Rahila
Aku membawa salmon dan daging shabu untuk dimasak malam ini. Ibu mau pan seared salmon yang dulu sering kubuat untuk dirinya, dengan mashed potato dan grilled asparagus.
Ayah dan Aku lagi pengen shabu dengan saos ala Thai karena sekarang musim hujan.
"Mama mau langsung dua salmonnya?" Papa kaget
Ibu mengangguk, "iya, Pa. Kecil ini."
"Setelah ketemu kamu, makannya banyak, Ra." Ungkap Ayah, "ya nggak Sus?"
"Iya, Mbak. Berat Ibu udah naik dua kilo." Jelas Sus Indi.
Aku tersenyum mendengarnya, "Emang Ibu beratnya turun sejak sakit?"
Ibu mengiyakan, "cuma boleh makan ikan dan nggak boleh terlalu berbumbu, Ra. Nanti tensinya naik."
"Oke, Rara masakin lagi ya besok. Ibu mau apa?" Tanyaku
Ayah menjawab, "besok udah Kamis, Ra. Jum'at kita ke Penang. Makan di Botanica aja, yang di condo kamu."
"Ah oke, boleh." Aku setuju.
"Ra, kita udah siapin seragam untuk nikahan Selvi. Lagi di tukang jait, kata Kak Sita." Jelas Ayah.
Beliau juga yang membelikan tiket pulang pergi Kuala Lumpur - Jakarta, ya tentu aja barengan sama anaknya. Pffttt.
Aku terkekeh, "makasih ya, Yah. Rara jadi nggak enak cuma terima jadi aja."
"Nggak apa-apa, Ra." Ujar Ayah tulus. "Rara tetap anak Ayah juga, walaupun udah nggak sama Zidan lagi."
Pertama kalinya ayah ngomong begini. Tapi beliau tidak canggung mengatakannya. Aku tersenyum sambil menuangkan sayur ke mangkuknya.
Ayah menatapku, raut mukanya berubah serius, "Ra, kalau mau nikah lagi, bilang kami ya. Undang Ayah sama Ibu juga."
Aku mengangguk, tidak sanggup mengatakan apa-apa. Kenapa aku jadi sedih? Ayah dan Ibu selalu tulus menyayangiku.
Ibu menggenggam tanganku, "jangan menghilang lagi ya, Nak." Ibu sudah meneteskan air matanya, "Ibu sayang sama Rara. Ayah juga sama."
Aku meraih Ibu ke dalam pelukanku. Hening seketika, yang kudengar hanya isak tangisnya.
"Kita bingung mau minta maaf ke Rara gimana. Nggak tau kamu di mana, sampai Kak Silmi yang ngasih tau beberapa minggu lalu kamu ada di sini." Jelas Ayah.
Aku mengusap ujung mataku dengan tisu, "nggak perlu minta maaf, Yah. Kenapa Ayah harus minta maaf?"
"Ayah merasa gagal mendidik seorang anak laki-laki." Ayah meletakkan sendoknya. Pandangannya menerawang.
"Jangan ngomong begitu, Yah. Nggak ada yang salah di sini, Rara sama Zidan berjodohnya cuma dua tahun aja." Aku sedikit tercekat mengatakan namanya.
Alasan kenapa aku selalu berteriak, ketus dan marah-marah ketika ngomong sama Zidan adalah ini.
Aku nggak sanggup menyebut namanya dengan nada yang pelan dan biasa aja. Karena nada suara seperti itu aku gunakan ketika masih menyayanginya, ketika aku masih bersamanya.
Ayah menghela nafas, "nanti selama nikahan Selvi, kamu tinggal di rumah kita ya, Ra."
Aku menoleh ke Ibu dan beliau menganggukan kepalanya, "iya, Ra. Udah lama kamu nggak silaturahmi sama yang lain."
Ibu dan Ayah sudah mengatakan ini beberapa waktu lalu dan mengatakannya lagi sekarang.
"Oke, Yah. Rara tidur di rumah." Aku menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Permintaan Hati
RomansaRahila Syahin adalah seorang Trust and Safety Manager di Asenta, Malaysia. Selain kerja kantoran, ia juga sedang melanjutkan studinya di Universiti Malaya jurusan South East Asian Studies. Pada ketinggian 36.000 kaki, di penerbangan GA 874 tujuan Ja...