Dua Puluh Tujuh

1.1K 93 1
                                    

Rahila

Semalem nggak bisa tidur, kepikiran bibirku yang disentuh Zidan. Iya emang aku lebay banget, tapi ngapain juga dia se... perhatian itu? Apa arti sentuhan itu buat dia? Apa dia menganggap kejadian semalam biasa aja? Arghh! aku bisa gila karena terus kepikiran.

Lalu aku menelfon Bella di toilet kamar, hehe biar nggak ketauan Ibu, "Bel, Zidan megang bibir gue."

"Ya terus??" Bella menjawab ngegas. "Lo juga udah pernah diapa-apain sama dia waktu masih nikah. Masalahnya di mana?"

Aduuuh mulutnya si Bella, "ya kan sekarang kita udah bukan apa-apa lagi. Ngapain juga dia pegang-pegang gue?"

"Nah ini, lo dan dia bukan apa-apa lagi, terus ngapain juga elo kepikiran?"

Ya bener juga sih...

"Nih ya gue browsing di Internet." Ucap Bella, "cowok yang menyentuh bibir cewek artinya dia hahahaha kok gue jadi ngakak gini sih?"

Aku menggelengkan kepala, "ih norak banget sumpah, kayak anak perawan aja lo browsing begituan."

Tapi penasaran juga sih, apa artinya?

Bella masih tertawa. "Oke gue lanjutin, kata artikel ini ya, tandanya, lo perempuan yang menarik dan laki-laki tersebut ingin mencium lo."

"Aduhhh.. males banget deh gue dengernya." Ucapku bete. "Tau ah, nanti sampai KL kita cerita."

"Hahaha, Rara, Rara, apa yang mesti diceritain sih?" Ujar Bella dengan nada meledek, "lo masih sayang sama Zidan, dan Zidan pun begitu. Mau menyangkal gimana lagi?"

Aku menggelengkan kepala kuat-kuat, "enggak, gue udahan sama dia."

"Iya udahan di atas kertas. Tapi enggak di hati dan pikiran."

ARGHHH!!

Tok.. Tok..

Aku terkejut, "ya?"

"Ra, ayo sarapan, sayang." Ajak Ibu.

Aku memutuskan panggilan dengan Bella, keluar toilet dan kami bersama-sama ke lobby untuk bertemu Ayah dan Zidan.

Di grup WhatsApp Zidan bilang kalau kita langsung makan Nasi Kandar aja, terus makan siangnya room service menu makanan sehat kayak salad dan buah.

Karena katanya juga, selama di sini kita sudah banyak konsumsi makanan berkolesterol tinggi. Ya sebagai orang awam kita nurut aja kalau dokter udah ngomong.

"Besok hari terakhir ya kita di sini?" Ujar Ayah. Kami sedang menyantap Nasi Kandar Hameediyah. Sekitar beberapa tahun lalu ketika membaca brosur yang kuambil di hotel, di situ tertulis kalau restoran ini dipilih oleh pemerintan Penang sebagai tempat yang wajib dikunjungi.

"Iya, Yah. Ayah masih mau di sini?" Tanya Zidan

Ayah menggelengkan kepala, "enggak, panas banget ya."

Aku juga ingin liburan ini cepat selesai. Bukan karena panasnya Penang, tapi aku udah nggak bisa berada di dekat Zidan lebih lama lagi. Demi menghindari hal-hal yang kami tidak inginkan.

"Nanti sore ke Pantai Ferringhi yuk." Ucap Zidan, aku mendongak dan dia sedang menatapku meminta persetujuan.

Aku mengangguk, "oke."

"Rara mau beli oleh-oleh nggak?" Tanya Ibu.

"Iya, Bu." Balasku. "Rara biasanya beli di Jeruk Madu Pak Ali."

"Oh, dia jual apaan, Ra?"

"Kayak di Bogor, manisan gitu cuma lebih ke asam sama manis. Kalau di Bogor kan ada pedesnya." Jelasku.

Permintaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang