Dua Puluh Lima

1.2K 99 3
                                    

Rahila

Sesuai janjinya, Zidan mengantar kami ke bandara Pukul 5 pagi untuk penerbangan jam 8. Kami sholat Subuh di bandara karena di KL subuhnya jam 6.

Liburan ke Penang ini, Ayah bilang, yang penting refreshing dan harus tetap banyak istirahatnya  mengingat Ayah dan Ibu sudah lansia. Aku setuju dengan beliau, yang penting mereka tetap sehat dan bisa menikmati kebersamaan ini.

Kami duduk di Ya Kun Kaya Toast karena Ayah ingin Butter Toast Set mereka. Pemandangan lama kini muncul kembali di hadapanku, melihat Zidan yang ke mana-mana membawa buku karena terus menerus belajar.

"Nih, jangan lupa sarapan." Dia memberikanku sekotak sandwich. "Tadi sebelum berangkat aku buatin untuk kamu."

Mungkin ini tanda minta maaf karena ucapannya semalam? Pikirku.

Kulihat Ayah berdeham dan senyum-senyum. "Oke aku terima." Jawabku, tanpa mengucapkan terima kasih.

"Ya daripada nanti jatuh pingsan lagi, nggak tau ada dokter apa nggak di pesawat." Ujarnya mengingatkan kejadian waktu itu.

Aku menghela nafas, menjaga mood tetap bagus karena ini mau liburan.

Ayah melihat kami bergantian, "kenapa? Kamu pingsan di mana, Ra?"

Belum aku menjawab, Zidan sudah mendahului, "waktu Zidan ke KL, satu pesawat sama Rara. Dia pingsan, Zidan nungguin dia bangun."

"Kamu yang gotong, Dan?" Lah ayah malah salfok.

"Enggak, Zidan periksa doang." Jawabnya pendek lalu menyeruput Teh Tarik Hangatnya.

Aku cuma bisa terkekeh. Dasar tukang ngadu, "Rara kurang makan, Yah." Balasku.

"Ya udah pesen makan, ada apa lagi di sini?" Ucap ayah khawatir sambil membuka menu.

"Nggak apa-apa, sandwich aja. Daripada mubazir." Aku tersenyum.

Perjalanan ke Penang membutuhkan waktu 1 jam, layaknya Jakarta - Jogja. Kalau perjalanan darat kurang lebih 5 jam. Dulu, semasa kuliah, aku, Bella dan Nurin memilih road trip karena bisa ngobrol dan jalan-jalan dengan mobil sendiri.

Sebagian orang suka Melaka dan Ipoh, tapi aku selalu suka Penang.

***

Courtyard by Marriot adalah hotel pilihan kami. Jaraknya sekitar 3 KM ke Georgetown, pusat wisata di Penang. Ayah juga sudah menyewa mobil untuk mobilitas kami selama di sini.

Awalnya aku bingung kenapa Ayah selalu menyewa Alphard, ternyata karena pijakannya rendah supaya Ibu mudah naik. Salut sama Ibu, selama di KL selalu menikmati dan nggak pernah merasa dirinya memiliki 'keterbatasan.' Perjalanan ke sini pun karena keinginan beliau.

Setelah check in dan meletakkan koper, kami langsung menuju kedai makanan Melayu langgananku setiap ke Penang yaitu Syazana. Kalau di Indonesia kayak warung nasi rames. Tersedia berbagai macam lauk Melayu. Jujur, nyari yang begini di KL lumayan susah.

Aku memilih ikan lele balado, sayur bayem dan sambal belacan. Setelah bayar, kami duduk di luar. Cuaca akhir tahun nggak begitu panas kayak biasanya.

"Ra, di KL kita nggak pernah makan di tempat begini." Ucap Ayah sambil menyuap lauk pauknya.

Aku mengangguk, "di KL kebanyakan warung Nasi Kandar kalau ramesan. Tapi ada yang Melayu deket rumah Rara namanya Lubuk Bangku."

Ayah tersenyum, "yang punya orang Sumatra?"

"Kata temen Rara juga itu nama daerah di Sumbar."

Ayah mengalihkan perhatiannya ke Ibu, "Mama suka makanannya?"

Permintaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang