Enam Belas

1.2K 94 1
                                    

Zidan

Aku tak sehangat matahari di bulan Juni, yang sinarnya mampu meredam benci. Aku adalah laki-laki yang membiarkanmu pergi. Bahkan, kata maaf itu tidak pernah sanggup kuucapkan.

Bagaimana mengatakannya? Aku tidak sekuat hujan di bulan Desember. Melepasmu sungguh menjadikanku pengecut. Kalaupun aku tahu ujungnya akan berpisah, mencintaimu adalah pilihan yang tepat. Meskipun untuk sesaat, aku bersyukur kamu pernah kudekap.

"Caper banget sih kamu, Dan sama Rara kemarin malam." Ujar Kakak ketika sedang membersihkan dapurku. Dia dateng ke sini selepas subuh untuk beres-beres apartmentku yang katanya terlalu berantakan.

"Siapa yang caper sih?" Jawabku kesal.

"Hahaha, keliatan banget Rara males sama kamu. Udah lah, kamu sama dr. Mita aja. Mana tau jodohmu sebenarnya dokter juga biar saling memahami."

Mas Andi dari dapur menyela, "Ma, diem deh."

"Nggak bisa, Pa. Kita harus bantuin Zidan." Ucap Kakak bete. "Kamu gimana, Dan?"

Aku mengangkat bahu, "nggak kepikiran nikah. Aku mau lulus dulu."

"Heh, gila kamu ya. Tahun depan kamu 37 tahun, Dan. dr. Mita masih muda kan? Berapa? 29? Udah sama dia aja."

Kok mulai ngatur-ngatur sih?

"Kamu aja sama dia kalau mau." Jawabku malas.

"Yeee sensi banget sih." Ejeknya. "Oh iya, kemaren sore aku nelfon Rara pake nomor kamu."

Aku melotot karena terlalu kesal sama ke-ikut-campurannya, "ngapain sih?"

Kakak mengedipkan mata, "mana tau kamu butuh apa-apa, telfon aja mantan istri. Emang nggak bisa ya temenan setelah cerai?"

Aku mengurut pelipis karena gak habis pikir sama omongannya, "emangnya lo temenan sama mantan-mantan cowok lo? Hah?"

Amarahku mulai meluap, mataku menatap tajam matanya. Mas Andi langsung melerai dan aku memilih masuk kamar mengabaikan mereka.

Gila ya, aku pikir setelah umur segini, Kakak akan berhenti ngajak ribut. Eh malah semakin keterlaluan.

Kak Silmi selalu dikira anak pertama, karena suka ngatur dan banyak bicara padahal dia anak tengah yang krisis identitas. Hmm, malah makin dosa ngatain saudara kandung sendiri.

Aku mengambil handphone yang sedang di-charge dan melihat foto profil Rara di WhatsApp.

Aku mengambil handphone yang sedang di-charge dan melihat foto profil Rara di WhatsApp

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Argh! Aku butuh udara segar.

***

Rahila

Wuaah, pagi-pagi masih di rumah, duduk santai pakai piyama, sarapan sepiring nasi dan telor dadar. Sungguh surga yang kurindukan.

Zzt.. Zzt..

Permintaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang