Tujuh Belas

1.2K 75 1
                                    

Rahila

Kayaknya nggak penting banget ngomongin gimana makan malamku dengan Idris kemarin, karena ya.. biasa aja.

Dia menceritakan beberapa kasus yang pernah ditanganinya, aku hanya tersenyum, mengangguk dan 'oh gitu' selama pertemuan tersebut.

Kalau melihat ke belakang, di usia muda, aku pacaran hanya dua kali. Hidup yang selalu berpindah dari satu negara ke negara lainnya membuatku takut akan kehilangan. Misalnya, setiap aku sudah punya teman baik, tidak sampai lima tahun, aku pindah.

Sampai akhirnya aku SMA di Indonesia dan semua orang kok kayaknya pacaran? Bahkan ada yang menceritakan first kiss-nya segala, what the hell, girls?

Akhirnya aku ikut punya pacar juga ketika itu, tapi ketika menjalaninya, aku nggak suka.

Mungkin karena aku perempuan yang hidupnya di negeri dongeng. Kalau udah perihal mengarang bebas untuk ujian, skripsi bahkan tesis, aku juaranya.

Aku memang tidak pernah menyukai hal-hal yang pasti seperti sains. Itu juga yang mengejutkanku kenapa dulu aku mau menikah dengan Zidan?

Bagiku menikah itu seperti sains, 'pasti.' Pasti ketemu dia, pasti makan sama dia, pasti hidup sama dia dan pasti pasti lainnya. Jadi, ketika aku menikah dengan Zidan, aku mau dengan semua kata pasti itu.

Ngomong-ngomong pasti, jam sebelas siang sudah pasti lagi meeting sama Kumar dan ini baru berlangsung selama sejam.

"Oke, training diadakan di higher zone ya, lantai 22." Ujar Kumar. "Rara, minggu depan kamu satu-satunya manager di lantai 22. Jadwal kamu selama di sana kurang lebih meeting dengan supervisors, trainers dan quality analysts."

Whatttttt?!?! Makin banyak dong kerjaanku. "Noted, Kumar." Aku cuma bisa pasrah.

Kita memang baru aja meng-hire banyak anak baru karena video yang direview semakin banyak. Apalagi, tadi pagi, Google APAC marah-marah karena video Indonesia masih banyak aja setelah direview selama sebulan.

Ya gimana ya, Bun penduduk kita aja 270 Juta. Ditambah ini mau pilpres, sosial media dijadikan tempat untuk kampanye bukan hanya oleh capres cawapres, tapi juga tim pemenangan. Jadinya, orang-orang semangat upload video-video yang tidak hanya informatif, tapi juga propaganda.

Tuh kan malah jadi ngomongin pemilu.

Masih ada kaitannya dengan pemilu, aku udah kerja di Trust and Safety hampir sepuluh tahun. Berarti sudah dua pilpres berlalu dan aku masih bekerja di bidang ini.

Memang sudah saatnya menggali kemampuan diri. Mau sampai kapan diperbudak perusahaan kayak gini?

"Ra, nanti di lantai 22 kamu nggak sendiri, ada manajer baru." Ucap Fuad sambil memakan sandwich-nya. Kami sedang makan siang ber 6 dengan tim Malaysia juga di Kafetaria kantor. "Dia orang Melayu."

"Lah tadi katanya dia aku bakal sendiri di lantai 22?"

"Berubah pikiran Kumar." Jawab Fuad.

"Eh iya?" "Emang siapa manager barunya?" "Spill dong." Ucap yang lain kepo.

"Namanya Syafiq." Kata Fuad.

Aku kaget mendengar nama itu, "Syafiq Umar?"

Fuad mengangguk, "kamu kenal?"

"Iya, dulu sama-sama kerja di Asenta, tahun 2016."

"Oh, dia di Zenit dari tahun 2018. Waktu kamu pulang ke Indonesia minggu lalu, kita harusnya wawancara dia."

"Iya, Kumar nelfon aku. Cuma aku bilang aja, terserah deh. Yang penting jangan nge-hire orang rese."

Yang lain tertawa mendengar ucapanku, "bener, guys aku nggak mau partner kerjaku rese." Aku mengalihkan pandangan ke Fuad, "Ad, terus setelah training selesai, lantai 22 buat apaan?"

Permintaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang