Satu bulan berlalu.
Caca berjalan menaiki tangga rumahnya sambil membawa satu kotak besar berisi barang barang yang hendak dimasukkan ke gudang rumah mereka di lantai tiga.
Gadis itu melangkah dengan perlahan sebelum akhirnya memasuki ruangan usang yang kini berisi barang barang tak terpakai disana.
"Finish" ujarnya menepuk nepuk tangannya yang terkena debu. Hendak keluar tiba tiba saja ia tak sengaja menyenggol suatu kotak hingga isinya berserakan kemana mana.
"Eh teledor banget gue" gerutu gadis itu berjongkok lalu membereskan barang tersebut satu persatu.
Rupanya barang barang yang terjatuh tadi adalah foto album lama dan beberapa bingkai foto papa dan mama saat masih muda.
"Eh ini siapa?" saat tengah asyik mengagumi foto kedua orang tuanya dari mulai kecil hingga beranjak dewasa bahkan foto pernikahan mereka. Netra Caca tiba tiba saja terpaku lada dua bingkai berwarna biru yang menunjukkan sepasang manusia dengan wajah asing untuknya.
"Ini kaya Papa" gumam gadis itu menyetuh foto sepasang pria dan wanita dengan baju pernukahan sederhana. Lalu foto lain meunjukkan sepasang wanita dan pria yang sama namun kali ini sambil menggendong seorang balita perempuan dengan dress biru muda.
Kening Caca berkerut. Ia latas menyandingkan foto pernikahan asing itu dengan pernikahan orang tuanya.
"Ini beneran papa?" Ia menutup mulutnya tak percaya saat dua pria dalam masing masing foto tersebut adalah orang yang sama. Netra Caca terbelalak, tangannya gemetar saat memegang bingkai foto dengan bayi balita yang wajahnya bahkan asing.
Bayi itu bukan Jojo ataupun dirinya.
Dan wanita itu bukanlah Mama.
Lantas siapa mereka?
"Caca kamu dimana?" Caca terhenyak saat suara sang ayah mengagetkan dirinya. Buru buru ia menyembunyikan dua bingkai tersebut dari balik bajunya.
"Caca di gudang Pa!"
"Cepet turun! Makanan udah datang!"Teriak ayahnya menyembuk dari balik lintu. Caca mengangguk kecil mempersilahkan Ayahnya untuk pergi lebih dulu sedangkan ia menghela nafas pelan kemudian membawa dua bingkai itu. Menyelundupkannya ke kamarnya sendiri.
"Gue harus cari tau"
_______
Sherra Adara menyapu halaman rumah Mona dengan senyum cerah. Setelah seminggu lamanya mengurung diri penuh ketakutan di balik kamar. Hari ini adalah bulan pertama Sherra menginjakkan kaki di kampung halaman Mona yang masih asri.
Sherra dapat melihat hamlaran sawah dan kebun pisang yang melimpah. Dua hari yang lalu Mona mengajaknya berjalan jalan sebentar untuk melihat pemandangan desa. Dan Sherra terpesona.
Seluruh tentang desa ini jauh dari kata maju. Namun cukup untuk mencari sebuah ketenangan dan melarikan diri dari kehidupan. Tetanggal Mona juga baik, bahkan beberapa dari mereka memberikan cemilan dan gorengan hangat setiap pagi untuk sarapan. Sherta merasa di sambut disini.
"Sher susunya diminum dulu" Sherra meliruk kearah Mona yang keluar dengan baju polos dan celana boxernya.
"Bentar, nanggung"kata Sherra lalu membuang sampah pada serokan yang telah ia sapu. Kemudian menyimpan dua alat bersih bersih itu di dinding luar. Keduanya pun berlalu bersamaan memasuki rumah.
"Mon, sorry ya? Gue jadi ngerepotin lo gini" ujar Sherra tak enak hati. Mona yang tengah memakan gorengannya menoleh pada sahabatnya yang terlihat murung sambil memegang gelas susunya.
"Udahlah santai, kita sahabatan udah berapa taun sih Sher? Udah lama banget gila! Jangan sungkan sungkan sama gue" balas Mona membangun semangat Sherra.
"Tapi gue ngerasa gak pantes buat dapetin ini. Lo sama Kai udah sering banget gue repotin, gue emang bener bener beban buat kalian" katanya lirih. Menundukkan kepala. Mona lalu meyodorkan sepiring pisang gorengnya pada Sherra.
"Jangan sedih mulu, makan gih. Kasian anak lo. Inget Sher sekarang lo gak sendirian, anak lo juga butuh makan di dalem sana" kata Mina melirik perut Sherra yang mulai terlihat membuncit. Tubuh gadis itu memang terlalu kurus hingga perubahan sekecil apapun terlihat jelas.
Ia megangguk lalu meraih satu potong pisang goreng diatas piring. Mona memperhatikan Sherra makan layaknya ibu pada anaknya. Ia selalu memastikan Sherra makan dengan baik dan minum susu tepat waktu. Seperti pesan Kai untuk selalu mengawasi Sherra. Karena sehari setelah kedatangan mereka ke desa Sherra langsung di bawa Check up ke dokter.
Dan hasilnya, ia mengalami anemia juga kandungannya lemah. Sherra diberi banyak obat penambah darah, vitamin serta pesan dari dokter untuk meningkatkan berat badannya.
Awalnya gadis itu ngeyel katanya ia sering mual setiap kali makan makanan manis. Tapi akhktnya Sherra berhasil melawan hal tersebut dengan menekan egonya demi anaknya.
Hingga di hari ketujuh mereka disini. Sherra sudah menunjukkan sebuah perbedaan yang signifikan. Ia sudah tak pilih pilih makana lagi, mualnya juga sudah mulai berkurang. Dan sekarang tubuhnya mulai bugar kembali.
"Sher.. .gimana sih rasanya hamil?" celetuk Mona. Sherra mengangkat wajahnya sambil mengunyah.
"Ya gitu, gue ngerasa kaya bukan diri gue sendiri" Mona mengernyitkan keningnya.
"Hah? Makaudnya?" Sherra terkekeh. Lalu meminum susunya hingga tandas tak bersisa.
"Rasanya aneh Mon. Badan gue jadi gampang capek terus sering mual juga, di perut gue rasanya asing. Terus berat, gue gak ngerti harus gimana ngejelasinnya. Soalnya suatu saat nanti lo bakal ngalamin sendiri" Jelas Sherra panjang lebar, Mona pun mangut mangut mengerti.
"Terus, sekarang masih suka Mual?" Sherra menggeleng.
"Udah jarang" Mona menghela nafasnya lega.
"Syukur deh. Kalau ada apa apa atau ngerasa sakit bilang ke gue biar gue anter ke dokter"
"Makasih Mon. Lo udah super duper baik banget sama gue"
"Sans elah Sher. Kaya ke siapa aja! Eh Btw lo kayaknya kita harus siap siap deh. Katanya si Zara mau main kesini"
"Seriusan?!"
"Iya! Makannya buruan mandi"
"Yaudah kalo gitu, gue mandi duluan ya! Lo lanjut makan dulu aja" Mona mengangguk lalu meraih satu pisang goreng untuk ia nikmati kembali. Melihat itu, Sherra lantas bangkit dari tepat duduknya kemudian meraih handuk yang tergantung di tembok dengan tergesa gesa. Seperti biasa, Mona akan menegur Sherra untuk bergerak hati hati.
Mona lantas memandang cengengesan Sherra yang masih sama seperti dulu. Ia senang, walaupun Sherra harus meninggalkan kota kelahirannya. Setidaknya dia tak semenderita sebelumnya.
______
Sedangka di sebuah kamar apartemen. Jeffranz Altair memandang kalender intens sambil melirik pada foto Sherra yang terbingai diatas nakas. Lelaki itu menggenggam telfonnya yang menunjukkan sebuah video yang di pause.
Sudah satu bulan. Tapi Sherra masih belum kembali.
Sepertinya gadis itu terlalu nyaman dengan kehidupannya yang baru. Mengabaikan Jeff yang nestapa disini.
Lelaki itu merasakan sebuah ketidak adilan. Kini hanya ada satu cara untuk membuat Sherra datang dan menemuinya.
Adalah dengan cara.
Send.
Satu video telah berhasil di upload.
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC SERIES
Ficção Adolescente"I think I'm addicted to your body"-Jeffranz Altair- Sherra menyesali keputusannya malam itu. Malam dimana ia menyerahkan tubuhnya pada cinta pertamanya---Jeffranz Altair si Perisai PASBARA yang terkenal dingin dan kasar. Sherra menyesal. Karena set...