Dua Puluh

1.3K 99 3
                                    

Rahila

Hampir jam 5 sore, aku mengabari Zidan karena sudah siap. Dia tau di mana aku tinggal ketika mengantar pulang setelah makan malam di KLCC dengan Kak Silmi.

Sekali lagi, aku memandang diriku di depan cermin. Sore ini aku memakai kaos dan blazer hitam, celana bahan berwarna putih dan heels.

Memang akhir-akhir ini aku lagi berduka untuk diri sendiri, makanya memilih warna hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memang akhir-akhir ini aku lagi berduka untuk diri sendiri, makanya memilih warna hitam.

Di usia yang ke 30 tahun, aku mulai memakai outfit sesuai dengan umurnya. Nggak usah dimuda-mudain lagi kayak dulu di akhir usia 20an, yang sukanya pakai sneakers dan celana jeans.

Ketika itu, aku begitu insecure menuju usia 30 tahun. Setelah berusa 31, ternyata aku nggak langsung tua seperti bayanganku kayak keriput atau ada uban di rambut.

Zzzt.. Zzzt..

"Aku di lobby. Kamu di mana?" Tanya Zidan di seberang sana.

"Ya, OTW."

Klik!

Aku melihat mobil Alphard Hitam sudah berhenti di depan lobby, jendela penumpang terbuka, ku lihat Ayah tersenyum dan melambai. Aku balas senyumannya dan masuk ke dalam mobil.

Ternyata, selain Ayah dan Ibu, ada satu lagi wanita paruh baya yang duduk di kursi paling belakang. Entah siapa karena aku tidak mengingat pernah melihatnya.

"Yah, assalamu'alaikum." Aku salim dari kursi penumpang. "Apa kabar?"

"Wa'alaikumsalam, baik, Nak. Kamu sehat?"

"Alhamdulillah, Yah. Sehat." Aku nengok ke Ibu, "Ibu gimana kabarnya?"

"Ibu sakit, Ra. Stroke." Jawab Ibu terbata. Bibirnya memang sedikit ke bawah layaknya orang sakit.

Aku memberinya pelukan. "Nggak apa-apa perjalanan jauh, Bu?" Aku khawatir dengan kesehatannya.

"Nggak masalah kata dokter. Itu susternya di belakang, kenalin namanya Sus Indi." Jelas ayah.

Aku tersenyum dan berkenalan dengan beliau. "Ra, ayah suka kopi yang kamu kasih. Nanti beli lagi ya."

"Oke, Yah."

Ketika membeli oleh-oleh dengan Kak Silmi, dia nanya kopi instan yang enak apa. Aku kasih rekomendasi Old Town White Coffee yang Hazelnut.

Sepuluh menit kemudian, kami sampai di Bangsar Shopping Centre atau BSC. Tidak jauh dari rumahku karena aku tinggal di Alila Bangsar.

Ketika turun dari mobil, aku terkejut karena stroke Ibu sampai mengharuskannya memakai kursi roda dan Sus Indi lah yang bertugas mendorong.

Sejak kapan, Bu? Tanyaku dalam hati.

Di restaurant, Ibu duduk di antara aku dan suster, di depanku siapa lagi kalau bukan Zidan. Tadi dia menyuruh ayah yang duduk di depanku, cuma ayah menolak.

Permintaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang