ꗃ:: 017 ❜

605 62 1
                                    

Keadaan Natala kini sudah pulih. Javier juga sudah sadar, namun dia belum boleh dipulangkan dari pihak rumah sakit. Kini diruangan hanya ada Natala dan Javier. Natala memang diminta oleh Max baru saja karena dia akan pergi untuk membeli makan siang.

"Apakah ada yang sakit?" Natala membuka suara saat kecanggungan melanda diantara mereka. Javier menggelengkan kepalanya tersenyum kecil.

"Kau mengkhawatirkan aku?" Tanya Javier membuat Natala berkedip sebelum menggeleng.

"Ah itu.. aku hanya takut ada yang kamu rasakan." Ujar Natala. Javier terkekeh kecil.

"Itu berarti kamu mengkhawatirkan aku Natala. Aku tidak apa-apa, tidak mungkin ketua gang sakit hanya karena ini." Natala tersenyum kecil. Dia mengangguk.

"Kita sepertinya akan menganggu mereka." Ujar Jimmy pada anak-anak Demone yang baru saja datang. Harry terkekeh merangkul pundak Jimmy. Sontak Natala dan Javier menoleh pada sumber suara.

"Justru kita harus disini, tidak baik meninggalkan seorang laki-laki normal yang memiliki hormon tinggi dengan gadis cantik berduaan." Javier disana merotasikan bola matanya malas. Mereka berjalan masuk ke dalam ruangan.

"Apakah kamu masih merasakan sakit jav?" Tanya Steven sebelum mendudukkan dirinya disofa disusul yang lainnya.

"Sudah membaik." Ucap Javier. Tak pintu kembali terbuka. Disana ada ibu Javier yang langsung masuk menghampiri Javier.

"Javier? Ibu minta maaf baru datang. Ibu baru saja pulang dari Chicago, apakah kamu baik-baik saja?" Ibu Javier hendak akan memegang Javier. Namun Javier menghindar seolah tidak mau disentuh oleh ibunya membuat ibunya terdiam mengurungkan niatnya.

"Aku sudah baik-baik saja, dari beberapa hari yang lalu." Ujar Javier menatap kosong ke depan enggan melirik ibunya.

"Javier.. ibu minta maaf." Lirih ibunya. Dia meletakkan sebuah kotak diatas.

"Cepatlah sembuh, ibu akan selalu mendoakanmu." Lanjut ibunya sebelum akhirnya pergi dengan perasaan sedih.

Tania, keluar dari ruangan putranya dengan perasaan penuh bersalah. Dia menyandarkan punggungnya pada dinding rumah sakit. Air matanya lolos turun dari pelupuk matanya, dia tidak tahu harus memulai darimana jika sudah seperti ini. Anggap saja dia memang bodoh selalu mementingkan pekerjaan daripada anaknya sendiri.

Terkadang rasanya sulit bagi Tania untuk harus meninggalkan karir yang sudah dia kejar sejak lama. Dia juga kadang-kadang menggunakan pekerjaannya sebagai pelampiasan atas rasa marah terhadap suaminya sendiri. Tidak hanya sekali atau dua kali, Tania menemukan suaminya berjalan dengan seorang wanita. Namun, dia sama sekali tidak tahu siapa wanita tersebut, karena saat ditanya, suaminya selalu mengalihkan topik.

Mereka berdua adalah CEO dari perusahaan yang berbeda. Tania tidak dapat mengawasi suaminya terus-menerus. Dia sering kali merasa ingin mengajukan gugatan cerai. Tania lebih sering pulang ke rumah hanya untuk melihat keadaan putranya dan memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Meskipun Tania tidak pernah benar-benar hadir di samping putranya, dia mempertahankan pernikahannya karena kepedulian kepada putranya.

Max, yang baru saja selesai membeli makanan, menemukan Tania yang sedang menangis dengan kepala tertunduk di samping pintu kamar Javier. Dengan hati-hati, dia mendekat dan memegang pundak Tania, yang membuat Tania terkejut.

"Max?" Tania mengusap jejak air matanya memaksakan senyumnya pada Max.

"Tante tolong, jaga Javier sampai dia sembuh ya? Hanya kamu yang tante bisa harapkan untuk selalu memperhatikan keadaan Javier." Ujar Tania. Dia tidak satu atau dua kali mengatakan hal itu pada Max atau mungkin bibi Allen. Max tersenyum tipis dan mengangguk.

(✓) Innocent | nomin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang