Dua

3.5K 217 4
                                    

Zidan

Seumur hidup, aku selalu tinggal di Indonesia dan ini kali pertama mengambil tantangan baru dengan melanjutkan studi di Malaysia.

Deket aja sih, sekitar dua jam dari Jakarta, tapi ini beda dengan masa-masa internship dan KOAS dulu yang juga tinggal jauh dari orang tua. Gila, lama banget masa-masa itu, kurang lebih empat belas tahun yang lalu.

Yang jelas, aku tipe orang yang akan lumayan kesulitan untuk menyesuaikan diri hidup di lingkungan baru. Mulai dari makanan, budaya sampai pergaulan. Untungnya ada dua orang lainnya yang ikut dari department ku walaupun bukan teman dekat, paling enggak ada yang kukenal.

"Kamu yakin cuma bawa satu koper besar dan satu koper kecil aja? Bukan liburan loh ini, tapi tinggal di sana." Ayah memastikan.

Aku tersenyum mendengar kekhawatirannya, "yah, jangan khawatir gitu. Nanti kalau butuh baju lebih, Zidan tinggal beli."

Raut muka ayah menunjukan rasa sedih, "kamu nggak mau nikah lagi? Daripada sekolah kayak gini?"

"Hahaha, ya nanti di sekolah sekalian cari istri." Candaku.

Ayah menghela nafas berat, mama datang melerai, "apa ni? Ngomongin istri untuk Zidan lagi? Zidan, mama udah ikhlas, kalau kamu nggak mau nikah lagi."

Aku melihat sekitar, "udah lah nanti lagi kita diskusiin itu."

"Ya udah, sana masuk. Takut keburu ramai." Saran Papa. Aku berpamitan dan berjalan menuju imigrasi.

Sengaja datang sejam lebih cepat, aku suka duduk di ruang tunggu untuk melihat orang-orang yang baru sampai, ada yang berlari terburu-buru karena hampir terlambat, bahkan ada beberapa juga yang tertidur menunggu boarding.

Aku memang selalu suka bandara karena mengingatkanku bahwa semuanya hanya sementara; datang, pergi dan kembali dengan jadwal yang sudah ditentukan sebelumnya.

Bandara juga tempat di mana segala jenis emosi bertumpuk. Seperti percakapanku dengan Ayah tadi, beliau khawatir aku yang berusia 36 tahun ini malah terlalu fokus untuk berkarir daripada memulai berkeluarga.

Padahal, yang sekarang aku lakukan, adalah bentuk keberanian karena berusaha meninggalkan semua ketakutan, kesedihan dan masalah lainnya yang selama ini hanya bisa kupendam.

"Mohon perhatian, penumpang Garuda Airlines dengan nomor penerbangan GA 874 tujuan Kuala Lumpur, dipersilakan naik ke pesawat udara melalui pintu nomor 10"

Mendengar pemberitahuan tersebut, aku langsung berdiri, menenteng koper size small beserta tas jinjing dan berjalan menuju pengecekan passport.

Rencananya, setelah take off mau langsung tidur karena ngantuk banget. Tapi, melihat anak perempuan berusia sekitar dua tahun yang duduk di sampingku, dengan layar iPad menunjukan ia akan menonton Coco Melon, aku mengurungkan niat dan memilih untuk mengeluarkan iPad dan belajar.

Ketika mendatangi sebuah konferensi di Thailand enam tahun lalu, dr. Supachat sebagai pembicara mengatakan bahwa ada tiga bidang utama dari penelitian tentang kelangsungan hidup pada penyakit kanker yaitu Epidemiologi Klinis, Surveilans Kanker dan Analisis.

Sebagai seorang Onkologi Medis atau orang kebanyakan menyebutnya Dokter Spesialis Kanker, aku ingin menambah ilmu di bidang Epidemiologi Klinis untuk lebih memudahkan penemuan resiko kanker, prediksi prognosis serta evaluasi tindakan pencegahan kanker.

Selain Epidemiologi Klinis, ada juga Surveilans Kanker yang akan memberikan data mengenai berbagai jenis kanker pada populasi tertentu. Dengan begitu, kita bisa mengetahui faktor resiko, insidensi, kelangsungan hidup dan mortalitas.

Permintaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang