah karena masih memiliki dendam atas masa kecilnya yang berantakan atau memang karena Alexa sudah mati rasa sehingga tidak mampu merasakan sedih atas kepergian wanita itu untuk selama-lamanya.
"Bawa pergi aja, Mas. Teman saya biar saya yang tangani," ujar Jovan memberi izin kepada lima perawat yang mendorong brankar memasuki mobil ambulans.
Alexa menatap lekat mobil ambulans itu sembari berkaca-kaca. Hingga ambulans itu benar-benar tidak meninggalkan jejak di penglihatannya, perempuan itu masih saja terdiam tanpa ekspresi. Alexa merobohkan dirinya di dada bidang Jovan kemudian menceritakan semua perihal seseorang yang dikenalnya tadi sembari terisak kecil.
"Jadi itu salah satu mama lo yang dulu pernah lo ceritain?" tanya Jovan. Mengingat banyaknya cerita-cerita tidak menyenangkan yang pernah Alexa ceritakan, Jovan yakin bahwa wanita itu merupakan salah satu dari sekian orang yang pernah menyakiti sahabatnya.
"Gue benar-benar gak tahu kenapa mesti hari ini, Jovan?" Ucap Alexa asal. Perempuan itu menarik diri dari dada bidang Jovan kemudian beralih menatap penuh prihatin ke arah hamparan aspal yang menyuguhkan banyak kesedihan untuknya malam ini. "Gue baru aja dapat kabar tentang penyakit gue. Dan sekarang, harus banget gue ketemu sama wanita baj*ngan itu lagi? KENAPA, SIHH?!"
Alexa mengacak-acak rambutnya tanda frustasi. Dia benar-benar lelah dengan hajaran mental yang bertubi-tubi semesta berikan untuknya akhir-akhir ini.
"Ck, anj***. Gue benci hari ini, Jovan, gue benciiii!" Alexa berteriak sangat kencang di tengah-tengah awan hitam yang mengepung di atas kepala.
![](https://img.wattpad.com/cover/290573350-288-k808440.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD LOVER [End]
RandomBroken home, broken heart, broken life. Tiga kata yang menjadi simbol kehidupan Alexa, perempuan dingin, egois, dan sok berkuasa, pemimpin tujuh puluh kepala, ATLANTIS. Namun, di balik segala kenakalannya yang mendunia, Alexa adalah sosok sejuta luk...