ꗃ:: 036 ❜

404 43 2
                                    

Natala turun dari bus, langkahnya mengarah pada sebuah bangunan berwarna putih itu. Sudah cukup lama dia tidak datang kemari, tiba-tiba dirinya tadi saat disekolah mendapatkan panggilan.

Dia bergegas mencari ruangan tujuannya. Badannya mematung didepan pintu saat dia sudah menemukan ruangan tersebut. Rasa sakitnya kembali terasa begitu melihat kondisi ibu kandungnya saat ini, yang begitu kurus dengan pandangan kosong. Disisinya ada perawat yang berjaga-jaga khawatir ibunya kembali mengamuk.

Mengucapkan terimakasih pada perawat yang sudah menjaganya. Perlahan Natala mendekati ibunya dan mendudukkan disisi ranjang. Natala menarik perlahan tangan ibunya, air matanya sukses jatuh dari pelupuk matanya.

"Ibu.." lirih Natala dengan suara yang bergetar. Tangannya menggenggam erat tangan ibunya. Perlahan ibunya menolehkan kepalanya menatap Natala dan mengusap lembut pucuk kepala Natala.

Natala yang merasakan usapan tersebut sontak mendongak menghapus air matanya dan memeluk ibunya erat. Mengusap punggung ibunya mencoba menguatkannya. Kejadian 10 tahun benar-benar membuat kehidupannya berubah secara drastis.

"Natala, ibu merindukanmu." Ujar ibu dengan suara serak yang hampir tidak terdengar. Natala mengambil gelas yang terlihat masih utuh lalu memberikan pada ibunya.

"Aku juga merindukan ibu, minumlah dulu ibu." Pinta Natala menatap ibunya. Awalnya ibu hanya diam menatap air tersebut namun akhirnya dia mau untuk minum.

"Ada apa lagi dengan ibu?" Tanya Natala hati-hati setelah membantu ibunya minum. Tangannya terangkat mengusap lembut punggung tangan ibunya.

Ibunya menjadi tidak terkontrol semenjak ayahnya selingkuh, tepat setelah satu minggu dari kejadian yang sampai merenggut nyawa seseorang, sekaligus merebut kebahagiaan Natala. Semuanya menjadi hancur, keluarganya, kebahagiaannya, orang-orang tersayangnya.

Ayah mengajukan surat cerai setelah membawa ibunya ke rumah sakit jiwa ini. Yang akhirnya hak asuh anak jatuh pada ayahnya, karena mengingat ibunya yang tidak mungkin mampu membiayai Natala dengan keadaan yang seperti itu.

Setelah Natala berkunjung, hari mulai larut. Dia memilih untuk pulang setelah menidurkan ibunya agar tenang tidak membuat keributan dirumah sakit jiwa itu lagi. Tidak banyak yang tahu mengenai ibu Natala, bahkan Carrie sendiri tidak tahu menahu bahwa ibu yang ada dirumah hanyalah ibu tirinya.

"Bukankah kamu teman Javier?" Suara itu sukses membuat Natala mendongakkan kepalanya melihat pemilik suara tersebut. Dia Tania, ibu Javier yang seingat Natala dia memang pernah melihat saat Javier dirumah sakit hari itu. Namun pertanyaannya, bagaimana ibu Javier bisa mengingat dirinya? Bahkan mereka tidak pernah bertegur sapa.

"Hallo tante, aku Natala." Natala membungkukkan badannya sekilas sambil tersenyum ramah. Tania membalas senyuman tersebut, sebenarnya Tania hanya kebetulan saja datang ke rumah sakit ini. Karena rumah sakit ini juga masih berada ditangannya, masih satu dengan rumah sakit yang umum.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Tania bertanya hati-hati. Natala tersenyum kikuk mencoba berpikir keras alasan apa yang sebaiknya dikatakan saat ini. Baru saja hendak dia akan berbicara tiba-tiba seorang perawat dari arah belakang berlari ke arahnya dan mengatakan bahwa ibunya kembali mengamuk. Dengan cepat Natala pergi kembali ke ruangannya, spontan Tania juga mengikutinya dibelakang.

"Tenang, biar tante yang akan bantu." Tania hati-hati mendekati ibu Natala lalu memberikan suntikan penenang yang langsung membuat ibunya pingsan. Para perawat disana langsung membantu dan memindahkan ibu Natala untuk kembali ditidurkan di ranjangnya.

"Dia adalah ibumu?" Tania beralih menatap Natala yang kini sudah menunduk menahan isakannya. Tanpa menunggu jawaban Natala, Tania membawa Natala ke dalam pelukannya. Dia mengusap lembut punggung Natala lalu membawanya keluar dari ruangan tersebut.

Kini keduanya sedang berada disebuah taman rumah sakit sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tania maupun Natala tentu belum bisa begitu dekat, karena mereka hanya bertemu sekali saja itupun sepintas dan tak lebih. Tangan Tania masih setia mengusap punggung Natala.

"Tante.. sepertinya aku harus pulang saja." Natala hendak berdiri tidak ingin merasakan kecanggungan terlalu lama. Namun Tania lebih cepat menariknya untuk duduk kembali.

"Duduklah disini lebih dulu," ujar Tania cepat. Dengan mau tidak mau Natala mendudukan kembali dirinya menatap Tania dengan raut kebingungan.

"Tante sudah lama bekerja dalam bidang kesehatan, walaupun tante tidak tahu banyak mengenai kesehatan mental. Tapi sedikit-sedikit tante bisa membantu, jika yang sebelumnya itu adalah ibumu. Tante akan usahakan membantunya untuk sembuh." Ujar Tania menatap Natala penuh perhatian.

"Tapi pihak rumah sakit bilang, ibu sudah tidak bisa disembuhkan." Gumam Natala yang masih bisa didengar oleh Tania. Dengan cepat Tania menggeleng dan menarik tangan Natala mengusap punggung tangannya lembut.

"Tidak ada yang tidak disembuhkan, jika kita sendiri yang mau berusaha. Ibumu bisa sembuh jika dia ingin sembuh dari semua itu. Tante akan membantunya, apakah kamu menginginkannya?" Tanya Tania lembut. Natala justru kembali terisak dan mengangguk kecil.

"Hari ini adalah tepat yang ke 10 tahun dari kejadian 10 tahun lalu, yang membuat ibu menjadi seperti itu." Kata Natala dengan suara bergetar karena sambil menangis. Tania tersenyum tipis, berpindah mengusap pundak Natala untuk menguatkannya.

"Tante tidak tahu apa yang kalian alami 10 tahun lalu itu, ibumu mungkin merasakan trauma, rasa kehilangan atau sedih yang berlarut-larut yang membuatnya seperti itu. Semua itu pasti bisa disembuhkan, ibumu akan kembali seperti semula." Ujar Tania masih setia menatap Natala.

"Benarkah tante bisa membantu ibu untuk sembuh?" Natala perlahan mendongakkan kepalanya menatap Tania.

Tania tersenyum kembali dan mengangguk. "Tentu saja," ucap Tania sambil menghapus jejak air mata dipipi Natala.

"Bolehkah tante minta sesuatu sebagai imbalan?" Sontak Natala terdiam, pikirannya langsung tertuju pada uang. Karena dia saja meminta uang pada ayahnya, bagaimana mungkin dia bisa membayar ibu Javier dengan uang?

"Bukan uang sebagai imbalannya, tapi tolong jaga Javier untuk tante." Ucap Tania yang seolah mengerti yang ada di dalam pikiran Natala.

"Javier begitu kesepian karena tante yang tidak pernah ada didekatnya, jadi tolong temani dia sebagai penggantinya. Bisakah kamu melakukannya?" Tania menatap Natala penuh harap. Dia menghela nafas lega saat Natala menganggukkan kepalanya.

"Tetapi, aku tidak bisa memastikan Javier bisa terus membuatnya bahagia." Ujar Natala menatap kembali Tania. Tania tersenyum dan mengangguk.

"Tidak apa-apa, tante hanya tidak mau dia harus selalu kesepian. Oh ya, tante belum mengenalkan diri, kamu bisa memanggil tante Tania." Natala membalas senyuman tersebut.

"Terimakasih, tante Tania mau membantu ibuku untuk sembuh." Natala menundukkan kepalanya sekilas sebelum akhirnya dia bangkit berdiri.

"Hari mulai gelap, Natala mau pulang lebih dulu. Sekali lagi terimakasih, Natala pamit." Ucap Natala lalu melenggang pergi meninggalkan Tania yang tersenyum kecil ditempatnya. Dia harap dengan adanya Natala bisa membuat Javier tidak kehilangan rasa sayang dari seseorang, Tania begitu yakin bahwa hubungan Natala dengan Javier bukan sekedar teman.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ𖥻TBC

(✓) Innocent | nomin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang