Sembilan

1.5K 105 2
                                    

Rahila

Karena semalem ngomongin Zidan, tiba-tiba aku pengen sarapan kesukaan dia dooong!! Soto ayam Surabaya dengan koya yang banyak! OMG! Salahin Nurin sama Bella sih ini!

Tuut.. tuut

"Assalamu'alaikum, keajaiban apa ni telfon pagi-pagi sekali?" Kata suara di sana.

"Wa'alaikumsalam, ahaha ya, saya baru bisa telfon sekarang dan mau buat janji malam ini." Kataku kepada seorang Psikolog yang bernama Hana.

"Oh, udah taubat? Mau datang kontrol lagi?" Godanya

"Ya, makcik, taubat dah sekarang."

"Kenapa? Teringat Mr. B bangun tidur pagi ini?

"Shiz. You just read my mind or what? Kamu baru aja baca pikiranku?" Tanyaku terkejut.

"Hahaha it's my job. Itu pekerjaanku. Jadi benar? Oke datang aja ya jam 7 malam ini."

Dua tahun setelah bercerai, aku memutuskan pergi ke Psikolog karena ada momen di mana aku banyak menghabiskan waktu di kamar, malas bersosialisasi dan tidak suka melihat cahaya matahari.

Waktu itu juga masih sering WFH, jadi aku selalu menutup gorden ruang TV dan kamar. Sampai akhirnya Nurin dan Bella merekomendasikan Psikolog khusus menangani trauma pasca perceraian.

Aku membawa setumpuk amarah dan kebencian ketika pertemuan awalku dengan Hana. Berulang kali aku menyebut Zidan bastard atau bajingan.

Hana tengah mengandung dan tidak ingin anak yang dikandungnya mendengar perkataan kasar, jadi dia berinisiatif memberi Zidan julukan Mr. B atau laki-laki bajingan.

Seingat aku, ketika tidak sengaja bertemu Zidan beberapa minggu lalu, aku sama sekali tidak menyebut namanya. Kecuali kemarin, ketika mengobrol dengan Nurin dan Bella.

Karena terkadang, dengan mendengar namanya saja bisa membuatku teringat bagaimana kebiasaannya atau apa makanan kesukaannya.

Seperti sekarang, aku sudah rapi dengan pakaian kerja, tapi masih memasak soto ayam Surabaya dengan koya sebelum pergi ke kantor. Haah!

***

6 Tahun Lalu

"Sayang, kenapa kamu nggak suka soto?" Tanya Zidan sambil menyuap nasi soto ayam ke mulutnya.

Ketika itu kita sedang sarapan bersama di ruang makan apartment, "aku nggak suka makanan berkuah dan nggak suka nasi yang dicampur kuah, Zi. Jijik."

"Hahaha, kamu aneh banget deh. Nih aku suapin." Ujarnya sambil menyodorkan sendok penuh nasi soto.

Aku menutup mata, mengatupkan bibir dan menggeleng. Zidan kembali merayu, "terus aku harus gimana biar kamu suka soto ayam?"

"Nggak gimana-gimana. Makan aja sendiri. Aku mau sarapan nasi sama chicken wings."

"Sayang, kamu kayak Cassie deh, harus dipangku dulu baru mau makan." Cassie adalah keponakan Zidan yang berusia empat tahun.

"Hahaha, ih apaan sih. Kasian Cassie dibawa-bawa."

Zidan menarik tanganku lembut, saat itu juga aku sudah duduk di pangkuannya, "Ra, aku akan buat kamu suka soto ayam."

Aku melingkarkan tangan di lehernya dan mencubit ujung hidungnya, "siapapun nggak akan bisa membu..."

Seketika Zidan mengulum bibirku lembut, hangat, dalam dan penuh kendali. Tangan kirinya tidak tinggal diam, dengan halus ia menyibak rambut panjangku dan mengusap tengkuk ku. Sekujur tubuhku merinding menerima rangsangannya.

Tidak berhenti di situ, tangannya turun ke punggung dan memeluk pinggangku erat.

Aku bisa merasakan janggut halusnya yang belum dicukur menusuk dagu dan pipiku. Aroma sabun mandi khas Zidan menguasai indera penciumanku.

Hingga akhirnya, ia menarik bibirnya lembut, menatapku lekat dan tersenyum usil, "gimana? Udah suka soto ayam?"

Aku mencubit lengannya dan menggelengkan kepala, "enggak. Jangan curang ya kamu."

"Hahaha kok curang sih, sayang? Aku kan cuma berusaha," ia mengecup bibirku, "tapi aku suka rasa chicken wings nya."

Aku memukul pundaknya, "ish! Awas ya kamu!"

"Kalau pengen soto ayam, bilang aku ya sayang." Ucapnya nakal.

***

Ishhh!! Apa-apaan nih?? Kenapa jadi mikirin kejadian itu?? Masa iya setiap aku mau soto ayam, harus banget dici...ishh! No! Jangan inget lagi kejadian itu!

Bisa nggak sih aku amnesia aja setiap kali mengingat soto ayam Surabaya pakai koya?!?

"Rara, jangan ngelamun." Fuad datang mengejutkanku.

Sekarang jam istirahat dan kami berada di Kafetaria kantor.

"Nggak ada yang ngelamun kali." Sanggahku

Fuad duduk di depanku, "mood kamu kayaknya jelek Ra hari ini. Ada apa?"

Aku menoleh terkejut, "emang ya?"

Fuad mengangguk, "kayak ada yang dipikirin."

Mikirin bibirnya Zi.. ahh sial!!!

"Tumben masak? Biasanya beli?" Tanya Fuad yang melihat kotak makanku berisi soto ayam yang dimasak pagi tadi.

"Lagi pengen makanan Indonesia." Jawabku sekenanya.

Fuad menoleh dan tersenyum, "makanan Indonesia kesukaanmu soto?"

Aku mengernyit, "kamu tau soto?"

"Hahaha tau lah aku makanan Indonesia doang."

Aku terkekeh, "hehe iya sih banyak orang Indo di sini, pasti kamu tau soto."

"Jadi makanan Indonesia kesukaanmu apa? Biar aku masakin." Fuad menawarkan diri.

"Dendeng balado sama sayur asem."

"Hhmm aku belum pernah dengar sayur asem. Coba nanti aku google."

"Ish serius banget sih. Jangan ah, ngerepotin."

Fuad menatapku serius, "Rara, kamu harus membiasakan diri menerima hadiah dari orang lain, oke?"

"Heheh oke."

"Kamu naik apa ke Chow Kit? Mau aku jemput lagi?"

"Hah? Hari ini ya? Ya ampun, lupa! Aku keburu punya janji sama Psikolog."

Fuad tersenyum, "nggak apa-apa, aku tungguin. Kamu tau sendiri Rumah Asuh udah kayak rumahku juga, 24 jam selalu buka."

Rencanaku sebenarnya adalah ingin menghindari Fuad. Setelah dipikir-pikir, omongan Bella dan Nurin semalam benar. Aku harus bisa menolak ajakannya.

"Jangan ah, kemaleman. Kamu sendiri aja." Usulku.

"Enggak. Janji harus ditepati ya, Ra." Balasnya bercanda.

Kayaknya gue menyerah deh? "Ya udah, tungguin aku 20-40 menit."

"Oke. Ra.."

"Ya?" Aku menoleh dan ternyata Fuad sedang menatapku dengan matanya yang teduh.

"Kalau butuh temen cerita, aku selalu ada. Apapun itu, kamu bisa kasih tau aku ya."

"Makasih, Fuad."

***

Aduh Rahila, kenapa juga harus diinget soto ayam Surabaya khas Zidan? Ehehehe.

Chapter 10, soon!

Permintaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang